Pemerintah Perlu Cari Jalan Lain Tutupi Defisit BPJS Kesehatan
Jakarta – Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 menjadi legitimasi bagi kebijakan naiknya iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) bidang Kesehatan per Januari 2020. Perpres yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 30 Oktober 2019 lalu menuai protes dari Komisi IX DPR RI. Pasalnya, pada periode 2014-2019, Komisi IX dengan tegas menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani menyayangkan Perpres tentang iuran BPJS Kesehatan diteken Presiden tanpa konsultasi dengan DPR RI. “Komisi IX terdahulu menyatakan menolak, loh ini kok langsung naik. Seperti cari jalan pintas saja atasi defisit BPJS Kesehatan,” ungkapnya melalui rilis yang diterima Parlementaria, Jakarta, Kamis (31/10/2019).
Komisi IX periode 2014-2019, lanjut Netty, meminta BPJS bidang Kesehatan untuk melakukan pembenahaan data kepesertaan terlebih dahulu sambil mencari jalan keluar untuk menutupi defisit yang terjadi.
“Tanpa adanya proses pembenahan data kepesertaan, dapat dipastikan (kenaikan iuran BPJS Kesehatan) akan membebani masyarakat. Saya pernah menemukan banyak kasus, rakyat yang sakit tidak bisa mendapatkan layanan BPJS Kesehatan karena menunggak iuran. Pendataan harus diperbaiki, apakah PBI (Penerima Bantuan Iuran) tepat sasaran? Apakah peserta mandiri yang menunggak memiliki kemampuan untuk membayar?” ungkapnya.
Ia mengigatkan bahwa penyediaan layanan kesehatan adalah kewajiban pemerintah kepada rakyat. Untuk itu, pemerintah diharapkan mencari cara untuk menangani defisit tanpa membebani masyarakat. “Jangan memudahkan urusan dengan melempar beban pada rakyat. Pemerintah harus membuat skala prioritas dalam memandang permasalahan, terutama tunggakan terhadap rumah sakit,” tururnya.
Selain penyelesaian defisit, Legislator Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu juga mengigatkan agar Pemerintah terus menggalakkan program hidup sehat sebagai upaya menjaga kesehatan rakyatnya. “Aspek preventif harus terus dilakukan oleh pemerintah,” tegasnya.
Terakhir, Netty berharap, ke depannya pemerintah harus membantu BPJS Kesehatan untuk membenahi diri dengan baik, berkolaborasi secara harmonis dengan lembaga negara terkait, melayani dengan kemudahan akses pada peserta, memiliki manajemen yang transparan, meringankan dalam kerja sama dengan mitra, dan sukses serta sehat dalam perspektif semua komponen dalam ekosistem kesehatan.
“BPJS kan badan yang filosofi pendiriannya adalah penyelenggara jaminan kesehatan sosial masal yang harus berpihak pada rakyat, menyehatkan semua, dan menjadi cara pemerintah menunaikan kewajiban konstitusional. Jadi, orientasinya adalah pelayanan, bukan profit. Pengelolanya juga harus memiliki mind set sebagai pelayan, bukan eksekutif perusahaan yang targetnya adalah membukukan profit. Ini yang harus dibenahi agar tidak terjadi fraud yang selama ini ditengarai juga menjadi penyebab BPJS Kesehatan tidak sehat secara keuangan,” tutupnya.
Untuk diketahui, dalam Perpres Nomor 75 Tahun 2019 rincian kenaikan iuran untuk peserta mandiri yang berlaku mulai Januari 2020 adalah Kelas III dari 24.000 menjadi 42.000, Kelas II dari 51.000 menjadi 110.000 dan Kelas I dari 81. 000 menjadi 160.000. Sedangkan untuk peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang iurannya ditanggung negara, kenaikannya dari 24.000 menjadi 42.000 dan dihitung per Agustus 2019. Secara hitungan, kenaikan tersebut mendekati 100 persen. (rnm/es)
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.