Kebutuhan Alutsista Harus Sesuai Kebutuhan dan Geopolitik Nasional
Jakarta – Ketua DPR RI Dr. (H.C.) Puan Maharani menyampaikan bahwa parlemen mendukung dan mendorong terpenuhinya kebutuhan alat utama sistem senjata (alutsista) TNI untuk menjaga kedaulatan bangsa dan negara Indonesia. Namun, pemenuhan kebutuhan alutsista itu harus sesuai dengan karakteristik wilayah dan kebutuhan nasional.
“DPR RI mendukung dan mendorong kebutuhan alutsista untuk Republik Indonesia harus sesuai karakteristik kewilayahan dan potensi ancaman yang dihadapi,” kata Puan saat memberikan kuliah umum di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Laut (Seskoal), Jakarta, Rabu (2/6/2021).
Puan menyampaikan hal itu sekaligus untuk menanggapi rancangan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia Tahun 2020-2024 (Alpalhankam). Rancangan itu menuai perhatian luas karena nilai kebutuhannya mencapai Rp 1.788 triliun.
Rancangan Alpalhankam itu akan dibicarakan DPR RI melalui Komisi I. Dia menilai kebutuhan alutsista TNI harus diperbarui dan dimodernisasi dengan merujuk pada rencana strategis Minimum Essential Force (MEF) yang akan berakhir pada 2024. “Akan kami bicarakan melalui Komisi I, apa sih yang dibutuhkan oleh TNI? Nggak bisa lagi pengadaan alutsista tidak sesuai kebutuhan dan karakteristik wilayah negara,” ujar Puan.
Politisi dari PDI Perjuangan ini menegaskan, pemenuhan kebutuhan alutsista harus disesuaikan degan kebutuhan dan karakteristik negara. “Harus sesuai karakteristik, potensi ancaman, dan geopolitik,” sambungnya. Menurut Puan, pasca peristiwa KRI Nanggala, pihaknya meminta agar pembelian alutsista bukan dari barang bekas.
Selain itu, Puan menyampaikan bahwa membangun pertahanan negara membutuhkan cara pandang geopolitik yang menempatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan. Sehingga kebijakan strategis pertahanan negara juga diarahkan pada pembangunan pertahanan maritim Indonesia.
“Maka pembangunan kekuatan TNI AL sebagai komponen utama pertahanan negara di laut, sekaligus sebagai salah satu komponen kekuatan maritim, adalah suatu kebutuhan dalam pembangunan pertahanan Negara,” ungkap Puan.
Dia menegaskan, DPR RI mendukung upaya membangun kekuatan TNI untuk melaksanakan pertahanan negara. Menurut Puan, salah satu upaya negara untuk memenuhi ketersediaan peralatan pertahanan adalah dengan memperkuat Industri Pertahanan sesuai Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan.
“Kekuatan pertahanan negara juga sangat membutuhkan sumber daya manusia, prajurit TNI, yang tidak hanya andal tetapi juga memiliki rasa cinta tanah air yang tinggi,” ungkap Puan.
Puan berharap Sekolah Staf dan Komando Angkatan Laut atau (Seskoal), sebagai lembaga pendidikan pengembangan umum tertinggi di lingkungan TNI Angkatan Laut, melaksanakan peran strategis dalam mempersiapkan think tank dan center of excellence on naval and maritime science.
Adapun beberapa isu nasional yang menurut Puan perlu menjadi fokus dan atensi Seskoal sebagai lembaga think tank dalam bidang pertahanan matra laut, di antaranya adalah: agenda Indonesia sebagai poros maritim dunia; pengamanan wilayah batas maritim dengan 10 negara tetangga yang masih belum tuntas; maritime security; serta Minimum Essential Force (MEF) pertahanan negara aspek matra laut yang akan berakhir pada tahun 2024.
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.