Polemik Situs Batu Satangtung, PDIP Jabar Pastikan Hak Masyarakat Adat Karuhun Urang Sunda Wiwitan (AKUR) Cigugur Terpenuhi dengan Baik
Bandung – DPD PDI Perjuangan Jawa Barat menyampaikan keprihatinan dan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada Masyarakat Adat Karuhun Urang Sunda Wiwitan (AKUR) Cigugur Kabupaten Kuningan, komunitas adat-budaya di Jawa Barat dan seluruh Indonesia atas kejadian penyegelan pembangunan Situs Batu Satangtung, Curug Goong di Desa Cisantana, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan yang dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan.
DPD PDI Perjuangan Jawa Barat telah mengundang Bupati Kuningan, Wakil Bupati Kuningan dan Ketua DPRD Kuningan yang ketiganya adalah Kader PDI Perjuangan pada hari Jumat, 24 Juli 2020, di Bandung dan bertemu dengan Masyarakat Adat Karuhun Urang Sunda Wiwitan (AKUR) Cigugur Kabupaten Kuningan, yang diwakili oleh Ibu Dewi Kanti, Minggu, 26 Juli 2020, di Jakarta.
“Masyarakat Adat Karuhun Urang Sunda Wiwitan (AKUR) Cigugur Kabupaten Kuningan sudah ada sejak tahun 1885 dan merupakan Warga Negara Republik Indonesia yang memiliki karakteristik khas, hidup berkelompok secara harmonis sesuai dengan hukum adatnya, memiliki ikatan pada asal usul leluhur dan/atau kesamaan tempat tinggal dan terdapat hubungan yang kuat dengan tanah dan lingkungan hidup dan terdapat sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum dan memanfaatkan satu wilayah secara turun menurun.” kata Ketua DPD Perjuangan Provinsi Jawa Barat, Ono Surono di Bandung, Minggu (26/7).
Lebih lanjut Ono menjelaskan keberadaan/eksistensi Masyarakat Adat Karuhun Urang Sunda Wiwitan (AKUR) Cigugur Kabupaten Kuningan sebenarnya sudah diakui oleh Pemerintah, berupa Surat Keputusan Direktur Sejarah dan Purbakala, Direktorat Jendral Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 3632/C.1/DSP/1976 tentang Penetapan Paseban Tri Panca Tunggal Sebagai Cagar Budaya Nasional dan berbagai macam penghargaan di bidang sosial dan budaya.
Tetapi, sebagai Masyarakat Hukum Adat, Masyarakat Adat Karuhun Urang Sunda Wiwitan (AKUR) Cigugur Kabupaten Kuningan belum mendapat pengakuan dan perlindungan dari Pemerintah sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Dasar NRI 1945, pasal 18B, pasal 28I dan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 52 tahun 2014 tentang pedoman pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat.
“Sesuai dengan surat permohonan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dari Masyarakat Adat Karuhun Urang Sunda Wiwitan (AKUR) Cigugur Kabupaten Kuningan bahwa Pembangunan Situs Batu Satangtung, Curug Goong di Desa Cisantana, sebenarnya adalah pusara/makam.” Katanya.
Pembangunan itu mendapat penolakan dari masyarakat karena Situs Batu Satangtung tersebut dianggap akan digunakan sebagai tempat pemujaan (musyrik). Aksi penolakan tersebut dilakukan baik melalui surat, audiensi ke DPRD sampai akhirnya terjadinya aksi unjuk rasa dengan sasaran Situs Batu Satangtung.
Untuk menghindari konflik horizontal, maka Bupati Kuningan menginstruksikan Satpol PP untuk melakukan penyegelan sehingga tidak ada aksi pengrusakan yang dilakukan masa aksi unjuk rasa tersebut.
“PDI Perjuangan melalui Surat DPP PDI Perjuangan nomor 1374/IN/DPP/IV/2020, perihal Instruksi Untuk Melakukan Penetapan Masyarakat Adat Karuhun Urang Sunda Wiwitan (AKUR) Cigugur Kuningan, kepada Bupati Kuningan telah secara tegas meinginstruksikan kepada Bupati Kuningan, Sdr. Acep Purnama untuk melakukan Penetapan Masyarakat Adat (PMA) kepada Komunitas Masyarakat Adat Karuhun Urang Sunda Wiwitan (AKUR) Cigugur Kabupaten Kuningan dan hak-hak komunal atas tanah yang sudah ditempati sejak berdiri tahun 1885.” Paparnya.
DPD PDI Perjuangan Jawa Barat menginstruksikan kepada Bupati Kuningan, Wakil Bupati Kuningan dan Ketua DPRD Kuningan disepakati upaya sebagai berikut:
a. Segera melaksanakan Instruksi DPP PDI Perjuangan sebagaimana Surat DPP PDI Perjuangan nomor 1374/IN/DPP/IV/2020, perihal Instruksi Untuk Melakukan Penetapan Masyarakat Adat Karuhun Urang Sunda Wiwitan (AKUR) Cigugur Kuningan
b. Bupati Kuningan segera membentuk Panitia Masyarakat Hukum Adat Kabupaten Kuningan untuk melakukan proses pengakuan dan perlindungan terhadap Masyarakat Adat Karuhun Urang Sunda Wiwitan (AKUR) Cigugur Kabupaten Kuningan dan penetapan aset-aset hak komunalnya sebagaimana diatur dalam Permendagri Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat dan Peraturan Menteri Agraria dan tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 10 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penetapan Hak Komunal Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat dan Masyarakat Yang Berada Dalam Kawasan Tertentu.
c. Melakukan upaya mediasi antara masyarakat yang menolak pembangunan Situs Batu Satangtung dengan Masyarakat Adat Karuhun Urang Sunda Wiwitan (AKUR) Cigugur Kabupaten Kuningan, dengan menitikberatkan pada pelaksanaan nilai-nilai PANCASILA, “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya” (UUD NRI 1945, pasal 18B) dan “Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban” (UUD NRI 1945, pasal 28I).
d. Melakukan kajian dan evaluasi terhadap sikap Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Kuningan yang telah mengeluarkan Surat Teguran (3 kali) kepada pihak Masyarakat Adat Karuhun Urang Sunda Wiwitan (AKUR) Cigugur Kabupaten Kuningan dan melakukan penyegelan terhadap pembagunan Situs Batu Satangtung.
e. DPD PDI Perjuangan Jawa barat memberikan waktu kepada Bupati Kuningan, Wakil Bupati Kuningan dan Ketua DPRD Kuningan, selama 1 (satu) minggu ke depan untuk melakukan upaya sebagaimana point. a, b, c dan d.
DPD PDI Perjuangan Jawa Barat dan Masyarakat Adat Karuhun Urang Sunda Wiwitan (AKUR) Cigugur Kuningan yang diwakili Ibu Dewi Kanti, telah sepakat hal-hal sebagai berikut:
a. Bersama-sama mengawal proses yang dilakukan oleh Bupati Kuningan dan seluruh jajarannya dalam melakukan proses pengakuan dan perlindungan kepada Masyarakat Adat Karuhun Urang Sunda Wiwitan (AKUR) Cigugur Kuningan dan menyelesaikan masalah Pembangunan Situs Batu Satangtung.
b. Mendorong DPRD Kabupaten Kuningan dan DPRD Propinsi Jawa Barat melalui Fraksi PDI Perjuangan untuk melakukan pendampingan/advokasi kepada Masyarakat Adat Karuhun Urang Sunda Wiwitan (AKUR) Cigugur Kuningan.
c. Menghormati dan mendorong upaya hukum yang dilakukan Masyarakat Adat Karuhun Urang Sunda Wiwitan (AKUR) Cigugur Kuningan terhadap penguasaan lahan milik Masyarakat Adat Karuhun Urang Sunda Wiwitan (AKUR) Cigugur Kuningan
d. Masyarakat Adat Karuhun Urang Sunda Wiwitan (AKUR) Cigugur Kuningan mempersiapkan Tim dalam rangka mediasi dan proses pengakuan dan perlindungan kepada Masyarakat Adat Karuhun Urang Sunda Wiwitan (AKUR) Cigugur Kuningan.
e. Mendorong Pemerintah khususnya Pemerintah Kabupaten Kuningan untuk menetapkan status Cagar Budaya terhadap benda, bangunan, struktur, lokasi atau satuan ruang geografis yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari Masyarakat Adat Karuhun Urang Sunda Wiwitan (AKUR) Cigugur Kuningan.
(edn)
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.