Mengembalikan Kejayaan Rempah-rempah Nusantara
Jakarta – Indonesia yang dulu dikenal penghasil rempah-rempah dunia, kini ingin kembali meraih kejayaan tersebut. Hal itu diungkapkan Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman. Menurutnya, ia akan mengembalikan kejayaan rempah Indonesia paling cepat sepuluh tahun.
Untuk mencapai target tersebut, dilakukan pengalokasian anggaran bantuan bibit dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBNP) 2017. “Anggaran Rp 5,5 triliun untuk bibit. Ini baru APBNP,” ujar pria yang kerap dipanggil Amran di Ambon, seperti yang tertera dalam keterangan tertulis, Rabu (4/10/2017).
Kejayaan rempah-rempah itu, dulu dihasil oleh daerah-daerah di wilayah Maluku dan Maluku Utara. Karena itu, menurut Amran, akan ada bantuan dana sebesar Rp 200 miliar yang akan diberikan untuk Provinsi Maluku dan Maluku Utara dengan dana masing-masing Rp 100 miliar. “Bila terjadi kekurangan dana, pemerintah masih menyediakan anggaran dana dalam waktu tiga tahun ke depan,” katanya.
Amran pun, meminta kepala dinas terkait untuk mengalokasikan bantuan tersebut ke daerah-daerah yang memiliki keunggulan masing-masing. Bahkan, Amran juga memberi bantuan berupa alat mesin pertanian (alsintan) berupa traktor sebanyak 20 unit.
Rempah-rempah yang pernah jaya (foto : istimewa)
Sebagai upaya menyejahterakan petani, Amran turut mendorong investor untuk datang dan membangun industri pengolahan juga menjual produk-produk jadi. Amran, juga meminta pihak perguruan tinggi berpartisipasi pada kegiatan-kegiatan yang dapat mengembalikan kejayaan rempah Indonesia. Mereka diharapkan berperan sebagai pendamping agar implementasi di lapangan berjalan lebih baik.
Tiga Program Utama
Untuk mengembalikan kejayaan rempah Indonesia, Direktur Tanaman Semusim dan Rempah Ditjen Perkebunan Kementan Agus Wahyudi mengungkapkan, terdapat tiga program utama yang akan dilakukan. “Program itu adalah melakukan peremajaan, melakukan perluasan lahan di beberapa daerah, serta mengembangkan kelembagaan ekonomi yang belum terkoordinasi. Jadi nanti mulai dari hulu ke hilir bisa dikoordinasi dalam kawasan-kawasan tertentu,” jelas Agus, pada Agustus lalu.
Tahun ini, Kementan sedang melakukan identifikasi, terutama pada ketersediaan bibit unggul yang akan digunakan untuk peremajaan dan perluasan. “Tahun ini kami sudah mulai menyiapkan bibit-bibit untuk peremajaan di tahun 2018. Jadi tahun 2018 sudah siap,” tutur Agus.
Hal yang sama diungkapkan Kabul Indarto, Ketua Asisiasi Petani Jahe Organik (Astajo). Menurutnya, pemerintah daerah memang sudah menyediakan bibit-bibit unggul kepada para petani. “Pemda memiliki anggaran tertentu dalam penyediaan bibit unggul. Selama ini pemda memesan bibit ke kami untuk diberikan kepada petani-petani di Indonesia,” ujarnya.
Saat ini, menurut Agus, yang menjadi fokus utama adalah mengembangkan produksi pala, lada, dan cengkeh. Tiga rempah tersebut menjadi prioritas karena dianggap memiliki potensial yang lebih besar dibandingkan komoditas lainnya.
Kebon bibit tanaman rempah (foto : Pusat Penyuluhan Kementan)
“Pala kita itu masih nomor 1 secara kuantitas, namun kualitasnya belum. Lada juga berada di posisi 2 atau 3 di dunia, sementara cengkeh merupakan komoditas yang menjadi kebutuhan dalam negeri. Kita berharap bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri baik secara kualitas dan kuantitas,” tutur Agus.
Meski begitu, Agus menyebut, terdapat komoditas spesifik daerah yang ingin dikembangkan. Contohnya, kayu manis di Sumatra Barat dan Kerinci, gambir di Sumatra Utara, serta vanili yang permintaannya terus tumbuh. “Vanili ingin dikembangkan lagi karena Indonesia belum mampu menyuplai komoditas ini, sementara harganya bisa mencapai Rp 4 juta per kg,” jelas Agus.
Meskipun pemerintah sudah melakukan program-program pengembalian kejayaan rempah, namun dia mengatakan, hasilnya baru bisa dilihat 3-5 tahun mendatang.
Ekspor Rempah ke Arab Saudi Tumbuh
Kembalinya kejayaan rempah Indonesia, bukan halyang mustahil. Lihat saja, catatan Kementerian Perdagangan (Kemdag), pertumbuhan ekspor rempah-rempah Indonesia ke Arab Saudi tumbuh 51,17%. Hal ini terjadi karena, Arab Saudi harus mencukupi kebutuhan jamaah haji dan umroh yang selalu datang dalam jumlah besar setiap tahun.
Kepala Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) Jeddah Gunawan mengatakan, hal ini terlihat setelah kunjungan bisnis Tim Ekonomi dan Perdagangan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah ke perusahaan Salem Bin Mahfooz pada akhir Januari lalu. Ia bilang, komoditas rempah-rempah memiliki pangsa pasar yang sangat besar di Arab Saudi.
“Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik yang diolah Kemdag, rempah-rempah merupakan komoditas potensial yang diekspor ke Arab Saudi dengan pertumbuhan ekspor sebesar 51,17%,” jelas Gunawan, beberapa waktu lalu..
Ia menjelaskan, ekspor rempah – rempah Indonesia ke Arab Saudi sampai Oktober 2015 mencapai US$ 7,72 juta. Pada Oktober di 2016, ekspornya melebihi target penjualan 2015 dengan pencapaian senilai US$ 9,04 juta.
Salem Bin Mahfooz, merupakan salah satu perusahaan importir rempah-rempah dari Indonesia. Perusahaan ini akan melakukan ekspansi pasar bahan mamin dari Indonesia yang sudah mendapatkan conformity assessment dari pemerintah Arab Saudi. Bahan mamin tersebut akan diekspor kembali ke negara-negara Gulf Cooperation Council (GCC) dan di Afrika, seperti Sudan, Sinegal, Maroko, dan Tunisia.
Dalam kunjungan bisnis tersebut, pihak Salem Bin Mahfooz antusias untuk menambah impor bahan mamin dari Indonesia, seperti minyak goreng, kopi, dan mamin olahan. Permintaan berbagai rempah-rempah, seperti kayu manis, cengkeh, dan kapulaga juga cukup besar.
M Riz
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.