Melawan Plastik, Menuai Aspal
Jakarta – Penggunaan aspal plastik, secara perdana baru saja di ujicobakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), pada 28 – 29 Juli di kawasan Universitas Udayana Bali. Uji coba terhadap jalan dengan total panjang 700 meter ini, dilakukan untuk mengetahui seberapa tinggi daya tahan, dan seberapa kuat daya rekat aspal plastik. Hasil sementara, menurut Danis Hidayat Sumadilaga Kepala Balitbang Kementerian PUPR, aspal dengan tambahan material sampah plastik jauh lebih lengket, secara teknis stabilitasnya pun lebih baik. “Keuntungannya akan lebih tahan terhadap deformasi, dan daya lekat tinggi,” ujarnya saat itu.
Sebenarnya, dengan dijadikannya plastic sebagai material perkerasan insfrastruktur jalan, menjadi solusi bagi pemerintah dalam mengatasi limbah plastic. Apalagi, selain bisa menjadi campuran aspal, plastik juga bisa dijadikan campuran material untuk bahan-bahan bangunan lainnya.
Lihat saja, hingga 2019 mendatang, limbah tak terurai ini di Indonesia diperkirakan akan mencapai 9,25 juta ton atau 14 persen dari total sampah yang ada di seluruh Indonesia. Sementara Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, Indonesia merupakan negara penghasil sampah plastik laut terbesar nomor dua di dunia setelah China. Untuk itu, pemerintah bertekad menguranginya dan mendaur ulang sampah tersebut hingga menjadi aspal.
Data yang didapat Luhut menunjukkan, jumlah sampah plastik di laut Indonesia mencapai 0,48 juta-1,29 juta ton per tahun. Dalam 8 tahun ke depan, pemerintah ingin menguranginya sampai 70%, dan mengalokasikan dana hingga US$ 1 miliar. “Kami sudah menjajaki kerja sama dengan Belanda untuk berbagi teknologi mengelola sampah plastik. Kami juga menjaga agar sampah plastik di darat itu tidak sampai ke laut. Jadi sampah di laut Indonesia juga bukan berasal dari Indonesia saja,” kata Luhut ketika ditemui di sela acara Konferensi Kelautan yang diadakan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) di kantor pusatnya, New York, Juni lalu.
Sampah Plastik untuk Bahan Infrastruktur
Terkait upaya pengurangan sampah plastik, Ketua Research and Development Fakultas Teknologi Industri ITB Zainal Abidin menilai, pengenaan cukai untuk kemasan plastik bukanlah solusi untuk mengurangi sampah plastik. Masih ada cara lain mengurangi sampah plastik dengan berfokus pada siklus pengolahan daur ulang.
“Sampah plastik jenis apa saja bisa untuk penguat jalan raya, termasuk kresek yang enggak diambil pemulung. Kalau diambil dibuat untuk penguat jalan raya akan sangat bagus sekali karena jalan raya dengan cara begini, pertama lebih kuat, dan kedua lebih awet,” ungkap Zainal di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Jumat (22/7).
Salah satu teknik pengaspaalan jalan dengan menggunakan aspal plastic ini, diakui setelah melihat keberhasilan India dalam menggunakan teknologi tersebut. Jalan Jambulingam di Chennai, India dibangun pada 2002. Selama 15 tahun jalan ini belum ada tanda-tanda rusak meski telah diterjang banjir, badai, dan dilewati becak, mobil, hingga truk. Kekuatan Jalan Jambulingam, mampu bertahan lama bukan karena mahalnya material yang digunakan. Jalan ini menjadi salah satu jalan pertama di India yang dibangun dengan menggunakan sampah plastik. Hingga ini, lebih dari 33 ribu kilometer ruas jalan di India terbuat dari aspal plastik.
Awalnya, sebagian besar aspal plastik digunakan untuk jalan-jalan pedesaan. Namun, sebagian jalan di kota besar seperti Chennai dan Mumbai juga telah memanfaatkan bahan baku pembuatan jalan yang sama. Pada 2015, pemerintah India memerintahkan penggunaan aspal plastik pada setiap jalan di India. Kebijakan itu dianggap membantu mengurangi sampah plastik yang menjadi persoalan lingkungan di sana.
Teknologi pencampuran plastik dengan ter atau bitumen dalam pembuatan aspal, ditemukan oleh Rajagopalan Vasudevan, seorang profesor bidang kimia di Thiagaraj College of Engineering. Komposisi aspal, pada umumnya terdiri dari 90 persen batu, pasir, dan batu kapur sedangkan sisanya adalah bitumen atau ter. Bitumen ini diekstrak dari minyak.
Rajagopalan mencampur limbah plastik yang dipanaskan dengan ter yang juga masih panas. Dia berhasil membangun jalan dengan cara ini pada 2002. Empat tahun kemudian, universitas tempat ia mengajar mendapat hak paten atas temuannya.
Tak ada batasan jenis plastik yang digunakan dalam proses pencampuran. Semua sampah plastik seperti kantong plastik, gelas plastik, botol plastik, hingga berbagai kemasan makanan ringan bisa dimanfaatkan. Untuk membuatnya, campuran agregat dipanaskan pada suhu 165 derajat. Limbah plastik yang sebelumnya dicincang kecil-kecil dicampurkan ke agregat selama 30-60 detik. Kemudian bahan ter atau bitumen dipanaskan pada suhu 160 derajat celcius untuk bisa menghasilkan campuran yang baik.
Di Inggris, Toby McCartney melakukan eksperimen serupa. Hanya saja, McCartney mengolah sampah plastik itu terlebih dahulu menjadi butiran-butiran seperti makanan ikan. Baru kemudian mencampurnya dengan bitumen. McCartney mendirikan perusahaan bernama MacRebur yang menyediakan jasa pembangunan jalan berbahan plastik di Inggris. Perusahaan itu telah membangun jalan plastik di sejumlah taman dan bandar udara.
Di Belanda, inovasi jalan plastik tak hanya menjadikan sampah plastik sebagai campuran, tetapi bahan baku. Sebuah perusahaan bernama Volkerwessels menciptakan inovasi jalan yang seluruhnya dari plastik. Ia memperkenalkan inovasi itu pada 2015. Jalan dibuat dalam bentuk potongan-potongan yang dapat dilepas jika terjadi kerusakan. Di antara lapisan atas dan bawahnya, ada rongga untuk meletakkan berbagai pipa atau kabel. Ada pula saluran yang akan mengeluarkan air jika terdapat genangan. Namun, sampai saat ini, belum ada instalasi atau pemasangan jalan. Prototipe pertama ditargetkan pada akhir tahun ini.
M Riz
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.