Connect with us

Pesanggrahan Menumbing: Jejak Para Tokoh Bangsa dalam Mengawal Kedaulatan dari Tempat Pengasingan

(Foto: kebudayaan.kemdikbud.go.id)

Kota Muntok di Pulau Bangka, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Bangka Belitung, ternyata pernah menjadi salah satu bagian perjalanan penting dalam meraih dan mempertahankan kemerdekaan bangsa ini. Adalah Pesanggrahan Menumbing yang terletak di Puncak Bukit Menumbing, Kota Muntok, tempat beberapa tokoh bangsa di awal kemerdekaan diasingkan oleh Pemerintah Belanda.

Penangkapan, penawanan, dan pengasingan para pemimpin Republik Indonesia itu sebagai bagian dari Agresi Militer II Belanda ke Yogyakarta yang dijadikan Ibu Kota Republik Indonesia pada waktu itu.

Di Pesanggrahan Menumbing inilah proklamator Soekarno-Hatta bersama tokoh bangsa lainnya diasingkan pada kurun waktu 1948-1949. Masa pengasingan ini pada akhirnya turut menentukan arah perjalanan bangsa saat ini.

Berawal pada 22 Desember 1948, ketika itu pesawat B-25 salah satu pesawat pengebom milik Belanda, mendarat di Bandara Kampung Dul (Bandara Depati Amir – sekarang), Pangkal Pinang. Di dalam pesawat tersebut ada para pemimpin bangsa, Soekarno (Presiden), Moh. Hatta (Wakil Presiden), Sutan Sjahrir (mantan Perdana Menteri), Agus Salim (Menteri Luar Negeri), Commodor RS Soerjadarma (Kepala Staf Angkatan Udara), Ass’aat (Ketua Komite Nasional Indonesia Pusat/KNIP), dan A. Gafar Pringgodigdo (Menteri Sekretaris Negara).

Menariknya, beberapa tokoh bangsa yang tidak diturunkan di bandara tersebut saat itu. Mereka adalah Soekarno, Agus Salim, dan Sutan Sjahrir. Ketiganya setiba di Pangkal Pinang diterbangkan lagi ke Brastagi, Sumatera Utara.

Peristiwa apa yang melatarbelakangi antara Soekarno, Agus Salim, dan Sutan Sjahrir dipisahkan dengan Moh. Hatta dan para tokoh lain. Ada dugaan jika Soekarno dan Hatta dipersatukan, akan tumbuh penyatuan dua karakter yang saling melengkapi untuk perjuangan dan pergerakan kemerdekaan pada waktu itu.

Dari Brastagi, ketiganya kemudian diterbangkan ke Parapat, Sumatera Utara, hingga 5 Februari 1949, lalu diterbangkan ke Pangkal Pinang dengan pesawat amfibi Cathalina milik Belanda. Namun, Sutan Sjahrir tidak turut serta. Sjahrir dikembalikan ke Jakarta karena mau berkompromi dengan Belanda.

Sementara yang pada tanggal 22 Desember 1948 itu, rombongan yang diasingkan ke Pesanggrahan Menumbing, di antaranya; Moh. Hatta, A. Gafar Pringgodigdo, Ass’aat, dan Commodor Commodor RS Soerjadarma.

Kemudian Pada tanggal 31 Desember 1948 menyusul ke Pesanggrahan Menumbing yaitu Ali Sastroamidjojo dan Moh Roem. Mereka bergabung dengan rombongan Mohammad Hatta di Pesanggrahan Menumbing.

(Foto: istimewa)

Pada 6 Februari 1949, Presiden Soekarno dan Haji Agus Salim menyusul diasingkan di Muntok, setelah diasingkan dari Brastagi dan Parapat. Soekarno bersama Agus Salim diterbangkan dari Parapat dengan pesawat amfibi di perairan laut di Pelabuhan Pangkal Balam, memang tak jauh dari Bandara Kampung Dul, Pangkal Pinang.

Di sebuah ruangan besar di Pesanggrahan Menumbing terdapat garis penanda berukuran 4×6 meter yang masih terpampang jelas. Di situ dulunya dibangun sebuah kerangkeng atau sejenis ruang tahanan bagi para tokoh bangsa. Diperkirakan, kerangkeng tersebut dibuat dari kayu dalam keadaan tergesa-gesa. Sebab, sejatinya Pesanggrahan Menumbing dibuat untuk tempat bersantai para bangsawan Belanda. Namun, buntut dari agresi militer Belanda II di Yogyakarta, Pesanggrahan Menumbing dijadikan sebagai lokasi tahanan para tokoh bangsa.

Kerangkeng dibuat karena Belanda sangat khawatir tokoh bangsa diculik atau melarikan diri. Sebab, ketika itu masyarakat setempat sangat mendukung proklamasi kemerdekaan dan mendukung perjuangan yang sedang dilakukan pendiri bangsa.

Di sinilah para tokoh bangsa berdiskusi. Pembicaraan mereka tidak lain adalah mengenai solusi untuk mengatasi masalah yang sedang dihadapi bangsa Indonesia saat itu.

(Foto: istimewa)

Namun, penahanan mereka dalam kerangkeng tidak berlangsung lama. Utusan Perserikatan Banga-Bangsa (PBB) datang ke Pesanggarahan Menumbing dan melihat kondisi ruang tahanan yang tidak layak. Bahkan, kondisi ruang tahanan tidak sesuai dengan laporan Belanda yang disampaikan ke PBB.

Akhirnya kerangkeng dibongkar dan para tokoh bangsa tinggal di kamar masing-masing selayaknya tinggal di rumah.

Diketahui, pada mulanya penempatan semua pemimpin RI itu di Pesanggrahan Menumbing. Namun, Soekarno tidak tahan dengan udara dingin, maka ditempatkanlah Soekarno di Pesanggrahan Muntok (Wisma Ranggam) yang terletak lebih dekat ke pantai dan suhu udaranya lebih hangat, ditemani dengan Agus Salim. Jarak antara Pesanggrahan Menumbing dan Pesanggrahan Muntok (Wisma Ranggam) terpaut sekitar 6 kilometer.

Ketika itu pesanggrahan Menumbing dinilai kurang layak dan dapat membahayakan kesehatan Bung Karno. Belanda juga sangat berhati-hati dalam menjaga tahanan politik mereka karena adanya pengawasan lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

(Foto: istimewa)

Menariknya, saat baru sehari berada di pesanggarahan Menumbing, Bung Karno mengirim surat pada istrinya Fatmawati. Dalam surat itu, Bung Karno ingin meminta pendapat istrinya terkait postur tubuhnya setelah berada di pengasingan.

Sebuah foto dilampirkan Bung Karno dalam surat itu. “Fat, ini adalah gambar Mas pada waktu sehari di Muntok. Kurus ataukah gemuk?, Mas. Soekarno,” kata Bung Karno dalam surat tulis tangan. Kini surat tersebut masih terpajang di pesanggrahan Menumbing.

Kemudian Mohamad Roem, dan Ali Sastroamidjojo juga ikut menyertai, yang dimana sebelumnya mereka ditempatkan di Pesanggrahan Menumbing bersama Moh. Hatta.

Dengan demikian para Pemimpin Republik Indonesia yang ditempatkan di Pesanggrahan Menumbing ialah Moh. Hatta, A. Gafar Pringgodigdo, Ass’aat, dan Commodor RS Soerjadarma.

(Foto: istimewa)

 

Pesanggrahan Menumbing  

Pesanggrahan Menumbing merupakan rumah peristirahatan atau penginapan yang awalnya dimiliki oleh Perusahaan Timah Belanda Banka Tin Winning (BTW), dibangun sekitar tahun 1927-1930. Pada tahun 1927, J.G. Bijdendijk yang merupakan kepala BTW menyetujui pembangunan pesanggrahan ini dengan fasilitas modern yang mewah.

Berghotel (bukit peristirahatan) Menumbing secara resmi dibuka pada tanggal 28 Agustus 1928 dengan fasilitas-fasilitas seperti listrik, air mengalir, telepon, serta lapangan tenis. Jalan masuk komplek ini melewati jalan aspal berliku yang cukup hanya untuk satu mobil. Jalan ini dibangun oleh pribumi dan para pekerja dari China yang dibayar oleh BTW.

Secara umum Pesanggrahan Menumbing terdiri dari tiga buah bangunan yang bergaya arsitektur de stijl yang memiliki denah persegi panjang dengan dua lantai. Bagian atapnya dibuat datar berfungsi sebagai menara pandang. Pesanggrahan Menumbing memiliki sekitar 30 kamar dan ruang rapat di tengah gedung.

Adapun lantai bawah untuk ruang rapat, ruang tamu, dan kamar yang ditempati Soekarno. Di kamar Soekarno tercantum berbagai informasi terkait dengan pergerakan kemerdekaan dan aktivitas Soekarno selama masa pengasingan di Muntok. Sementara di lantai dua terdapat juga kamar-kamar dan ruang terbuka untuk melihat pemandangan alam di sekitarnya.

(Foto: istimewa)

Berbicara mengenai Pesanggrahan Menumbing juga bicara mengenai Moh Hatta dan pemikirannya. Gagasan saat diasingkan di Bangka itulah, menjadi dasar pemikiran untuk dibawa ke Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag yang merupakan pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda.

Di Pesanggrahan Menumbing juga terdapat plakat yang bertuliskan:

Proklamasi Republik Indonesia

17 Agustus 1945

KENANG-KENANG MENUMBING

DIBAWAH SINAR GEMERLAP TERANG TJUATJA

KENANG-KENANG MEMBAWA KEMENANGAN

BANGKA, DJOKJAKARTA, DJAKARTA

HIDUP PANTJASILA, BHINNEKA TUNGGAL IKA

17 AGUSTUS 1945

(DRS. MOHD. HATTA)

 

(Foto: istimewa)

Pesanggrahan Menumbing masih berdiri kokoh hingga saat ini. Jejak para tokoh bangsa tersebut masih terpajang dan terawat rapi. Diketahui, Pesanggrahan Menumbing, melalui Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: PM. 13/PW007/MKP/2010 ditetapkan sebagai cagar budaya peringkat nasional, berdasarkan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor: 210/M/2015.

Kini Pesanggrahan Menumbing menjadi musium yang menyimpan kenangan para tokoh bangsa selama di Pulau Bangka. Di dalam bangunan ini masih tersimpan bukti sejarah dari para tokoh. Mulai dari kamar, mesin ketik hingga dokumentasi saat itu. Barang peninggalan sejarah ini masih terawat dan bisa dikunjungi.

(Foto: istimewa)

Masyarakat bisa langsung berkunjung ke bangunan ini. Hal ini bertujuan agar masyarakat Indonesia setiap generasi bisa mengetahui dan melihat langsung bukti sejarah perjuangan para tokoh bangsa untuk menegakkan kemerdekaan Indonesia.

Untuk diingat, Pesanggrahan Menumbing tidak sekadar tempat pengasingan, tetapi lebih dari itu, tempat itu memiliki makna yang sangat penting bagi kedaulatan Republik Indonesia. Tidak hanya pada masa lalu, akan tetapi juga saat ini.

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat

Oleh

Fakta News
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh saat memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024). Foto: DPR RI

Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.

“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).

Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.

Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.

Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.

Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.

Baca Selengkapnya

BERITA

Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil

Oleh

Fakta News
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily. Foto: DPR RI

Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.

“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).

Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.

Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.

“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.

Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.

“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.

Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.

Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar  siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.

“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.

Baca Selengkapnya

BERITA

Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi

Oleh

Fakta News
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024). Foto: DPR RI

Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.

“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).

Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.

“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.

Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.

“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.

Baca Selengkapnya