Menanti Pertarungan Seru di Lelang Frekuensi 2,1 GHz dan 2,3 GHz
Jakarta – Proses lelang spektrum frekuensi kini sedang berlangsung di Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo). Untuk itu, seluruh operator telekomunikasi telah melengkapi dokumen persyaratan lelang spektrum frekuensi ke Kominfo. Telkomsel mengikuti lelang di kedua frekuensi, sedangkan Indosat belum mau mengungkapkan objek lelang yang diincar.
Seluruh operator telekomunikasi existing, Plt. Kepala Biro Humas Kemenkominfo Noor Izza mengungkapkan, operator-operator itu telah mendaftarkan diri menjadi peserta lelang. Mereka wajib mengikuti proses lelang sesuai prosedur yang ditetapkan Kemkominfo dalam seleksi lelang frekuensi 2.100 MHz dan 2.300 MHz.
PT Indosat Tbk. dan PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) menyatakan telah melengkapi seluruh dokumen persyaratan permohonan lelang yang akan diajukan ke Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) pada seleksi lelang frekuensi 2.100 MHz dan 2.300 MHz.
Group Head Corporate Communication Indosat Ooredoo, Deva Rachman mengemukakan, pihaknya telah mengirimkan semua dokumen persyaratan untuk mengikuti proses lelang itu ke Kemkominfo. Menurutnya, saat ini Indosat Ooredoo tengah menunggu pengumuman lelang dimulai dan dia enggan menanggapi frekuensi yang akan diikuti oleh Indosat Ooredoo.
”Kami sudah menyusun dan mengirimkan dokumen permohonan lelang itu, jadi sekarang kami tinggal menunggu pengumuman saja,” tutur Deva di Jakarta, Senin (9/10) malam.
Hal senada disampaikan Vice President Corporate Communication Telkomsel Adita Irawati, yang tengah harap-harap cemas menunggu pengumuman dimulainya lelang frekuensi tersebut. Dia menjelaskan, Telkomsel juga telah menyiapkan seluruh persyaratan dokumen terkait lelang frekuensi 2.100 MHz dan 2.300 MHz. “Kami sudah mengikuti semua proses sesuai jadwal yang ditetapkan oleh Kominfo. Kami akan ikut kedua lelang frekuensi itu,” katanya.
Sebagaimana diketahui, lelang hanya dapat diikuti oleh penyelenggara telekomunikasi yang telah memiliki izin Penyelenggaraan Jaringan Bergerak Seluler. Seleksi ini, bertujuan untuk menambah pita frekuensi radio bagi Penyelenggara Jaringan Bergerak Seluler (operator) dalam meningkatkan kapasitas jaringan bergerak seluler dan mencapai target kecepatan minimal akses bergerak dalam Rencana Pitalebar Indonesia 2014-2019.
Seleksi ini juga bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi Penyelenggara Jaringan Bergerak Seluler untuk meningkatkan kualitas layanan secara maksimal kepada pengguna jaringan bergerak seluler yang seluas-luasnya.
Adapun alokasi dari masing-masing frekuensi yang dilelang, ialah dua blok di 2,1 GHz dengan lebar pita masing-masing 5 MHz berjenis Frequency Division Duplexing (FDD). Frekuensi ini berada di rentang 1970–1975 MHz berpasangan dengan 2160-2165 MHz (Blok 11) dan rentang 1975-1980 MHz berpasangan dengan 2165–2170 MHz (Blok 12).
Sedangkan pita frekuensi 2,3 GHz yang terdiri dari satu blok pita frekuensi dengan lebar pita frekuensi sepanjang 30 MHz berjenis TDD. Frekuensi ini berada pada rentang 2300-2330 MHz.
Jalan Panjang Lelang Frekuensi
Rencana lelang frekuensi 2,1 Ghz dan 2,3 Ghz itu, sebenarnya sudah direncanakan sejak akhir 2015 silam. Lelang itu, khususnya untuk meningkatkan kapasitas layanan telekomunikasi kepada masyarakat serta pencapaian target Rencana Pita Lebar Indonesia 2014-2019. Saat itu Menkominfo Rudiantara menyebutkan, bahwa tahun 2016 Kemenkominfo merencanakan membuka lelang di frekuensi 2100 MHz dan juga di frekuensi 2300 Mhz untuk meningkatkan kapasitas di kota-kota besar.
Frekuensi 2.1 GHz sendiri memang sudah lama cukup kosong dari tahun 2013, dan utilisasi frekuensi 2.3 GHz dimulai pada tahun 2015 melalui Smartfren serta menyisakan blok 30 MHz yang “menganggur”.
Rencana tersebut sempat lama tenggelam sepanjang tahun 2016. Isu kesepakatan internal yang tak kunjung berbuah hasil sempat mencuat di pertengahan tahun 2016. Saat itu diisukan, para pengambil keputusan di Kemenkominfo belum satu suara soal aturan main lelang frekuensi tersebut.
Namun, menurut Direktur Penataan Sumber Daya Frekuensi Kementerian Kominfo, Titon Dutono waktu itu, lelang frekuensi tetap akan dilaksanakan pada tahun 2016 meskipun Kemenkominfo belum menemui kesepakatan mengenai peserta lelang, harga, komitmen, metode lelang yang akan dipilih, serta jumlah blok yang akan dilelang.
Titik terang mulai terlihat di awal tahun 2017. Pada awal tahun tersebut Menkominfo Rudiantara menyatakan, Kemenkominfo siap mengadakan lelang frekuensi kosong di 2.1 GHz dan 2.3 GHz.
Lelang tersebut, menurut Rudiantara waktu itu menegaskan, bahwa lelang tersebut hanya ditujukan kepada operator yang sudah berada pada dua frekuensi tersebut dengan alasan operator yang sudah ada lebih butuh kapasitas di kota-kota besar. Pria yang disapa Chief RA ini juga menyebutkan, lelang pita frekuensi 2,1 GHz dilelang dua blok yang masing-masingnya 5 MHz. Sedangkan, pita frekuensi 2,3 GHz sebanyak 15 MHz dari total yang kosong sebesar 30 MHz.
Untuk mendukung pelaksanaan lelang ini waktu itu, Kemenkominfo akan mengeluarkan Rencana Peraturan Menteri Tata Cara Seleksi Pengguna Pita Frekuensi Radio 2.1 GHz dan 2.3 GHz untuk Penyelenggaraan Jaringan Bergerak Seluler. Sebelum pengeluarkan Peraturan Menteri tersebut, Kemenkominfo membuka Konsultasi Publik Rancangan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Mengenai Tata Cara Seleksi Pengguna Pita Frekuensi Radio 2.1 GHz dan 2.3 GHz Untuk Penyelenggaraan Jaringan Bergerak Seluler.
Konsultasi publik, juga sejalan dengan semangat keterbukaan, transparansi, dan partisipasi publik dalam membuat perundang-undangan yang digalakkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pengumuman konsultasi publik ini dilakukan melalui Siaran Pers Kementerian Komunikasi dan Informatika NO.29/HM/KOMINFO/2/2017.
PIKERTI sebagai organisasi netral dan independen yang berbasiskan akademisi juga ikut turut memberikan masukan kepada Kemenkominfo melalui tanggapan konsultasi publik tersebut. PIKERTI menekankan 14 (empat belas) poin tata cara pelelangan dengan berlandaskan semangat pencapaian kemakmuran yang seluas-luasnya untuk bangsa Indonesia sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945. Adapun dokumen masukan PIKERTI tersebut dapat diunduh pada link ini. PIKERTI juga memiliki dokumen penjelasan Optimasi Pita Frekuensi 2100 dan 2300 MHz yang dapat diunduh pada link ini sebagai salah satu dasar masukan dari PIKERTI.
Meskipun berjalan dalam banyak sorotan dan kritik tajam dari berbagai pihak, pada akhirnya Kemenkominfo membuka Seleksi Pengguna Pita Frekuensi Radio 2.1 Ghz dan Pita Frekuensi Radio 2.3 Ghz Tahun 2017 Untuk Keperluan Penyelenggaraan Jaringan Bergerak Seluler melalui Siaran Pers No. 182/HM/KOMINFO/09/2017 per tanggal 29 September 2017.
Bersamaan dengan siaran pers tersebut, Kemenkominfo juga menerbitkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 20 Tahun 2017 tentang Tata Cara Seleksi Pengguna Pita Frekuensi Radio 2.1 GHz dan Pita Frekuensi Radio 2.3 GHz Tahun 2017 Untuk Keperluan Penyelenggaraan Jaringan Bergerak Seluler yang dapat diunduh pada link ini.
Adapun seleksi lelang pita frekuensi 2.1 dan 2.3 GHz akan dilaksanakan cukup singkat, dimulai pada tanggal 10 Oktober 2017 dan ditutup melalui pengumuman pemenang pada tanggal 20 Oktober 2017.
Melihat banyaknya isu-isu yang muncul serta beragamnya sorotan dan opini dari masyarakat, tampaknya seleksi lelang frekuensi ini akan menjadi berita utama di dunia telekomunikasi nasional untuk beberapa waktu ke depan. Akan menjadi sangat menarik untuk diamati siapa pemenang lelang ini dan isu yang akan menyertai dari hasil seleksi ini.
M Riz
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.