Connect with us
Naskah Pidato Kebudayaan

Penguatan Kesadaran Kebangsaan
Oleh: Ahmad Syafii Maarif

Pidato Kebudayaan Ahmad Syafii Maarif pada seminar kebudayaan, "Bisikan dari Jogya" di Universitas Sanata Dharma(foto: fakta.news)

Setelah 72 tahun lebih dua bulan merdeka, semestinya kesadaran kultural kitasebagai bangsa sudah semakin kokoh, tidak muncul lagi isu-isu negatif dan destruktif seperti adanya ancaman daerah tertentu yang ingin melepaskan diri dari ikatan kebangsaan Indonesia. Dalam pada itu, pergolakan daerah yang terjadi di akhir 1950-an jangan dibaca sebagai gerakan separatism, tetapi itu lebih banyak dipicu oleh semangat untuk menuntut keadilan dan otonomi daerah yang diterlantarkan oleh politik sentralistik saat itu.

Perhatian negara secara sungguh-sungguh terhadap pembangunan daerah di luar Jawa, baru menjadi massif di era pemerintahan Jokowi – JK (2014 – 2019), khususnya sejak dua tahun terakhir. Maka tidak mengherankan hasil terakhir dari beberapa lembaga survei menunjukkan bahwa kepuasan publik atas kinerja pemerintah sudah nyaris mendekati angka 80%. Ini angka yang dahsyat. Tetapi ingat bahwa angka ini belum sekaligus menunjukkan bahwa ikatan kebangsaan kita sudah kuat, tidak perlu dirawat lagi dengan alasan berikut ini.

Jika sejarah sebagai kritik kita pakai dalam meneropong perjalanan sejarah bangsa  yang terdiri dari ribuan pulau ini, maka sesungguhnya Indonesia sebagai bangsa masih dalam proses menjadi, belum jadi betul. Gangguan dan bahkan ancaman terhadap keberadaannya masih saja muncul, baik oleh pengaruh ideologi luar yang diimpor ke sini  oleh kelompok-kelompok sempalan yang ahistoris, maupun oleh kelalaian negara untuk menegakkan keadilan sebagaimana yang diperintahkan oleh sila kelima Pancasila; Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sejarah dalam tahap yang masih dalam “proses menjadi” ini tidaklah mengejutkan benar, karena kesadaran berbangsa satu itu baru muncul tahun 1920-an bersamaan dengan perubahan nama organisasi mahasiswa kita di negeri Belanda dari Indische Vereniging menjadi Indonesische Vereniging atau PI (Perhimpunan Indonesia) yang fenomenal itu. Sebelum itu yang disebut bangsa itu tidak lain dari suku-suku bangsa  dengan beragam subkulturnya masing-masing.

Ali Sastroamidjojo dalam autobiografinya menulis: “Bagi saya yang baru saja datang dari Jakarta (permulaan tahun 1923)…dengan suasana kolonialnya dan pergerakkan pemudanya yang masih bersifat kedaerahan, nama ‘Indonesische Vereniging’ ini sungguh menggoncangkan semua pendapat atau keyakinan yang saya bawa dari Tanahair. Arti persatuan bangsa Indonesia, belum pernah menjadi perhatian ‘Jong Java.’ Kesadaran kebangsaan saya baru sampai pada taraf kesukuan Jawa.”

Perasaan seperti yang dialami Ali ini, tentu dirasakan pula oleh mereka yang berasal dari suku-suku lain di Nusantara yang sedang belajar di Eropa ketika itu. Melalui tempaan revolusionerdan inspiratif dalam PI, maka perasaan keaderahan itu menjadi luluh untuk menyatu dan melebur dalam perasaan keindonesiaan yang padu. Selanjutnya tokoh PI ini bertutur: “Dari sebab itu turut mengalami saat-saat peralihan radikal di dalam perkembangan ‘Indische Vereniging’ menjadi ‘Indonesische Vereniging’ yang terjadi di Den Haag itu menyebabkan perubahan mental yang radikal pula di dalam jiwaku. Dengan segera sekali menipislah perasaan kesukuan  Jawa di dalam hatiku. Perasaan dan kesadaran baru segera tumbuh. Saya mulai sadar bahwa saya tidak hanya termasuk golongan  suku Jawa, melainkan menjadi sebagian dari pada suatu bangsa besar, ialah bangsa Indonesia.”

Amat jujur dan manis pengakuan historis Ali ini. Kesadaran keindonesiaan semisal Ali inilah  yang beberapa tahun kemudian  dikukuhkan di Batavia dalam Sumpah Pemuda 1928 yang terkenal itu.

Saya berharap sebelum tahun 2030 kesadaran kebangsaan semua suku di Indonesia, akan semakin menguat dan mendalam. Dan dalam proses politik kebangsaan yang dinamis selanjutnya, ungkapan (saya tidak tahu siapa penciptanya): “PerangAceh, cakap Minang, kuasa Jawa” dalam  realitas sosial-politik tidak akan berpengaruh lagi untuk menduduki posisi RI 1 atau RI 2 di Indonesia.

Siapa pun warga negara Indonesia punya hak sama untuk berada pada posisi itu, dengan syarat memenuhi kriteria sebagai negarawan petarung dengan visi keadilan yang tajam dan jujur untuk meneruskan estafet kerja besar yang sedang dilancarkan oleh Jokowi-JK sekarang ini.Semua kita harus siap menerima kedatangan seorang negarawan yang boleh jadi berasal dari Pulau Miangas atau dari Pulau Rote , dari Ternate atau dari Pulau Ende untuk memimpin Indonesia yang besar saat ini pada saatnya nanti .Pertimbangan suku untuk memilih Pemimpin dalam Perspektif semangat PI dan Sumpah Pemuda tidak relevan lagi.Karakter yang kuat dan komitmen yang jujur kepada prinsip keadilan harus dijadikan factor utama dalam proses perpolitikan nasional kita untuk memilih pemimpin puncak, dan semestinya juga pemimpin daerah.

Seterusnya perlu kita kutip apa kata Soekarno tentang makna kemerdekaan Indonesia, dan apa pula kata Mohammad Hatta tentang akhir penjajahan sebagai sebuah kepastian.Soekarno dalam naskah pembelaannya di depan pengadilan kolonial di Bandung tahun 1930 berkata : “ Kemerdekaan adalah syarat yang amat penting, bagi pembaikan kembali segala susunan pergaulan hidup suatu negeri bekas jajahan , suatu syarat yang amat penting bagi rekonstruksi nasionalnya.” Tanpa kemerdekaan, status rakyat Indonesia bukanlah sebagai manusia penuh, tetapi diperlakukan sebagai setengah manusia dan tunamartabat.

Sebelum itu pada 1928 di muka Mahkamah Belanda di Den Haag, Mohammad Hatta menegaskan :”Bahkan penjajahan Belanda di Indonesia akan berakhir, buat saya telah merupakan (sic.) suatu kepastian. Tinggal persoalan waktu saja lagi, cepat atau lambat, bukan ya atau tidak. Dan janganlah Nederland  memukau diri, bahwa kekuasaan kolonialnya akan kokoh egak sampai akhir jaman… penduduk Indonesia yang terbilang jutaan disiksa atas nama bangsa Belanda dan demi peradaban Belanda!”

Akhirnya, sebuah pertanyaan mendasar yang perlu dismpaikan dalam situasi kekinian adalah : Apakah bangsa ini sekarang sudah merdeka 100%, terbebas dari sistem penjajahan di bidang ekonomi  khusunya? Jawabannya kita semua sudah maklum.Dan situasi memalukan itu ,harus diubah dengan kekuatan rakyat kita sendiri sekarang dan seterusnya untuk sebuah rekonstruksi nasional yang adil, makmur,dan bermartabat.Kepemimpinan Jokowi-JK sudah melangkah ke arah kemerdekaan 100% tiu dengan segala kelemahan dan kekurangan di sana sini.

(Disampaikan dalam seminar ‘Bisikan dari Jogja’ prakarsa Pusdema Universitas Sanata Dharma-Galang Press, Yogyakarta, 21-22 Otober 2017)

 

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

DPR RI Minta Jepang Ajarkan ‘Smart Farming’ kepada Petani Muda Indonesia

Oleh

Fakta News
DPR RI Minta Jepang Ajarkan ‘Smart Farming’ kepada Petani Muda Indonesia
Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel, saat menerima delegasi dari partai berkuasa di Jepang, Liberal Democratic Party (LDP), di Ruang Delegasi, Gedung Nusantara III, DPR RI, Jakarta, Jumat (3/5/2024). Foto: DPR RI

Jakarta – DPR RI, melalui Wakil Ketua DPR RI Bidang Koordinator Industri dan Pembangunan (Korinbang) Rachmat Gobel, meminta Jepang untuk menerima petani muda Indonesia untuk belajar bertani dengan metode smart farming di negara tersebut. Hal itu ia sampaikan saat menerima delegasi dari partai berkuasa di Jepang, Liberal Democratic Party (LDP), di Ruang Delegasi, Gedung Nusantara III, DPR RI, Jakarta, Jumat (3/5/2024).

“Bukan untuk bekerja dan juga bukan untuk sekolah, tapi belajar praktik bertani yang baik dan berkualitas serta smart farming kepada petani muda Indonesia. Cukup satu tahun saja,” kata Gobel.

Gobel mengatakan, dunia sedangkan dihadapkan pada krisis pangan akibat perubahan iklim dan konflik geopolitik dunia. Perubahan iklim berdampak pada hadirnya cuaca panas yang tinggi atau curah hujan yang berlebihan dan tidak pasti. Sedangkan, konflik geopolitik berdampak pada kenaikan harga pupuk yang tinggi.

“Semua itu berakibat Indonesia melakukan impor beras dengan jumlah yang sangat besar. Padahal Indonesia adalah negara agraris, memiliki lahan yang luas, tanah yang subur, dan jumlah petani yang besar. Namun faktanya Indonesia harus impor beras dari berbagai negara seperti Myanmar, Vietnam, Thailand, India, dan Cina,” jelas Politisi Fraksi Partai NasDem itu.

Di sisi lain, kata Gobel, Jepang adalah negara yang memiliki keunggulan teknologi sehingga bisa menghasilkan produktivitas pertanian yang besar dan kemampuan menghadapi perubahan iklim. Selain itu, katanya, produk pertanian Jepang dikenal dengan cita rasa yang lezat dan memiliki harga yang bagus. Ia juga meminta Jepang mengajarkan pembuatan pupuk organik dan smart farming. Teknologi penggilingan beras Jepang, katanya, juga menghasilkan beras yang berkualitas.

Walaupun sudah melakukan impor beras dengan jumlah sangat besar, kata Gobel, secara ironis harga beras di Indonesia tetap tinggi.

“Harga beras premium di Indonesia mendekati harga beras di Jepang. Padahal kualitasnya sangat berbeda. Tentu ini memprihatinkan,” kata pria yang pernah ditunjuk Presiden Jokowi sebagai Utusan Khusus untuk Jepang tersebut.

Selain itu, katanya, karena jumlah petani di Indonesia sangat besar maka membangun pertanian akan secara otomatis akan meningkatkan kesejahteraan penduduk Indonesia.

“Jumlah penduduk Indonesia juga sangat besar. Jadi memecahkan masalah kebutuhan pokok ini akan sangat fundamental bagi kemajuan dan stabilitas Indonesia. Untuk itu, saya berharap Jepang dan Indonesia bisa meningkatkan kerja sama yang lebih erat di bidang pertanian ini,” jelasnya.

Selain itu, Gobel juga menyampaikan tentang pentingnya Jepang membagi teknologinya dalam pengolahan air bersih. Hingga saat ini, katanya, masalah penyediaan air bersih yang sehat masih merupakan tantangan besar bagi Indonesia.

“Air bersih higienis sangat penting dalam mengatasi stunting dan penyakit kulit. Dua hal ini masih merupakan problem mendasar bagi masyarakat lapis bawah Indonesia dan bagi peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Jepang memiliki kemampuan dan teknologi pengolahan air bersih yang sehat,” katanya.

Jika masalah pertanian dan penyediaan air bersih bisa diatasi Indonesia, kata Gobel, maka ekonomi Indonesia akan tumbuh lebih baik lagi. “Ini tentu saja juga akan baik bagi ekonomi kawasan di Asia Tenggara dan akan memiliki dampak yang baik pula bagi ekonomi Jepang. Jadi ini kerja sama yang sifatnya saling menguntungkan,” katanya.

Adapun Delegasi Jepang itu dipimpin oleh Ketua Badan Riset Kebijakan LDP, Tokai Kisaburo. Sedangkan anggota delegasinya antara lain Ketua Harian Badan Riset Kebijakan LDP Shibayama Masahito dan Kepala Sekretariat Badan Riset Kebijakan LDP Nakai Toyoron. Hadir pula Wakil Dirjen untuk urusan Asia Tenggara dan Asia Barat Daya Kementerian Luar Negeri Jepang Hayashi Makoto serta Duta Besar Jepang untuk Indonesia Yasushi Masahi.

Baca Selengkapnya

BERITA

Tindakan Penyimpangan Turis Nakal di Bali Harus Ditangani secara Bijaksana

Oleh

Fakta News
Tindakan Penyimpangan Turis Nakal di Bali Harus Ditangani secara Bijaksana
Anggota Komisi III DPR RI I Wayan Sudirta dalam foto bersama usai mengikuti pertemuan Kunjungan Kerja Reses Komisi III DPR RI di Denpasar, Bali. Foto: DPR RI

Denpasar – Tim Komisi III DPR RI melakukan Kunjungan Kerja Reses ke Denpasar, Bali. Salah satu yang disoroti Komisi III dalam Kunker Reses ini adalah banyaknya turis yang melakukan tindakan penyimpangan, seperti pelanggaran adat maupun tindakan semena-mena lainnya. Tak ayal,  tindakan tersebut kerap menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat setempat.

Menanggapi hal itu, Anggota Komisi III DPR RI I Wayan Sudirta berharap kepada Kapolda Bali Ida Bagus Kade Putra Narendra agar penanganan yang bijak terhadap pelanggaran, sambil tetap memperhatikan dan menghormati adat serta budaya Bali.

Oleh karena, menurut I Wayan, bahwa Bali memiliki cara tersendiri untuk menangani turis yang berulah. Sehingga, tidak bisa serta merta langsung dilakukan deportasi.

“Karena bagaimana pun orang Bali hidup dari sektor pariwisata. Sehingga sudah tidak asing dengan keberadaan turis. Namun, jangan juga sampai terlalu lemah karena turis yang berulah akan mengotori pariwisata-pariwisata yang ada, sehingga malah Bali bisa jatuh perekonomiannya. Jadi harus dicari solusi yang bijak,” ungkap I Wayan dalam pertemuan di Denpasar, Bali, Jumat (3/5/2024).

Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu pun menyampaikan apresiasinya terhadap Kapolda Bali beserta segenap jajarannya karena telah berhasil menangani banyak kasus dengan pendekatan restorative justice. Selain itu, Polda Bali juga dinilai telah bekerja sama baik dengan lembaga imigrasi yang berada di bawah lingkup Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenkumham Provinsi Bali dalam penanganan kasus penyimpangan turis.

“Saya juga tentunya mengapresiasi Kapolda Bali dan segenap jajaran atas kinerjanya. Bagaimana mereka mengawasi, serta menindak pelaporan-pelaporan yang ada rerlebih mengedepankan restorative justice sebagai jalan keluar penanganan kasus,” pungkasnya.

Menanggapi masukan tersebut, Kapolda Bali Ida Bagus Kade Putra Narendra juga sepakat dengan gagasan I Wayan Sudirta bahwa penanganan terhadap turis yang berulah harus dilakukan dengan hati-hati. Khususnya, mempertimbangkan dampaknya terhadap sektor pariwisata dan kelestarian budaya Bali.

“Kami akan bekerja sama, jika diperlukan lintas sektoral untuk menemukan solusi yang menghormati adat, budaya, dan kepentingan ekonomi masyarakat Bali,” ujar Ida Bagus.

Kunjungan kerja reses ini diharapkan dapat menjadi langkah awal menuju penanganan yang lebih baik terhadap turis nakal di Bali. Dengan pendekatan yang bijaksana dan kolaborasi lintas sektoral antara Kapolda Bali, institusi terkait, serta pemerintah daerah, diharapkan akan tercipta lingkungan pariwisata yang lebih aman, nyaman, dan berkelanjutan bagi wisatawan dan masyarakat setempat.

Baca Selengkapnya

BERITA

Peredaran Narkoba Beralih ke Ranah Daring, Johan Budi Minta Perkuat BNNP

Oleh

Fakta News
Peredaran Narkoba Beralih ke Ranah Daring, Johan Budi Minta Perkuat BNNP
Anggota Komisi III DPR Johan Budi saat bertukar cenderamata usai Rapat Kerja Tim Kunjungan Kerja Reses Komisi III DPR RI dengan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) di Denpasar, Bali, Kamis (02/05/2024). Foto: DPR RI

Denpasar Komisi III DPR RI mengungkapkan kekhawatirannya terhadap meningkatnya modus operandi peredaran narkoba yang beralih ke ranah daring (online) melalui platform media sosial dengan menggunakan modus kamuflase. Pernyataan ini disampaikan Anggota Komisi III DPR Johan Budi dalam Rapat Kerja Tim Kunjungan Kerja Reses Komisi III DPR RI dengan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) di Denpasar, Bali, Kamis (02/05/2024).

“Menarik sekali yang disampaikan BNN Provinsi Bali. Mereka menjelaskan adanya jual beli narkoba melalui online. Nah ini cukup mengagetkan buat saya, kok bisa narkoba ini diperjual belikan melalui online, hal ini terungkap ketika BNNP Bali menangkap tersangka di lapangan,” ungkapnya.

Dalam konteks ini, Johan Budi menekankan perlunya penguatan pada Badan Narkotika Nasional (BNN) untuk menghadapi perubahan modus operandi tersebut. Menurutnya, modus operandi peredaran narkoba akan selalu berubah-ubah. Untuk itu, perlu penguatan-penguatan kepada BNN agar lebih maksimal dalam memberantas peredaran narkoba ini. Selain itu, lanjutnya, kekurangan sumber daya manusia menjadi salah satu faktor, terutama di daerah, ada sebagian yang juga pegawainya atau penyidiknya cuma sedikit.

“Ini problem laten yang perlu segera diperbaiki. Saya sendiri ketika rapat dengan BNN di Komisi III mengusulkan, agar BNN ini diberi penguatan, termasuk penyediaan sumber daya manusia, infrastruktur yang ada di daerah, termasuk soal rehabilitasi,” pungkas Legislator Dapil Jatim VII ini.

Johan menambahkan, pusat rehabilitasi narkoba ini juga menjadi sangat penting dalam kaitannya dengan restorative justice bagi para pengguna narkoba. Pengguna narkoba, tambahnya, di beberapa negara itu dikategorikan sebagai korban, bukan pelaku, bukan tersangka, sehingga pusat rehabilitasi menjadi penting. Jadi yang sebetulnya tersangka itu seharusnya pengedar dan bandar.

“Menurut saya untuk pengguna narkoba dapat diselesaikan melalui restorative justice, dengan mendapatkan kesempatan untuk dilakukan rehabilitasi medis ataupun sosial, tanpa harus menunggu putusan dari pengadilan,” tutup Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini.

Johan berharap pertemuan Kunker Reses ini diharapkan dapat menjadi momentum bagi berbagai pihak, termasuk pemerintah dan lembaga terkait. Selain itu juga untuk mengimplementasikan strategi yang lebih efektif dalam mengatasi peredaran narkoba yang semakin canggih dan menyebar melalui platform digital. Langkah-langkah preventif dan represif yang terintegrasi diharapkan dapat mengurangi dampak negatif peredaran narkoba di masyarakat.

Baca Selengkapnya