Connect with us

Pastikan Terapkan Protokol Kesehatan, Ganjar Pantau Pelaksanaan Sekolah Tatap Muka di Temanggung

Temanggung – Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mengunjungi dua sekolah yang menjadi role model pembelajaran tatap muka di Kabupaten Temanggung, Kamis (10/9/2020). Kunjungan dilakukan untuk memastikan pelaksanaan uji coba berlangsung aman dan sesuai protokol kesehatan yang ditetapkan.

Dua sekolah yang dikunjungi Ganjar di Temanggung adalah SMKN 1 Temanggung dan SMAN 1 Parakan Temanggung. Di dua sekolah itu, Ganjar dengan teliti mengecek persiapan sekolah, mulai pemenuhan sarana prasarana, penerapan protokol kesehatan hingga pembatasan jumlah siswa yang masuk.

Di dua sekolah itu, Ganjar melihat pemenuhan sarana prasarana sudah cukup memadai. Mulai penyiapan tempat parkir yang dibatasi, penyediaan tempat cuci tangan di depan kelas, pengecekan suhu tubuh, dan fasilitas lainnya. Papan-papan imbauan dan peringatan juga terpasang di sudut-sudut ruangan sekolah.

Ganjar juga masuk ke ruang-ruang kelas dan ruang praktek untuk melihat sendiri proses belajar mengajar dengan cara tatap muka. Di dua sekolah itu, tidak semua siswa boleh masuk. Mereka dibatasi, dan hanya yang memiliki kendaraan pribadi atau diantar orang tua yang boleh sekolah. Sementara siswa yang biasa naik angkutan umum, masih diminta belajar di rumah.

Di SMKN 1 Temanggung, ada 72 siswa yang masuk setiap hari dengan dibagi menjadi 6 rombongan belajar (rombel), sehingga masing-masing rombel berisi 12 siswa. Sementara di SMAN 1 Parakan Temanggung, ada 102 siswa dibagi menjadi 6 kelas, masing-masing 17 siswa.

“Semuanya sudah bagus, persiapannya sudah dilakukan optimal. Memang yang agak sulit itu jaga jarak, karena biasanya anak-anak itu tidak sadar ngobrol bareng, jawil-jawilan dan lainnya. Padahal, itu bahaya,” kata Ganjar kepada para guru di dua sekolah itu.

Ganjar pun mengajak dialog siswa-siswi yang mengikuti belajar mengajar tatap muka di sekolah. Ganjar memastikan, bahwa semua siswa yang masuk ke sekolah itu, mendapat izin dari orang tua.

Selain itu, Ganjar juga mengorek kesulitan para siswa menghadapi pembelajaran tatap muka di masa pandemi. Dari para siswa itu, Ganjar mendapatkan keterangan, bahwa yang paling sulit adalah taat untuk menjaga jarak.

“Nanti kalau ada temenmu yang nyedak-nyedak, langsung keplak (kalau ada yang mendekat, langsung pukul),” seloroh Ganjar kepada para siswa sambil tertawa.

Secara keseluruhan, Ganjar melihat uji coba sekolah tatap muka di Temanggung sudah berjalan bagus. Semua siswa yang masuk dipastikan mendapat izin dari orang tua, dan mereka semuanya tidak berangkat menggunakan angkutan umum.

“Tinggal bagaimana guru disiplin menjaga ini, sehingga semuanya berjalan lancar. Saya tegaskan, ini bukan coba-coba, ini menyiapkan bagaimana agar anak-anak bisa beradaptasi. Sudah hari keempat pelaksanaan uji coba ini, dan alhamdulillah berjalan lancar,” ucap Ganjar.

Ganjar mengatakan akan terus mengevaluasi sistem ini. Ia juga meminta, pihak sekolah ketat dan disiplin dalam melaksanakan protokol kesehatan.

“Kalau perlu ada polisi sekolah, bisa kepala sekolah, guru atau ketua kelas untuk patroli, mengingatkan apabila ada yang melanggar,” pungkasnya.

Sementara itu, para siswa menyambut baik program uji coba sekolah tatap muka itu. Menurut mereka, uji coba ini bisa digunakan untuk persiapan apabila sekolah nantinya dibuka kembali pasca pandemi.

“Seneng sekali bisa sekolah lagi, sudah lama bosan belajar di rumah. Kalau belajar di sekolah, lebih mudah paham karena diterangkan langsung,” kata Annisa Aprilia, kelas 2 SMKN 1 Temanggung.

Terkait keamanan siswa, menurut Annisa hal itu bisa dijaga dengan baik. Selama pihak sekolah sudah menyiapkan sarana prasarana dan penerapan protokol kesehatan ketat, maka siswa akan aman belajar di sekolah.

“Kalau protokol kesehatan ketat, dan siswa juga disiplin mematuhinya, semuanya akan aman. Memang selama ini, yang paling sulit ya jaga jarak, karena biasanya dulu kalau ketemu teman sering ngrumpi. Tapi sekarang, semuanya harus belajar untuk jaga jarak demi keselamatan bersama,” pungkasnya.

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Target APK Pendidikan Tinggi Tidak Mungkin Tercapai Jika Biaya Kuliah Mahal

Oleh

Fakta News
Target APK Pendidikan Tinggi Tidak Mungkin Tercapai Jika Biaya Kuliah Mahal
Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah saat kunjungan kerja reses di Kota Medan, Sumatera Utara, Senin (06/05/2024). Foto : DPR RI

Medan – Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap mahalnya biaya pendidikan tinggi di perguruan tinggi negeri. Menurutnya, dengan mahalnya biaya pendidikan tinggi itu dapat menghambat pencapaian target pemerintah dalam meningkatkan Angka Partisipasi Kasar (APK) perguruan tinggi. Menurut data tahun 2023, APK untuk laki-laki hanya 29,12 persen dan untuk perempuan 33,87 persen, angka yang jauh dari target yang diharapkan.

Konsekuensinya, tambah Ledia, dengan biaya pendidikan yang sangat mahal  itu banyak calon mahasiswa yang terhambat untuk melanjutkan pendidikan. “Dengan mahalnya perguruan tinggi negeri ini, bagaimana mungkin kita bisa mencapai target APK yang lebih baik jika banyak anak-anak kita yang tidak mampu melanjutkan pendidikan karena biaya?” ujar Ledia kepada Parlementaria, di Kota Medan, Sumatera Utara, Senin (06/05/2024).

Diketahui, Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi (PT) adalah perbandingan antara jumlah penduduk yang masih bersekolah di jenjang pendidikan Perguruan Tinggi (PT) (tanpa memandang usia penduduk tersebut) dengan jumlah penduduk yang memenuhi syarat resmi penduduk usia sekolah di jenjang pendidikan Perguruan Tinggi (PT) (umur 19- 23 tahun).

Ledia pun mengkritik sistem Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang berlaku di banyak perguruan tinggi, yang menurutnya masih memberatkan bagi sebagian besar calon mahasiswa. “Ada perguruan tinggi dengan sistem UKT yang sangat tinggi, dan ada pula yang menengah namun tetap mahal, belum lagi adanya uang pangkal yang harus dibayar di awal,” ujar politisi Alumni Master Psikologi Terapan dari Universitas Indonesia ini.

Ledia juga menyoroti perlunya sebuah sistem pendidikan tinggi yang lebih pro kepada masyarakat, terutama bagi warga negara Indonesia yang memiliki kemampuan akademis namun ada keterbatasan ekonomi. “Kita perlu membuat sistem yang lebih baik, yang lebih mendukung anak-anak kita untuk bisa kuliah tanpa dibebani biaya yang tidak mampu mereka tanggung,” ujar Politisi Fraksi PKS ini.

Lebih lanjut, Ledia menegaskan bahwa pendidikan tinggi harus diakses oleh semua lapisan masyarakat. “Kita membuat kampus itu mandiri, namun bukan berarti kita bisa mengabaikan warga negara Indonesia, terutama anak-anak muda kita yang sebenarnya punya kemampuan dalam akademisnya tapi tidak dalam ekonominya,” ujarnya.

Kebijakan saat ini, menurut Ledia, harus segera dibahas dan diperbaiki, dengan keterlibatan langsung dari kampus-kampus dan pemerintah untuk mencari solusi yang efektif. “Perlu ada diskusi serius antara pemerintah dengan perguruan tinggi untuk menata ulang sistem pendanaan pendidikan tinggi di negara kita,” tutur Ledia.

Dalam mencari solusi, Ledia juga menyarankan agar perguruan tinggi negeri bisa terhubung lebih baik dengan program beasiswa dan bantuan finansial lainnya yang bisa membantu meringankan beban mahasiswa. “Harus ada lebih banyak opsi beasiswa dan bantuan finansial yang dapat diakses oleh mahasiswa yang membutuhkan,” ucap Ledia.

Ledia berharap bahwa dengan perbaikan sistem yang lebih inklusif dan mendukung, Indonesia bisa mencapai tujuan menjadi negara dengan sumber daya manusia yang unggul pada 2045. “Ini semua tentang membangun fondasi yang kuat untuk pendidikan tinggi di Indonesia, memastikan semua anak berhak dan mampu mendapatkan pendidikan yang layak,” pungkasnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

Geramnya Komisi II terhadap Biaya PBB yang Membengkak Akibat Sertifikat Tanah

Oleh

Fakta News
Geramnya Komisi II terhadap Biaya PBB yang Membengkak Akibat Sertifikat Tanah
Anggota Komisi II DPR RI Rosiyati MH Thamrin saat Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi II ke Maros, Sulawesi Selatan, Senin (06/05/2024). Foto : DPR RI

Maros – Anggota Komisi II DPR RI Rosiyati MH Thamrin mengecam kebijakan terkait sertifikat tanah yang merugikan masyarakat. Dalam pernyataannya, ia menyampaikan keprihatinannya terhadap biaya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang melonjak drastis setelah penerbitan sertifikat tanah.

“Sangat disayangkan melihat betapa besarnya biaya PBB yang harus ditanggung masyarakat setelah memiliki sertifikat tanah. Hal ini menjadi hambatan besar bagi petani dan pengguna lahan lainnya untuk mendaftarkan tanah mereka,” ujar Rosiyati MH Thamrin saat Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi II ke Maros, Sulawesi Selatan, Senin (06/05/2024).

Menurutnya, masyarakat enggan membuat sertifikat tanah karena adanya komponen biaya PBB yang meningkat secara signifikan setelah kepemilikan tanah tersebut bersertifikat. Hal ini berdampak negatif terutama bagi para petani dan pengguna lahan lainnya yang mayoritas hidup dengan penghasilan terbatas.

Rosiayati pun menyerukan pentingnya koordinasi antara pemerintah daerah dan Dinas Pajak untuk meninjau ulang kebijakan terkait tarif PBB. “Saya berharap agar Dinas Pajak dapat mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat yang terdampak dan menyesuaikan tarif PBB dengan lebih adil,” tambahnya.

Kemudian, Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu juga menegaskan bahwa pembenahan terhadap kebijakan tersebut penting dilakukan agar masyarakat merasa lebih terbantu dan terjamin hak-haknya atas tanah yang mereka miliki.

“Pemerintah harus fokus pada upaya mempermudah akses masyarakat terhadap kepemilikan tanah dengan biaya yang terjangkau, sehingga tidak menghambat pembangunan dan kesejahteraan masyarakat,” tutupnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

PON XXI Sebentar Lagi, Pembangunan Venue Ternyata Belum Tuntas!

Oleh

Fakta News
PON XXI Sebentar Lagi, Pembangunan Venue Ternyata Belum Tuntas!
Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah saat mengikuti Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi X DPR RI, di Kota Medan Sumatera Utara, Senin (06/05/2024). Foto: DPR RI

Medan – Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah mengungkapkan, kekhawatirannya terkait kesiapan pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI yang dijadwalkan pada September 2024 di Aceh dan Sumatera Utara. Ledia menyatakan bahwa meskipun pemerintah daerah telah berkomitmen dengan mengalokasikan dana besar, masih terdapat kekurangan yang perlu ditangani oleh pemerintah pusat.

“Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah mengeluarkan anggaran sekitar Rp2,1 triliun, dan belum lagi dari Pemerintah Kabupaten/Kota dari APBD untuk pembangunan venue dan lain-lain. Namun, ada beberapa hal penting yang masih harus di-cover oleh pemerintah pusat,” ujar Ledia, Medan, Sumatera Utara, Senin (6/5/2024).

Menurutnya, masih ada kebutuhan dana tambahan untuk menyelesaikan infrastruktur yang belum rampung. “Persoalnnya ada hal yang harus dicover oleh pemerintah pusat, apakah itu bisa selesai atau enggak. Kita belum tahu sampai sekarang pemerintah daerah juga enggak bisa apa-apa, itu sangat tergantung dari pusat,” ujarnya.

Ledia juga menyampaikan bahwa Komisi X DPR RI telah mengusulkan agar penundaan PON hingga awal tahun 2025 untuk memastikan semua persiapan bisa tuntas. “Beberapa dari kami sudah mengusulkan untuk ditunda sampai Januari atau Februari 2025 sehingga penyelenggaraannya bisa berjalan dengan baik dan tidak terburu-buru,” tegas Ledia.

Selain itu, Ledia menekankan bahwa ada kesamaan situasi dengan PON sebelumnya di Papua, yang juga harus diundur karena pandemi COVID-19. “Situasinya serupa dengan apa yang terjadi di Papua. Jika memang belum siap, jangan dipaksakan,” tegasnya.

Ledia juga berharap dengan waktu yang masih ada, bisa di optimalkan dengan baik. “Harapan nanti penyelenggarannya bisa berjalan dengan baik, karena ini baru pertama kali diselenggarakan di dua  provinsi, belum lagi setelah itu ada peparnas untuk disabilitas. Nah jadi memang harusnya lebih matang, kalau memang belum siap jangan dipaksakan,” ungkap Ledia.

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah berkomitmen untuk juga menggunakan venue yang sudah ada dengan memperbaikinya. Namun, Ledia menyatakan, “Sekarang ini yang ditunggu adalah dukungan anggaran dari pemerintah pusat, bisa atau tidak,” ungkapnya.

Ditambah lagi, menurut Ledia, “Telah dianggarkan dari Kementerian Pemuda dan Olahraga sebanyak Rp300 miliar untuk biaya operasional seperti pembayaran wasit dan juri, namun untuk infrastruktur, kecepatan penyelesaian dari pemerintah pusat masih menjadi tanda tanya”.

Kekhawatiran terus mengemuka seiring dengan mendekatnya waktu pelaksanaan PON XXI, dengan banyak pihak berharap agar pemerintah pusat dapat segera mengambil tindakan untuk menyelesaikan persiapan yang masih tertunda.

Baca Selengkapnya