Presiden Jokowi Keluarkan Inpres 4/2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem
Jakarta – Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menertibkan Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem. Inpres yang ditandatangani Presiden Jokowi pada tanggal 8 Juni ini diterbitkan dalam rangka penghapusan kemiskinan ekstrem di seluruh wilayah RI pada tahun 2024 melalui keterpaduan dan sinergi program, serta kerja sama antarkementerian/lembaga maupun pemerintah daerah.
“Mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing untuk melakukan percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem dengan memastikan ketepatan sasaran dan integrasi program antarkementerian/lembaga dengan melibatkan peran serta masyarakat yang difokuskan pada lokasi prioritas percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem,” bunyi instruksi Presiden yang dituangkan dalam Inpres yang dapat diakses pada laman JDIH Sekretariat Kabinet ini.
Selain itu, Presiden juga menginstruksikan kepada jajarannya untuk melaksanakan percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem secara tepat sasaran melalui strategi kebijakan yang meliputi pengurangan beban pengeluaran masyarakat, peningkatan pendapatan masyarakat, dan penurunan jumlah kantong-kantong kemiskinan.
Kedua instruksi tersebut ditujukan kepada sejumlah menteri dan kepala lembaga serta seluruh gubernur dan bupati/wali kota.
Adapun menteri dan kepala lembaga yang diberikan instruksi adalah Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK); Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Ekon), Menteri Dalam Negeri (Mendagri); Menteri Sosial (Mensos); Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek); Menteri Agama (Menag); Menteri Kesehatan (Menkes); serta Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT).
Kemudian Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM); Menteri Pekerjaan Umum dan Rakyat (PUPR); Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN); Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menkop UKM); Menteri Ketenagakerjaan (Menaker); Menteri Perindustrian (Menperin); Menteri Pertanian (Mentan); Menteri Kelautan dan Perikanan (KP); serta Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Baparekraf).
Selanjutnya adalah Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK); Menteri Keuangan (Menkeu); Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas); Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN); Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo); Kepala Staf Kepresidenan (KSP); Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI); Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri); Kepala Badan Pusat Statistik (BPS); Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN); serta Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Melalui Inpres, Presiden Jokowi juga memberikan instruksi khusus kepada jajaran terkait, sebagai berikut:
1. Menko PMK, diinstruksikan untuk:
a. menetapkan lokasi prioritas dan target pencapaian penghapusan kemiskinan ekstrem tiap tahun;
b. menetapkan kebijakan sumber dan jenis data yang digunalan dalam implementasi program percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem;
c. mengoordinasikan penyiapan data penerima dengan nama dan alamat (by name by address) sasaran penghapusan kemiskinan ekstrem, bersama Kemensos, Kemendagri, Kemendes PDTT, BKKBN, Kementerian PPN/Bappenas, dan BPS.
d. menetapkan pedoman umum pelaksanaan program percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem;
e. melakukan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian program kementerian/lembaga dalam upaya menurunkan beban pengeluaran masyarakat dan mengurangi kantong-kantong kemiskinan;
f. mengoordinasikan dukungan program penghapusan kemiskinan ekstrem yang melibatkan partisipasi nonpemerintah; dan
g. melakukan pemantauan dan evaluasi secara terpadu bersama dengan kementerian/ lembaga (K/L) terkait.
2. Menko Ekon, diinstruksikan untuk melakukan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian kebijakan K/L dalam upaya meningkatkan pendapatan masyarakat melalui pemberdayaan ekonomi dan peningkatan produktivitas dalam rangka percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem.
3. Mendagri, diinstruksikan untuk:
a. melakukan koordinasi dan sinkronisasi terhadap kebijakan gubernur dan bupati/wali kota terkait percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem;
b. memfasilitasi pemerintah daerah dalam penyusunan program dan kegiatan pada Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) serta pengalokasian anggaran pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dalam rangka percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem, termasuk pemutakhiran data penerima dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK), nama, dan alamat (by NIK, by name, dan by address) melalui sinkronisasi data kependudukan dengan data penerima bantuan kemiskinan ekstrem;
c. memfasilitasi pemberian hak akses data kependudukan untuk melakukan verifikasi dan validasi berbasis NIK, nama, dan alamat.
d. memfasilitasi penerbitan NIK oleh Dinas Kepedudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) kabupaten/kota; dan
e. memberikan penghargaan bagi daerah yang berhasil dalam percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem.
4. Mensos, diinstruksikan untuk:
a. melakukan verifikasi dan validasi dalam rangka memutakhirkan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sebagai data dasar dan sumber utama dalam penetapan penerima manfaat program percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem;
b. menyalurkan bantuan sosial (bansos) dan melakukan pemberdayaan ekonomi kepada target sasaran percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem sesuai dengan hasil asesmen; dan
c. mengelola data penyaluran bansos serta data kondisi para penerima manfaat.
5. Mendikbudristek, diinstruksikan untuk:
a. meningkatkan akses dan kualitas layanan pendidikan serta menyiapkan program/bantuan pendidikan secara tepat sasaran;
b. menyalurkan bantuan Program Indonesia Pintar dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah secara tepat sasaran; dan
c. mendorong peran perguruan tinggi untuk melakukan pendampingan pelaksanaan program percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem melalui tri dharma perguruan tinggi.
6. Menag, diinstruksikan untuk:
a. meningkatkan akses dan kualitas layanan pendidikan serta menyiapkan program/bantuan bidang pendidikan secara tepat sasaran;
b. menyalurkan bantuan Program Indonesia Pintar, KIP Kuliah, dan bantuan pendidikan lainnya secara tepat sasaran; dan
c. mendorong peran perguruan tinggi keagamaan untuk melakukan pendampingan pelaksanaan program percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem melalui tri dharma perguruan tinggi.
7. Menkes, diinstruksikan untuk:
a. meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan, baik upaya kesehatan perorangan (UKP) maupun upaya kesehatan masyarakat (UKM), khususnya di daerah lokasi prioritas percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem;
b. meningkatkan kesehatan keluarga miskin ekstrem melalui komunikasi, informasi, dan edukasi serta pemanfaatan home-based records, dan pemberdayaan masyarakat;
c. melakukan upaya percepatan perbaikan gizi masyarakat, termasuk pencegahan dan penanganan stunting;
d. mendorong peningkatan perubahan perilaku hidup bersih dan sehat melalui pendekatan sanitasi total berbasis masyarakat; dan
e. mendorong kepesertaan keluarga miskin ekstrem agar terdaftar sebagai peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
8. Mendes PDTT, diinstruksikan untuk:
a. menyediakan dan mengelola data Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) desa untuk penanganan kemiskinan ekstrem;
b. menetapkan prioritas penggunaan Dana Desa untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) Desa dan program padat karya; dan
c. membina dan menggerakkan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan BUMDes Bersama yang mengelola dana bergulir masyarakat miskin ekstrem serta unit usaha berkaitan ketahanan pangan nabati dan hewani.
9. Menteri ESDM, diinstruksikan untuk menyiapkan ketersediaan dan ketercukupan energi dan elektrifikasi bagi keluarga miskin ekstrem.
10. Menteri PUPR, diinstruksikan untuk:
a. melakukan evaluasi, pengkajian, dan penyempurnaan kebijakan, program, dan anggaran di bidang PUPR dalam rangka percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem;
b. menyiapkan ketersediaan air bersih, sanitasi, dan penataan lingkungan; dan
c. memberikan bantuan perbaikan rumah dan/atau pembangunan rumah baru serta relokasi bagi keluarga miskin ekstrem.
11. Menteri ATR/Kepala BPN, untuk menyediakan lahan melalui penataan aset dan akses serta memfasilitasi legalitas lahan yang akan dimanfaatkan sebagai objek bantuan dalam mendukung percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem.
12. Menkop UKM, untuk memberikan fasilitasi akses pembiayaan, akses pasar, serta pendampingan dan pelatihan bagi koperasi dan usaha mikro dalam meningkatkan pendapatan keluarga miskin ekstrem.
13. Menaker, diinstruksikan untuk:
a. melakukan perluasan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha dengan menciptakan lapangan kerja baru dan/atau mengembangkan lapangan pekerjaan yang sudah ada, serta menyiapkan pelatihan program vokasi untuk percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem; dan
b. mendorong perluasan cakupan kepesertaan program jaminan sosial ketenagakerjaan (Jamsostek) bagi masyarakat miskin ekstrem.
14. Menperin, untuk melakukan penumbuhan wirausaha baru industri bagi keluarga miskin ekstrem.
15. Mentan, diinstruksikan untuk:
a. memberdayakan petani yang tergolong keluarga miskin ekstrem;
b. menyediakan sarana dan prasarana pertanian kepada kelompok tani; dan
c. melakukan upaya produksi komoditas pertanian untuk mencapai ketersediaan dan keterjangkauan pangan.
16. Menteri KP, diinstruksikan untuk:
a. memberdayakan nelayan dan pembudidaya ikan yang tergolong keluarga miskin ekstrem; dan
b. memberikan bantuan sarana dan prasarana bagi nelayan dan pembudidaya ikan.
17. Menparekraf/Kepala Baparekraf, untuk memfasilitasi pengembangan pariwisata dan ekonomi kreatif bagi masyarakat miskin ekstrem.
18. Menteri LHK, untuk mempercepat pemberian akses kelola dan peningkatan kapasitas kelompok usaha perhutanan sosial dan multiusaha kehutanan.
19. Menkeu, diinstruksikan untuk:
a. menyiapkan alokasi anggaran dan sinergi pendanaan dalam upaya percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem sesuai dengan kemampuan keuangan negara dan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
b. memberikan dukungan yang dapat dilakukan melalui insentif kepada daerah yang berkinerja baik dalam penurunan tingkat kemiskinan.
20. Menteri PPN/Kepala Bappenas, untuk menyusun pedoman umum pelaksanaan program penghapusan kemiskinan ekstrem bersama K/L paling lambat 30 hari setelah Inpres dikeluarkan.
21. Menteri BUMN, untuk menugaskan BUMN berpartisipasi dan memberikan dukungan program penghapusan kemiskinan ekstrem.
22. Menkominfo, diinstruksikan untuk:
a. Menyediakan dan/atau meningkatkan akses telekomunikasi dan/atau internet di wilayah pelayanan universal telekomunikasi;
b. menyediakan infrastruktur teknologi informasi di pusat data nasional untuk penguatan sistem pendataan keluarga termasuk keluarga yang tergolong miskin ekstrem;
c. menyusun strategi komunikasi publik;
d. melaksanakan diseminasi informasi program penghapusan kemiskinan ekstrem bersama K/L; dan
e. memberikan pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia (SDM) di bidang komunikasi dan informasi bagi keluarga miskin ekstrem.
23. Kepala Staf Kepresidenan, untuk melakukan pengelolaan strategi komunikasi politik dan diseminasi informasi terkait percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem.
24. Panglima TNI, diinstruksikan untuk:
a. memberikan dukungan pendampingan SDM dalam rangka pelaksanaan percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem; dan
b. memberikan dukungan dalam penyiapan dan pemanfaatan sarana dan prasarana terutama di wilayah sulit akses sesuai kondisi dan kebutuhan dalam rangka percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem.
25. Kapolri, untuk mengambil langkah-langkah komprehensif yang bertujuan menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat terkait dengan pelaksanaan percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem.
26. Kepala BPS, diinstruksikan untuk:
a. melakukan pendataan penduduk miskin ekstrem dengan menggunakan DTKS sebagai data dasar; dan
b. menyelenggarakan survei sebagai sarana evaluasi perkembangan penghapusan kemiskinan ekstrem yang merupakan bagian dari survei sosial dan ekonomi nasional (Susenas).
27. Kepala BKKBN, diinstruksikan untuk:
a. menyiapkan hasil pendataan keluarga untuk mendukung penetapan kebijakan dalam intervensi penghapusan kemiskinan ekstrem termasuk penurunan stunting; dan
b. menyiapkan dan memberikan pelayanan program pembangunan keluarga, kependudukan, dan keluarga berencana, serta intervensi percepatan penurunan stunting kepada keluarga miskin ekstrem.
28. Kepala BPKP, untuk melakukan pengawasan percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem serta mengoordinasikan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) K/L dan pemerintah daerah (pemda) dalam membantu pengawasan tersebut di lingkup instansinya.
29. Para gubernur, diinstruksikan untuk:
a. mengoordinasikan pelaksanaan percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem di wilayah provinsi;
b. mengoordinasikan penyiapan data sasaran keluarga miskin ekstrem yang ditetapkan oleh bupati/wali kota;
c. menyusun program dan kegiatan pada RKPD provinsi serta mengalokasikan anggaran pada APBD provinsi dalam rangka percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem, termasuk pemutakhiran data penerima dengan nama dan alamat.
d. melakukan pembinaan dan pengawasan kepada bupati/wali kota terkait pelaksanaan percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem; dan
e. menyampaikan laporan hasil pelaksanaan percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem kepada Mendagri dengan tembusan kepada Menko PMK setiap tiga bulan sekali.
30. Para bupati/wali kota, diinstruksikan untuk:
a. melaksanakan percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem di wilayah kabupaten/kota;
b. menetapkan data sasaran keluarga miskin ekstrem berdasarkan hasil musyawarah desa/kelurahan yang dibuktikan dengan berita acara musyawarah desa/kelurahan;
c. menyusun program dan kegiatan pada RKPD kabupaten/kota serta mengalokasikan anggaran pada APBD kabupaten/kota dalam rangka percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem, termasuk pemutakhiran data penerima dengan nama dan alamat.
d. memfasilitasi penyediaan lahan perumahan bagi penerima manfaat; dan
e. menyampaikan laporan hasil pelaksanaan percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem kepada gubernur setiap tiga bulan sekali.
Inpres 4/2022 ini berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2024.
“Pelaksanaan Instruksi Presiden ini dikoordinasikan oleh Wakil Presiden selaku Ketua Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan,” pungkas Presiden dalam beleid ini.
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.