Connect with us

Kepala BNPB: Pelonggaran PSBB Harus Hati-hati dan Tidak Boleh Terburu-buru

Jakarta – Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Doni Monardo, selaku Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, menyampaikan bahwa pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk bulan Juli, sesuai arahan Presiden harus hati-hati dan tidak terburu-buru.

“Jadi ini langkah-langkah itu adalah sebuah program perencanaan agar pemerintah baik di pusat dan di daerah harus bisa memikirkan langkah-langkah antisipatif supaya kita tidak terdadak,” ujar Kepala BNPB saat menjawab pertanyaan wartawan, Selasa (12/5).

Mengenai pelonggaran menimbulkan penularan yang semakin masif, Doni menyampaikan bahwa potensi terjadinya penularan pasti ada tetapi semua harus bekerja keras untuk bisa melakukan upaya testing secara masif, sebagaimana yang selalu diingatkan Presiden.

“Oleh karenanya kemampuan Gugus Tugas untuk menyiapkan reagen harus terus kami optimalkan, termasuk juga membantu daerah-daerah yang belum memiliki mesin PCR,” kata Kepala BNPB.

Sektor mana yang akan dilonggarkan, menurut Ketua Gugus Tugas, Presiden telah memberikan instruksi kepada gugus tugas untuk menyiapkan suatu simulasi agar apabila mengambil langkah-langkah untuk pelonggaran, maka tahapan-tahapannya harus jelas.

“Kemudian juga setiap fase ada yang harus dilakukan dan kami mencoba untuk membagi 4 bidang. Bidang yang pertama adalah prakondisi,” kata Doni.

Prakondisi ini, menurut Kepala BNPB, diharapkan adalah melalui sejumlah rangkaian, kajian-kajian akademis melibatkan pakar di bidang epidemiologi, pakar kesehatan masyarakat, termasuk juga pakar sosiologi, pakar komunikasi publik, dan juga tentunya pakar yang berhubungan dengan ekonomi kerakyatan.

Sehingga, lanjut Kepala BNPB, perhitungan-perhitungan yang mereka sampaikan itu bisa ditangkap nantinya oleh pemerintah, termasuk juga upaya dari gugus tugas untuk bekerja sama dengan beberapa lembaga survei untuk mendapatkan data yang akurat, terutama pada 8 provinsi.

Selain prakondisi dengan melibatkan begitu banyak pakar, Doni juga sampaikan bahwa nantinya di hampir seluruh kota besar, termasuk juga melibatkan tokoh masyarakat, ulama dan juga budayawan.

Yang kedua, menurut Ketua Gugus Tugas, adalah timing-nya, kapan harus dilakukan pelonggaran? Ia menambahkan kalau daerah itu belum menunjukkan kurva menurun apalagi kurva melandai maka tidak mungkin daerah itu diberikan kesempatan untuk melakukan pelonggaran.

Artinya, lanjut Doni, statusnya masih tetap tidak boleh kendor, justru harus meningkat kembali dan timing juga yang berhubungan dengan kesiapan masyarakat.

“Kalau masyarakat tidak siap tentunya hal ini tidak mungkin dilakukan dan bagaimana juga timing ini nantinya bisa kita lihat dari tingkat kepatuhan masyarakat di setiap daerah yang akan dilakukan pelonggaran,” tandasnya.

Manakala tingkat kepatuhannya kecil, Ketua Gugus Tugas, tentunya Pemerintah tidak boleh mengambil risiko dan ini juga menjadi bagian yang akan menjadi pedoman bagi gugus tugas dalam menyusun skenario.

Soal prioritas pelonggaran, Ketua Gugus Tugas sampaikan di bidang pangan, khususnya pasar, restoran, dan juga mungkin berhubungan dengan kegiatan untuk menghindari masyarakat tidak di-PHK, kemudian prioritas-prioritas ini harus menjadi opsi-opsi yang ketat, sehingga tidak menimbulkan reaksi negatif dari masyarakat.

Soal koordinasi pusat dan daerah, Doni berpesan jangan sampai nanti diberikan pelonggaran ternyata ada penolakan.

“Demikian juga mungkin dari daerah memutuskan minta pelonggaran atas inisiatif sendiri, ternyata pusat melihat belum waktunya. Jadi koordinasi pusat dan daerah ini menjadi prioritas kami,” sambung Doni.

Dalam upaya untuk melakukan pelonggaran, Doni menyampaikan bahwa gugus tugas paling tidak akan memberi empat kriteria.

“Yang pertama, upaya di bidang prakondisi, yaitu sosialisasi. Yang kedua, yang berhubungan dengan waktu (timing). Yang ketiga adalah prioritas, bidang apa, termasuk daerah mana yang perlu dilakukan. Dan yang terakhir adalah koordinasi pusat dan daerah. Kemudian bagaimana dengan moda transportasi untuk mengecek dan memeriksa di lapangan,” urai Kepala BNPB.

Ia berharap bahwa semua harus betul-betul mematuhi ketentuan karena wabah Covid-19 ini belum akan berakhir atau juga belum diketahui kapan akan berakhir.

“Selama kita belum mendapatkan vaksin dan obat untuk mengatasi Covid-19 ini, maka kita tidak akan bisa hidup secara normal, kita belum bisa hidup secara normal. Tentunya kita juga belum tentu bisa tenang, tetapi berapa lama belum ada yang memahaminya,” terang Ketua Gugus Tugas.

Adapun skenario yang selama ini sudah dirancang, menurut Doni, itu adalah prediksi-prediksi, baik jangka pendek, jangka menengah, dan juga jangka panjang, dan semuanya itu bisa berubah setiap saat.

“Jadi tidak ada prediksi ini yang akurat sekali. Jadi semuanya sangat tergantung dari dinamika yang terjadi setiap hari, terutama setiap minggu,” kata Doni.

 

(chrst)

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat

Oleh

Fakta News
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh saat memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024). Foto: DPR RI

Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.

“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).

Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.

Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.

Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.

Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.

Baca Selengkapnya

BERITA

Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil

Oleh

Fakta News
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily. Foto: DPR RI

Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.

“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).

Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.

Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.

“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.

Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.

“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.

Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.

Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar  siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.

“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.

Baca Selengkapnya

BERITA

Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi

Oleh

Fakta News
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024). Foto: DPR RI

Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.

“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).

Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.

“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.

Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.

“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.

Baca Selengkapnya