“Kebudayaan Harus Dilihat dalam Perspektif Masa Depan dan Sistemik”
Menjadikan kebudayaan sebagai haluan pembangunan nasional, tampaknya tak semudah membalik telapak tangan. Apalagi, payung hukum untuk melaksanakan pembangunan kebudayaan itu, baru diundangkan dalam Undang-undang (UU) No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.
“Kami sadar, bahwa UU ini memberikan paradigma baru tentang bagaimana negara menempatkan, mengurus, dan melayani kebudayaan di Indonesia. Paradigma baru tentunya tidak dengan mudah bisa dijalankan tanpa proses pembelajaran yang terus-menerus,” kata Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) Dr. Hilmar Farid kepada fakta.news.
Nah seperti apa UU Pemajuan Kebudayaan itu? Apa manfaat yang hendak dicapai dari UU tersebut? Dan paradigma baru apa yang dimaksud dalam UU tersebut? Berikut ini petikan wawancara fakta.news dengan Dr. Hilmar Faried.
RUU Pemajuan Kebudayaan disahkan menjadi UU baru April lalu, nah bagaimana pelaksanaan UU itu saat ini, utamanya menyangkut soal apa yang sudah berjalan dari UU ini?
Setelah Undang-undang (UU) No.5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan diundangkan, semester kedua tahun 2017 ini, kami fokuskan untuk melakukan sosialisasi internal pemerintah dan sosialisasi pada masyarakat atas keberadaan dan manfaat UU ini. Kami sadar, bahwa UU ini memberikan paradigma baru tentang bagaimana negara menempatkan, mengurus, dan melayani kebudayaan di Indonesia. Paradigma baru tentunya tidak dengan mudah bisa dijalankan tanpa proses pembelajaran yang terus-menerus. Sosialisasi juga disiapkan dengan berbagai metode untuk subjek yang berbeda.
Selain itu, kami juga sedang menyiapkan berbagai aturan turunan yang diamanatkan oleh UU ini. Sebuah Peraturan Pemerintah (PP) tentang Sistem Pendataan Kebudayaan Terpadu dan sebuah Peraturan Presiden (Perpres) tentang Tata Cara Penyusunan Pokok Pikiran Daerah Kabupaten/Kota, Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah Provinsi, dan Strategi Kebudayaan, diharapkan bisa selesai dalam tahun 2017 ini, sehingga proses penyusunan Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah Kabupaten/Kota sampai Rencana Induk Pemajuan Kebudayaan bisa berjalan di sepanjang tahun 2018-2019.
PP lainnya yang merupakan turunan UU ini akan menyusul berikutnya dalam sepanjang tahun 2018. Berbagai bentuk sosialisasi UU ini akan juga terus dilaksanakan sepanjang 2018-2019 nanti.
UU ini memiliki 9 manfaat yang bakal diperoleh masyarakat, nah apa sajakah itu?
Pemajuan Kebudayaan dalam UU ini memang ditujukan untuk: mengembangkan nilai-nilai luhur budaya bangsa, memperkaya keberagaman budaya, memperteguh jati diri bangsa, memperteguh persatuan dan kesatuan bangsa, mencerdaskan kehidupan bangsa, meningkatkan citra bangsa, mewujudkan masyarakat madani, meningkatkan kesejahteraan rakyat, melestarikan warisan budaya bangsa, mempengaruhi arah perkembangan peradaban dunia,
Seluruh sepuluh tujuan di atas, berusaha dicapai sehingga Kebudayaan menjadi haluan pembangunan nasional.
Manfaat bahwa kebudayaan sebagai investasi bukan biaya, maksudnya apa dan apa yang melatarbelakangi hingga hal ini disebut sebagai manfaat?
Dalam pasal 47 UU No.5/2017 ini dinyatakan bahwa pendanaan Pemajuan Kebudayaan didasarkan atas pertimbangan investasi. Pernyataan ini dimaksudkan, bahwa dalam melakukan perencanaan pendanaan dan pelaksanaan kerja Pemajuan Kebudayaan tidak berada dalam kerangka biaya semata yang notabene dilihat dari perspektif pengeluaran dana saja. Kecenderungan perspektif “biaya” dalam kebudayaan ini, terutama didasari oleh sifat umum kebudayaan yang intangible (tak benda) sehingga sering dianggap sulit untuk diukur capaian-capaian riil-nya.
UU ini menegaskan sebaliknya. Pemajuan Kebudayaan haruslah dilihat dari perspektif investasi masa depan, harus bisa menggunakan kerangka manfaat jangka panjang dan bersifat sistemik. Manfaat dari Pemajuan Kebudayaan, tidak serta-merta muncul seketika saat ia dimulai. Diperlukan strategi berkesinambungan, dan perencanaan jangka panjang untuk mencapai tujuan pembangunan nasional. Inilah yang dimaksud dengan “pertimbangan investasi”.
Kemudian juga yang dimaksud sistem pendataan kebudayaan terpadu?
Sistem Pendataan Kebudayaan Terpadu, adalah sistem data utama kebudayaan yang mengintegrasikan seluruh data kebudayaan dari berbagai sumber. Sistem ini nantinya akan menginterkoneksikan pusat-pusat data yang berhubungan dengan kebudayaan dan objek pemajuan kebudayaan yang dimiliki atau dikelola oleh berbagai kementerian, lembaga pemerintah, maupun masyarakat dan pihak swasta. Data yang terhimpun di dalamnya merupakan data acuan utama dalam proses pemajuan kebudayaan, dan dapat diakses, di-input, dan dimutakhirkan oleh setiap orang melalui mekanisme yang akan diatur kemudian dalam Peraturan Pemerintah.
Sistem Pendataan Kebudayaan Terpadu ini, disiapkan untuk mengintegrasikan kerja berbagai Kementerian dan Lembaga dalam upaya kerja-kerja pemajuan kebudayaan, sehingga menghasilkan strategi dan kebijakan yang terintegrasi. Data, strategi, dan kebijakan yang terintegrasi akan mendorong mekanisme birokrasi dan pelayanan publik yang efektif dan efisien, tepat guna, dan berbasis data empiris.
Juga yang dimaksud pokok pikiran kebudayaan daerah; strategi kebudayaan; rencana induk pemajuan kebudayaan; dana perwalian kebudayaan; dan pemanfaatan kebudayaan?
Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (baik tingkat Kabupaten/Kota maupun tingkat Provinsi) dan Strategi Kebudayaan, adalah rangkaian dokumen perencanaan Pemajuan Kebudayaan yang disusun oleh Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat, dan masyarakat melalui para ahli. Rangkaian dokumen perencanaan ini dimulai dari penyusunan Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah Kabupaten/Kota yang dilaksanakan oleh Pemda Kabupaten/Kota dengan masyarakat setempat, lalu naik ke penyusunan Pokok Pikiran Kebudayaan Provinsi yang dilakukan oleh Pemda Provinsi dengan masyarakat, kemudian semua dokumen tersebut diramu menjadi sebuah abstraksi tingkat nasional yang merumuskan visi dan misi Pemajuan Kebudayaan untuk jangka waktu 20 tahun.
Dokumen abstraksi nasional ini, disebut sebagai Strategi Kebudayaan. Melalui mekanisme penyusunan berjenjang ini maka data, permasalahan dan berbagai bentuk pilihan jalan keluar berdasar pada data-data empiris dari seluruh penjuru Indonesia. Fakta-fakta empiris tersebut tentunya dapat membantu perumusan visi jangka panjang, menengah dan pendek atas segala bentuk kerja Pemajuan Kebudayaan.
Strategi Kebudayaan kemudian menjadi dokumen dasar untuk penyusunan Rencana Induk Pemajuan Kebudayaan (RIPK). RIPK ini merupakan sebuah dokumen rencana kerja Pemerintah Pusat bidang Pemajuan Kebudayaan, terutama mengenai pembagian kerja antara lebih dari 18 Kementerian/Lembaga yang mengurusi bidang kebudayaan.
Dana Perwalian Kebudayaan adalah sebuah mekanisme pendanaan Pemajuan Kebudayaan yang berada di luar tata kelola APBN dan APBD. Mekanisme alternatif ini ditujukan untuk mempermudah berlangsungnya kerja-kerja Pemajuan Kebudayaan –terutama yang dijalankan oleh masyarakat– pada kegiatan-kegiatan yang sulit dilaksanakan dalam kerangka pembiayaan berbasis APBN/APBD yang cenderung rigid. Tentu saja mekanisme Dana Perwalian Kebudayaan ini, pada pelaksanaannya harus dibarengi dengan mekanisme transparansi dan akuntabilitas yang memadai.
Pemanfaatan Objek Kebudayaan dalam konteks UU ini, adalah upaya pendayagunaan Objek Kebudayaan untuk menguatkan ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan dalam mewujudkan tujuan nasional. Pemanfaatan dilakukan untuk membangun karakter bangsa, meningkatkan ketahanan budaya, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan meningkatkan peran aktif dan pengaruh Indonesia dalam hubungan internasional.
Terhadap orang yang berkontribusi atau berprestasi luar biasa dalam pemajuan kebudayaan, dalam UU disebutkan bakal mendapat penghargaan, dalam bentuk apakah penghargaan itu nantinya?
Tentang apa saja bentuk penghargaan, kriteria, tata cara, dan mekanisme tentang penghargaan ini nantinya akan diatur dalam Peraturan Pemerintah yang sedang kami susun dan direncanakan selesai dan ditetapkan dalam tahun 2018 yang akan datang.
Penting untuk diketahui bahwa UU ini tidak hanya akan mendorong adanya mekanisme pemberian penghargaan bagi orang atau kelompok atau organisasi yang berkontribusi atau berprestasi luar biasa dalam pemajuan kebudayaan, akan tetapi juga mendorong adanya pemberian fasilitas pengembangan karya bagi setiap SDM Kebudayaan yang berjasa dan/atau berprestasi luar biasa dalam pemajuan kebudayaan.
Selain itu, UU ini juga mendorong terbentuknya mekanisme insentif yang ditujukan bagi setiap orang yang berkontribusi dalam pemajuan kebudayaan. Ketiganya (penghargaan, pemberian fasilitas, dan insentif) akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah seperti yang telah saya sebutkan sebelumnya.
Obyek kebudayaan apa saja yang dilindungi UU ini?
Objek Pemajuan Kebudayaan dalam UU No.5/2017 ini meliputi taksonomi tradisi lisan, manuskrip, adat-istiadat, ritus, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, seni, bahasa, permainan rakyat, dan olahraga tradisional. Deskripsi batasan masing-masing objek dapat dilihat dalam bagian penjelasan dalam Undang-undang.
Penting untuk dipahami bahwa pengelompokan 10 objek Pemajuan Kebudayaan ini jangan dipandang menggunakan perspektif kategorial, melainkan menggunakan pendekatan taksonomi. Misalnya: Batik. Batik sebagai motif adalah bagian dari seni (rupa), sementara canting dan malam yang digunakan dalam membatik adalah bagian dari teknologi tradisional. Metode/cara membatik adalah bagian dari pengetahuan tradisional.
Tata cara mengenakan batik adalah bagian dari adat-istiadat, dan penggunaan kain batik dengan motif spesifik tertentu dalam sebuah upacara keraton adalah bagian dari ritus. Dengan perspektif taksonomi ini maka kita bisa melihat bahwa budaya adalah sebuah kesatuan ekosistem yang multifaset, holistik, dan tidak terpisahkan satu sama lain. Objek-objek Pemajuan Kebudayaan yang tadi saya sebutkan, tidak hanya dilindungi. Objek Pemajuan Kebudayaan dilingkupi oleh Undang-undang ini dalam rangkaian pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan.
UU tersebut mengamanahkan kepada pengemban UU ini untuk membuat rencana induk pemajuan kebudayaan untuk kurun waktu 20 tahun, nah apakah rencana induk ini sudah dibuat?
Rencana Induk Pemajuan Kebudayaan, merupakan dokumen berjenjang terakhir dari rangkaian empat jenis dokumen perencanaan pemajuan kebudayaan. Yang pertama harus disusun adalah Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah Kabupaten/Kota, lalu dokumen di jenjang berikutnya yaitu Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah Provinsi, lalu Strategi Kebudayaan di tingkat nasional, baru kemudian dielaborasi dalam Rencana Induk Pemajuan Kebudayaan. Proses penyusunan dokumen perencanaan berjenjang ini akan dimulai pada tahun 2018, jadi ditargetkan RIPK selesai pada taun 2019.
Rencana induk ini secara garis besar isinya apa saja?
Rencana Induk Pemajuan Kebudayaan (RIPK) adalah sebuah dokumen pedoman bagi Pemerintah Pusat dalam melaksanakan pemajuan kebudayaan. Dokumen ini secara garis besar akan berisi: isi dan misi pemajuan kebudayaan, tujuan dan sasaran, perencanaan, pembagian wewenang, dan alat ukur capaian.
Kenapa juga ditentukan kurun waktunya hingga 20 tahun, dan apa yang melatarbelakangi waktu sepanjang itu?
Sebagai sebuah rencana induk dan dokumen perencanaan yang menjadi pedoman Pemerintah Pusat dalam melaksanakan program-program pemajuan kebudayaan, maka layaknya dokumen ini berisi tahapan kerja jangka panjang, menengah, dan pendek. Dengan meliputi tahapan kerja jangka panjang, menengah, dan pendek ini maka kerja Pemerintah Pusat dalam pemajuan kebudayaan bisa berkesinambungan dalam mencapai tujuan pembangunan nasional.
Selain itu, RIPK ini akan termuat dalam dokumen RPJP (Rencana Pembangunan Jangka Panjang) dan RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) baik tingkat pusat maupun daerah. Karena tuntutan berkesinambungan inilah maka perencanaan 20 tahun menjadi penting (jangka panjang) dan dapat ditinjau kembali setiap 5 tahun (jangka menengah).
Bagaimana tanggapan Anda mengenai serbuan budaya asing di era semakin teknologi informasi yang semakin maju?
Semangat UU ini dalam menghadapi peradaban dunia dan globalisasi juga sangat visioner, sesuai dengan Pasal 32 UUD 1945 yang berbunyi, “Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.”
Tercermin dalam pasal 32 UUD 1945, maupun keseluruhan tujuan dari UU ini adalah bagaimana kebudayaan Indonesia didorong untuk mempengaruhi perkembangan peradaban dunia. Kata kuncinya adalah mempengaruhi, dan bukan sebaliknya. Melalui UU ini, pemerintah dan masyarakat Indonesia bekerjasama dalam meningkatkan peran budaya Indonesia dalam dialog-dialog internasional, peningkatan upaya perdamaian dunia, dan menjadi contoh tentang pengelolaan keberagaman budaya yang kaya. Teknologi informasi hanya salah satu cara diseminasi yang bisa digunakan untuk memberi pengaruh tersebut, banyak sekali berbagai metode dan cara lainnya, akan tetapi ini mengingatkan kita bahwa pemahaman akan identitas budaya sendiri menjadi sangat penting sehingga sewaktu kita menggunakan teknologi informasi kita dapat dengan efektif dan efisien mempengaruhi dunia.
Apakah UU Pemajuan Kebudayaan ini, juga bertujuan untuk menangkal membanjirnya budaya asing yang masuk Indonesia?
Saya rasa permasalahan utamanya bukan pada “menangkal banjir”, tapi bagaimana pada sikap kita “menghadapi dan memanfaatkan banjir” tersebut. Di sinilah kekuatan UU ini yang salah satunya ditujukan untuk peningkatan ketahanan (resiliency) budaya kita. Berdasarkan tujuan ini, maka memang UU ini disiapkan untuk menjadi alat peningkatan ketahanan budaya kita, dengan segala kemampuan kita dalam melakukan asimilasi, adaptasi, akulturasi dan inovasi dalam bidang kebudayaan.
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.