Selama Januari-Oktober 2021, Propam Catat Ada 1.694 Kasus Pelanggaran Disiplin Anggota Polri
Jakarta – Selama periode Januari hingga Oktober 2021, Divisi Propam Polri dibawah kepemimpinan Irjen Ferdy Sambo mencatat sejumlah pelanggaran yang dilakukan oleh anggota Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Namun, tahun 2021 ini pada umumnya pelanggaran yang dilakukan polisi mengalami penurunan dibanding 2020.
Berdasarkan data yang dihimpun, Divisi Propam mencatat data pelanggaran disiplin, kode etik profesi Polri (KEPP) dan pidana selama tahun 2021. Pelanggaran displin anggota Polri, tercatat ada 1.694 kasus. Kemudian, pelanggaran KEPP ada 803 kasus dan pelanggaran pidana ada 147 kasus.
Dibanding tahun 2020, pelanggaran disiplin, pelanggaran KEPP maupun pelanggaran pidana mengalami penurunan pada 2021. Tahun 2020, tercatat pelanggaran disiplin sebanyak 3.304 kasus atau turun 48,7 persen pada 2021. Lalu, pelanggaran KEPP ada 2.081 kasus atau turun 61,4 persen pada 2021.
“Pelanggaran pidana tahun 2020 sebanyak 1.024 kasus atau turun 85,6 persen pada 2021,” kata Irjen Ferdy Sambo.
Adapun, Divisi Propam Polri merinci jenis-jenis pelanggaran yang dilakukan anggota Korps Bhayangkara. Tahun 2021, jenis pelanggaran disiplin berupa menurunkan kehormatan dan martabat negara sebanyak 807 kasus.
Selain itu, meninggalkan wilayah tugas tanpa izin pimpinan ada 283 kasus; menghindari tanggung jawab dinas ada 258 kasus; menghambat kelancaran tugas dinas ada 128 kasus; pungutan liar (pungli) ada 38 kasus dan pelanggaran lain ada 179 kasus.
Selanjutnya, jenis pelanggaran KEPP berupa etika kepribadian (beking dan calo) ada 322 kasus; etika kelembagaan (penyalahgunaan wewenang) ada 408 kasus; etika kemasyarakatan (arogansi dan persulit penyelidikan) ada 71 kasus; etika kenegaraan (netralitas pemilu) cuma 2 kasus.
Sementara, jenis pelanggaran pidana berupa penyalahgunaan narkoba sebanyak 327 kasus; asusila/zinah/cabul ada 86 kasus; penganiayaan ada 82 kasus; pencurian ada 7 kasus; penggelapan ada 17 kasus; pungli, gratifikasi, penyimpangan anggaran dan korupsi sebanyak 48 kasus serta pelanggaran pidana lain-lain nihil alias nol.
Sebelumnya diberitakan, Kepala Divisi Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo menjelaskan ada beberapa faktor kenapa terjadi pelanggaran oleh anggota Polri semenjak Jenderal Listyo Sigit Prabowo terpilih sebagai Kapolri. Menurut dia, pihaknya sudah melakukan penelitian dengan menggandeng sejumlah ahli.
“Kami gandeng akademisi, Kompolnas dan beberapa ahli sehingga nanti mitigasi dan pencegahan ini tepat. Kita lakukan penelitian dengan metode kualitatif dan kuantitatif melibatkan akademisi,” jelas Sambo.
Dari penelitian tersebut, Sambo mengatakan ada dua faktor penyebab terjadinya pelanggaran yang dilakukan anggota, yakni faktor individu anggota sendiri dan faktor dari organisasi.
Faktor individu, kata dia, yang menyebabkan terjadinya pelanggaran anggota adalah ideologi dari anggota. Ideologi ini terkait tentang kecintaan anggota kepada insitusi, dan mungkin ini terkait dengan rekrutmen.
“Kedua, masalah spiritual dari anggota. Ketiga, komunitas anggota itu. Ini juga sangat berpengaruh signifikan terhadap terjadinya pelanggaran anggota,” ujarnya.
Dari sisi organisasi, Sambo menyebut ada budaya kerja. Menurutnya, ini juga menjadi faktor penyebab terjadinya pelanggaran anggota. Lalu, mungkin belum maksimalnya sosialisasi terhadap aturan-aturan internal, fasilitas dan infrastruktur terkait anggaran.
“Keempat, masalah organisasi ini adalah indikator kinerja yang harus kita tetapkan sehingga reward dan punishment ini bisa maksimal,” jelas mantan Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim ini.
Sementara, Sambo mengatakan ada tiga strategi dalam transformasi pengawasan yang dilakukan internal Polri yaitu preemtif, preventif dan represif. Ada terobosan kerja sama dengan fungsi pengawan eksternal sehingga Polri terus dikontrol dalam melakukan pengawasan internal ini.
“Upaya preemtif terkait beberapa kegiatan seperti meningkatkan solidaritas internal. Jadi pimpinan harus dekat dengan anggota, tahu masalah anggotanya. Makanya Bapak Kapolri menegaskan bahwa kalau anak buah salah, pimpinan harus bertanggungjawab. Dua level diatas anggota yang melakukan kesalahan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya,” tandasnya.
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.