Sekolah Farmasi ITB Beri Panduan Penggunaan Parasetamol Sirup untuk Anak dan Kejadian Gagal Ginjal Akut

Jakarta – Menurut data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), sejak enam bulan lalu terjadi peningkatan kasus gagal ginjal akut pada anak di berbagai kota di Indonesia. Berdasarkan laporan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), peningkatan kasus terjadi sejak bulan Agustus dan pada bulan September terdapat 78 kasus. Baru-baru ini, tepatnya pada tanggal 5 Oktober 2022, badan kesehatan dunia atau WHO menerbitkan peringatan (alert) mengenai ditemukannya obat yang tidak memenuhi persyaratan kualitas dan diduga berhubungan dengan kematian 66 anak di Gambia akibat gagal ginjal akut. Hal ini menimbulkan kecurigaan, bahwa kasus gagal ginjal akut di Indonesia juga memiliki hubungan dengan penggunaan obat.
Beberapa kanal berita dalam dan luar negeri menyebutkan bahwa terdapat 66 anak di Gambia yang meninggal dunia setelah menderita gagal ginjal akut (https://www.bbc.com/news/world-africa-63150950). Hasil penyelidikan terkait penyebab gagal ginjal akut tersebut mengarah pada ditemukannya empat produk obat yang mengandung dietilen glikol dan etilen glikol dalam jumlah yang melebihi ambang batas yang dapat diterima. Rilis tersebut telah dikonfirmasi oleh WHO yang menyimpulkan produk substandar (contaminated) pada empat produk obat untuk anak di Gambia (https://www.who.int/news/item/05-10-2022-medical-product-alert-n-6-2022-substandard-(contaminated)-paediatric-medicines). Empat produk obat tersebut adalah Promethazine Oral Solution BP, Kofexnalin Baby Cough Syrup, MaKoff Baby Cough Syrup and MaGrip n Cold Syrup yang diproduksi oleh Maiden Pharmaceutical Limited, sebuah perusahaan manufaktur obat di India. Keempat obat tersebut mengandung berbagai bahan aktif obat, termasuk parasetamol dan antialergi. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) telah memastikan bahwa keempat produk tersebut tidak beredar di Indonesia. Kementerian Kesehatan baru saja mengeluarkan instruksi agar produk obat sirup yang mayoritas ditujukan untuk anak dihentikan sementara pemberiannya kepada masyarakat. Hal ini tentunya menimbulkan berbagai pertanyaan, khususnya dari para orang tua.
Apa itu Dietilen Glikol dan Etilen Glikol?
Dietilen glikol dan etilen glikol merupakan bahan kimia yang sering digunakan di berbagai Industri untuk pembuatan produk seperti resin plastik, antibeku dan pendingin (coolant) untuk otomotif, namun tidak digunakan untuk obat, khususnya obat sirup untuk anak. Keracunan dietilen glikol atau etilen glikol dapat menimbulkan berbagai gejala, salah satunya gagal ginjal akut.
Kasus keracunan dietilen glikol pernah terjadi sebelumnya. Beberapa studi dan analisis telah dilakukan untuk memperkirakan dosis toksik dietilen glikol pada hewan dan manusia. Pada manusia, median dosis toksik yang menyebabkan kematian sebesar 1600 mg/kg bb/hari.
Badan regulasi di Jerman menyebutkan dosis DEG harian > 0,5 mg/kg bb/hari menyebabkan gejala toksisitas. Menurut analisis kejadian keracunan pada tahun 1995 di Haiti, durasi penggunaan DEG hingga menimbulkan keracunan terdapat pada rentang dari 1 – 12 hari.
Mengapa Dietilen Glikol dan Etilen Glikol ditemukan pada produk obat?
Suatu produk obat tidak hanya mengandung bahan aktif atau bahan yang berkhasiat untuk mengobati kondisi penyakit tertentu. Produk obat juga mengandung bahan tambahan yang tidak memiliki efek terapi. Bahan tambahan digunakan untuk berbagai tujuan, mulai dari membantu proses pembuatan obat, melindungi bahan obat dari kerusakan, menutupi rasa kurang enak dari bahan obat, atau mempermudah penerimaan obat oleh pasien. Bahan
tambahan obat tentunya harus dipastikan aman dan memenuhi persyaratan kualitas yang telah ditetapkan oleh BPOM. Industri manufaktur obat pun harus melakukan berbagai langkah untuk menjamin kualitas dari bahan tambahan ini sebelum menggunakannya dalam pembuatan produk obat.
Seperti kita ketahui, pemberian obat dalam bentuk sirup lebih mudah diterima oleh anak. Sayangnya, tidak semua bahan aktif obat mudah larut dalam air sehingga dibutuhkan pelarut lain agar bahan aktif obat tersebut dapat dibuat dalam bentuk sirup.
Dalam pembuatan sirup obat, salah satu bahan tambahan penting yang sering digunakan adalah bahan pelarut, seperti propilen glikol atau gliserin. Dietilen glikol atau etilen glikol TIDAK digunakan sebagai bahan pelarut pada obat sirup. Kedua bahan tersebut dapat menjadi pengotor atau cemaran pada pelarut seperti propilen glikol atau gliserin. Untuk itu, dalam persyaratan registrasi produk obat oleh berbagai otoritas kesehatan, ditentukan batas
maksimum cemaran dietilen glikol atau etilen glikol yang diperbolehkan. Maka, selama cemaran ini berada di bawah ambang batas maksimum ini, penggunaan produk obat dinilai aman. Sebuah penelitian di Amerika Serikat pada tahun 2011 telah memeriksa kandungan dietilen glikol pada produk obat sirup untuk batuk dan flu impor dari negara-negara Asua yang beredar di pasaran negara tersebut. Penelitian tersebut menemukan bahwa kandungan
dietilen glikol tertinggi yang ditemukan jumlahnya 800 kali lebih rendah dari jumlah yang terbukti menimbulkan keracunan, sehingga penelitian tersebut menyimpulkan cemaran tersebut tidak menimbulkan ancaman terhadap kesehatan (https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3614107/).
Kembali kepada kasus di Gambia, merujuk pada press release badan pengawas obat dan makanan India dan WHO, WHO menemukan 4 dari 23 sampel obat sirup yang telah disebutkan sebelumnya mengandung dietilen glikol dan etilen glikol yang melebihi ambang batas yang dipersyaratkan (https://pib.gov.in/PressReleasePage.aspx?PRID=1865655;https://www.who.int/news/item/05-10-2022-medical-product-alert-n-6-2022-substandard-(contaminated)-paediatric-medicines). Saat ini, otoritas India maupun WHO masih melakukan investigasi asal dari cemaran tersebut dan produksi obat oleh Maiden Pharmaceutical telah dihentikan.
Mengapa bahan tambahan obat tidak pernah dituliskan pada kemasan produk?
Tidak semua bahan tambahan wajib dicantumkan di label komposisi obat karena menyangkut rahasia dagang dan hak kepemilikan intelektualitas formulasi obat. Akan tetapi, seluruh bahan tambahan tersebut telah dilaporkan kepada BPOM serta harus memenuhi persyaratan keamanan dan kualitas yang telah ditentukan. BPOM juga telah memastikan bahwa produk yang didaftarkan dan diedarkan di Indonesia efektif dan aman digunakan.
Sebelum ada himbauan selama ini saya memberikan obat sirup kepada anak, apakah ini berbahaya?
Obat yang telah memiliki izin edar dari BPOM dan diperjualbelikan melalui jalur resmi telah melalui berbagai proses evaluasi dan memenuhi persyaratan keamanan, kualitas, serta khasiat (safety, quality, efficacy). BPOM juga senantiasa melakukan pengawasan secara aktif dengan melakukan pemeriksaan sampel obat yang beredar di pasaran. Sebelum kasus di Gambia, tidak ada indikasi terdapat cemaran dietilen glikol maupun etilen glikol pada obat sirup yang beredar di Indonesia. Seperti yang disebutkan pada penjelasan sebelumnya, gejala keracunan dietilen glikol dan etilen glikol juga muncul dalam rentang waktu yang relatif singkat, 1-12 hari. Untuk itu, orang tua tidak perlu khawatir jika sebelum ada himbauan pernah menggunakan produk obat sirup untuk anak. Himbauan penghentian penggunaan produk obat sirup sementara merupakan bentuk kehati-hatian untuk menjamin keamanan pasien. Namun, orang tua tetap harus waspada terhadap gejala gagal ginjal akut ini.
Apa yang harus kita lakukan?
Belum ada bukti konklusif bahwa sediaan sirup untuk anak di Indonesia terkait dengan kejadian Gagal Ginjal Akut. Saat ini, BPOM RI masih menelusuri kemungkinan cemaran dietilen glikol dan etilen glikol pada produk obat sirup yang beredar di Indonesia.
Untuk sementara, jika masyarakat ingin menghindari produk obat dalam bentuk sirup, masyarakat dapat memilih produk dalam bentuk tablet kunyah ataupun serbuk (puyer). Sebagai catatan, tidak semua obat dapat dibuat dalam bentuk puyer. Tablet yang dilindungi agar bahan aktif obat tidak rusak ketika terpapar asam lambung (salut enterik)
ataupun tablet yang diformulasikan agar melepaskan obat secara bertahap (sustained release) tidak dapat dihancurkan dan dijadikan puyer.
Masyarakat hendaknya juga menghindari obat-obatan yang diimpor dari luar negeri melalui jalur tidak resmi, seperti melalui jasa titip belanja di berbagai marketplace. Obat yang diimpor melalui jalur tidak resmi tidak melalui proses pemeriksaan kualitas sehingga tidak dapat dijamin kualitasnya. Kita hendaknya selalu waspada dalam menggunaan obat dengan mengecek kemasan, label, izin edar, dan tanggal kadaluwarsa.
Pasien dapat berkonsultasi dengan apoteker apabila memiliki pertanyaan terkait penggunaan produk obat, termasuk penggunaan obat bebas dan bebas terbatas yang berlogo lingkaran hijau dan biru. Pasien juga dihimbau untuk berkonsultasi dengan dokter sebelum menggunakan obat keras yang hanya dapat diperoleh dengan resep dokter.

BERITA
Komisi IX: Banyak Nakes yang Juga Dukung RUU Kesehatan Dilanjutkan Sampai Selesai

Jakarta – Komisi IX DPR RI memastikan akan mendengarkan aspirasi seluruh lapisan masyarakat terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan yang dibuat dengan metode Omnibus Law. Hal ini menyusul penolakan dari sejumlah Organisasi Profesi (OP) tenaga kesehatan (Nakes), termasuk Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Emanuel Melkiades Laka Lena mengatakan, RUU Kesehatan diharapkan hadir untuk menjadi pendobrak reformasi pelayanan kesehatan di tanah air. Kepada Nakes yang melakukan demonstrasi, ia pun mengingatkan RUU Kesehatan masih dalam proses pembahasan.
“Masih pembahasan dan pendapat publik masih kami dengar sampai saat ini. Kami juga memastikan semua aspirasi akan kami tampung dengan baik,” kata Melki, dalam siaran pers yang diterima Parlementaria, di Jakarta, Selasa (6/6/2023).
Melki memastikan, proses ruang diskusi masih terbuka untuk menerima masukan dari berbagai OP dan stakeholder terkait. “Masukan dari OP, rumah sakit, Puskesmas, akademisi, teman-teman Nakes di mana saja. Dan juga tentu para pasien kami juga mendengarkan keluhan mereka, kami tampung semua agar dapat dirumuskan dalam RUU Kesehatan ini sehingga menjadi persembahan sebagai ulang tahun kemerdekaan kali ini,” papar Politisi Fraksi Partai Golkar ini.
Komisi IX DPR bersama-sama dengan Pemerintah pun disebut selalu berdiskusi dengan pihak-pihak terkait dalam pembahasan RUU Kesehatan. Menurut Melki, masukan dari berbagai elemen juga masuk ke dalam substansi RUU.”Karena sebenarnya dalam berbagai pertemuan yang telah dilakukan selama ini sudah didengarkan masukan dari teman-teman di OP dan sudah jadi rumusan DPR RI,” ujarnya.
Melki menambahkan, sejak penyusunan RUU Kesehatan di Badan Legislasi (Baleg), DPR sudah melibatkan semua pihak, termasuk pimpinan-pimpinan OP Nakes. “Tentunya juga ada dari IDI. Public hearing pemerintah sudah juga, saat masuk tahap pembahasan di Komisi lX sudah diundang 2 (dua) kali konsultasi publik bersama pihak lainnya juga ke fraksi atau anggota panja,” sebut Melki.
Komisi IX DPR RI menyadari, memang tidak semua masukan bisa dipenuhi karena ada banyak kepentingan yang harus diakomodasi. Walau begitu, Melki mengatakan ada banyak praktisi-praktisi kesehatan yang mendukung lahirnya RUU Kesehatan Omnibus Law demi kebaikan yang lebih besar.
“Banyak pribadi pribadi tenaga medis dan tenaga kesehatan yang mendukung pembahasan RUU Kesehatan dilanjutkan sampai selesai sesuai aspirasi banyak pihak. Sampai saat ini pembahasan terbuka mendengar masukan semua OP dan komunikasi dengan OP berjalan baik dengan anggota-anggota panja,” imbuh Melki.
Legislator dari Dapil Nusa Tenggara Timur (NTT) II ini pun menegaskan bahwa isu kriminalisasi terkait profesi Nakes tidak terjadi dalam rumusan RUU Kesehatan. Bahkan di RUU Kesehatan, kata Melki, OP diberikan mandat menyelesaikan masalah pidana melalui jalur internal sebelum dibawa ke ranah hukum.
“Terkait dengan catatan teman-teman OP untuk urusan liberalisasi, juga kami jaga betul agar nasionalisme kemandirian kesehatan tetap berjalan. Isu-isu kriminalisasi juga kami pastikan bahwa pasal-pasal terkait kriminalisasi tenaga kesehatan dan tenaga medis kita jaga betul agar tidak terjadi,” jelasnya.
BERITA
Penyidik Enggan Terapkan UU TPKS, Didik Mukrianto Desak Terbitkan Aturan Teknis

Jakarta – Anggota Komisi III DPR RI Didik Mukrianto meminta pemerintah segera menerbitkan aturan turunan pelaksana Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Aturan teknis UU TPKS disebut akan menjadi jaminan kepastian hukum dalam pengusutan kasus-kasus kekerasan seksual yang masih marak terjadi.
“Kasus kekerasan seksual cenderung meningkat dan menjadi sebuah keprihatinan. Saat ini kita berpotensi menghadapi situasi darurat kekerasan seksual, sehingga harus ada gerak cepat dari pemerintah,” kata Didik Mukrianto dalam keterangan tertulis yang diterima Parlementaria, Selasa (6/6/2023).
Politisi Fraksi Partai Demokrat ini mengatakan implementasi UU TPKS belum efektif lantaran belum ada aturan teknisnya. Didik menyebut, kasus kekerasan seksual di Indonesia bisa menjadi fenomena gunung es dan sumber permasalahan yang lebih besar jika tidak segera tertangani dengan baik. “Untuk itu saya berharap agar pemerintah segera memprioritaskan penyelesaian aturan teknis UU TPKS ini agar penegakan hukumnya bisa masksimal dan optimal,” tuturnya.
Menurut Didik, substansi dalam UU TPKS cukup komprehensif dalam penanganan kasus-kasus kekerasan seksual karena sudah mencakup berbagai pengaturan. “Pengaturan-pengaturan dalam UU TPKS idealnya mampu untuk memberikan perlindungan hukum dan jaminan kepastian hukum terkait dengan berbagai kasus kekerasan seksual,” ujar Didik.
Lewat UU TPKS, penyidik kepolisian secara hukum harus menerima pengaduan perkara kekerasan seksual dalam bentuk apapun. Namun begitu, penanganan kasus kekerasan seksual belum sepenuhnya dapat bergantung pada regulasi tersebut. “Padahal dengan UU TPKS, penyidik kepolisian tidak boleh menolak perkara kasus kekerasan seksual atas alasan apapun,” terangnya.
Didik pun menyoroti banyaknya laporan dari pendamping korban kekerasan seksual mengenai penolakan penyidik kepolisian menggunakan UU TPKS meski sebenarnya sudah dapat diterapkan. Hal ini merujuk pada surat telegram Kapolri nomor ST/1292/VI/RES.1.24/2022 yang meminta semua Kapolda di Indonesia memerintahkan semua institusi kepolisian di semua wilayah untuk menegakkan UU TPKS.
Pada praktiknya, banyak ditemukan penyidik kepolisian menolak menggunakan UU TPKS dengan berbagai alasan. Mulai dari menunggu Peraturan Pemerintah (PP)-nya, belum ada petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) dari institusinya, hingga alasan lebih nyaman dengan aturan yang sudah ada sebelumnya.
Legislator dari Dapil Jawa Timur IX ini mengatakan, penegak hukum masih kerap merespons kasus kekerasan seksual tanpa menggunakan paradigma perlindungan korban. Oleh karenanya, disampaikan Didik, dibutuhkan penerapan UU TPKS agar ada pengakuan dan jaminan hak-hak korban kekerasan seksual.
Untuk itu, Didik meminta pemerintah dapat menyegerakan penerbitan aturan teknis UU TPKS mengingat sudah semakin banyak kasus kekerasan seksual terjadi. “Dengan lahirnya aturan teknis, tidak ada alasan lagi dari penegak hukum untuk tidak menerapkan UU TPKS yang berorientasi kepada korban. Kami mendesak Pemerintah untuk cepat menerbitkan aturan turunan UU TPKS,” kata Didik.
Berdasarkan laporan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), terdapat sebanyak 11.016 kasus kekerasan seksual pada tahun 2022. Dari jumlah tersebut, kasus kekerasan seksual terhadap anak mencapai 9.588, atau naik dari tahun sebelumnya yang berjumlah 4.162 kasus.
Sementara Komisi nasional (Komnas) Perempuan mencatat, kasus kekerasan seksual menjadi yang terbanyak dilaporkan pada tahun 2022. Terdapat 2.228 kasus yang memuat kekerasan seksual atau 65 persen dari total 3.422 kasus kekerasan berbasis gender.
Didik mengingatkan, data-data tersebut belum mencakup kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi tahun ini. Ditambahkan Didik, penyelesaian kasus pelecehan atau kekerasan seksual di Indonesia memerlukan perhatian yang lebih dari pemerintah dan pihak kepolisian. Terlebih, mayoritas korban kekerasan seksual adalah perempuan dan anak.
“Penanganan kasus kekerasan seksual tidak cukup hanya dengan menangkap pelaku. Dan saya optimistis UU TPKS bisa mengakhiri budaya kekerasan dan dapat mewujudkan kesetaraan gender serta zero tolerance terhadap kekerasan seksual,” tutupnya.
BERITA
TB Hasanuddin Soroti Kecilnya Anggaran Penegakan Hukum Kemlu dan Proposal Perdamaian Ukraina-Rusia

Jakarta – Anggota Komisi I DPR RI TB Hasanuddin meminta Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) untuk mengupayakan peningkatan anggaran penegakan hukum. Pasalnya, berdasarkan informasi yang diterima, diketahui anggaran penegakan hukum dalam Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Kementerian Luar Negeri tahun 2024 hanya sebesar Rp7,5 miliar.
Sebab itu, ia berharap pembahasan peningkatan anggaran, salah satunya pada tersebut bisa dibahas lebih lanjut usai Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato pada 16 Agustus mendatang. “Nanti kesempatan yang lebih detail setelah pidato Presiden pada tanggal 16 Agustus. Sehingga kita bisa diskusi lebih lanjut soal penegakan hukum mengapa hanya Rp7,5 miliar, yang lain-lain nanti kita (juga) diskusikan,” tutur Hasanuddin dalam Rapat Kerja dengan Menteri Luar Negeri Retno L.P. Marsudi di Gedung Nusantara II, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (6/6/2023).
Di sisi lain, Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu juga mempertanyakan sikap pemerintah Indonesia ketika Menteri Pertahanan Indonesia Prabowo Subianto menyampaikan Proposal Perdamaian untuk Ukraina dan Rusia dalam International Institute for Strategic Studies (IISS) Shangri-La Dialogue ke-20 pada Sabtu (3/6/2023) lalu. Peristiwa tersebut menjadi perhatiannya lantaran muncul penolakan dari Kementerian Pertahanan Ukraina dan Kementerian Luar Negeri Ukraina.
Oleh karena itu, Hasanuddin berharap pemerintah Indonesia melalui kementerian dan lembaga yang mewakili agar saling berkonsolidasi. Hal ini menjadi krusial supaya poin yang disampaikan dalam forum dunia sesuai dengan prosedur yang ditetapkan sekaligus dekat dengan realita yang terjadi saat ini. “Image-nya jadi kurang baik. Pertama, dianggap tidak tahu lapangan. Kedua, kita masuk pada ranah-ranah yang sesungguhnya kurang tepat dan itu sangat merugikan politik luar negeri kita,” pungkasnya.