Pemerintah Diminta Tingkatkan Tes PCR untuk Putus Rantai Covid-19
Jakarta – Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati menegaskan mata rantai penyebaran pandemi virus Corona (Covid-19) harus segera diputus. Salah satunya dengan memasifkan tes Polymerase Chain Reaction (PCR). Jika hal itu tidak dilaksanakan, menurutnya akhir dari pandemi ini di Indonesia dipastikan bakal sangat lambat.
“Sudah waktunya mengambil langkah cepat melakukan tes PCR secara masif. Dengan demikian bisa segera dilakukan Tracing, Clustering dan Containing terhadap pasien dan semua kontak pasien,” kata politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu melalui rilis yang diterima Parlementaria, Kamis (23/4/2020).
Saat ini, kemampuan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI melakukan tes berbasis PCR masih sangat terbatas. Pada Rabu, 22 April 2020 misalnya, hanya dilakukan pengujian terhadap 1.188 pasien Covid-19. Padahal, Presiden Joko Widodo pada 13 April 2020 lalu meminta Kemenkes melakukan 10.000 pengujian setiap hari.
Menurut Mufida, jika dibandingkan dengan negara lain, jumlah tes masif per hari di Indonesia juga masih sangat rendah. Per 21 April misalnya, berdasarkan data Worldmeter, Indonesia baru sekitar 182-an tes per 1 juta populasi. Sementara Malaysia sudah 3.344 tes per 1 juta populasi. “Filipina yang kondisinya relatuf sama dengan kita, sudah mampu melakukan 547 tes per 1 juta penduduk. Bahkan Colombia sudah melakukan 1.281 tes per 1 juta penduduk,” ungkap Mufida lebih lanjut.
Jika tes masif berbasis PCR ini tidak segera ditingkatkan, Mufida khawatir, akhir dari pandemi Covid-19 di Indonesia ini bakal sangat lamban. Selain tes masif PCR, lanjut Mufida, pemerintah juga harus mempercepat hasil tes Laboratorium. Semakin banyak korban yang meninggal, dimakamkan dengan proses Standard Operating Procedure (SOP) Covid-19, padahal hasil tesnya belum keluar dan belum tentu positif.
“Hal ini sangat menyayat hati keluarga korban. Belum lagi jika terjadi penolakan pemakaman jenazah. Pemerintah harus bertanggung jawab penuh dalam hal ini,” tegas Mufida. Mufida menambahkan, semua kebutuhan alat dan obat untuk proses tes masif dan tes di laboratorium harus disediakan oleh pemerintah pusat, agar semua upaya pemutusan mata rantai penyebaran bisa segera efektif.
Ditambahkan Mufida, refocusing maupun realokasi anggaran Kemenkes harus memadai nilainya untuk pelaksanaan aksi prioritas ini. Penyediaan alat tes merupakan langkah hulu dalam penanganan pandemi ini. Maka, saat ini juga harus ditingkatkan. “Inilah saatnya negara hadir melindungi rakyatnya dengan melakukan intervensi dalam strategi pemutusan mata rantai penyebaran Covid-19,” tandas Mufida.
Legisator dapil DKI Jakarta I itu juga menilai, efektifitas Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang kini diterapkan di sejumlah daerah, akan dapat tercapai jika didukung dengan aksi tes masif berbasis kelurahan. “Dengan demikian bisa langsung terlacak di tengah masyarakat, mana yang ODP dan PDP, selanjutnya dilakukan isolasi supaya tidak menyebar lebih luas,” tutupnya. (rnm/sf)
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.