“Kami Pemerintah Tak Akan Membiarkan Penyelenggara Pilkada Serentak 2018 dan Pemilu 2019 Kesulitan”
Seringkali terjadi juga di dalam Pilkada maupun Pemilu, terutama di daerah-daera, bahwa ada ancaman-ancaman untup PNS terkait pemilihan ini. Bagaimana langkah Pemerintah dalam hal ini Kemendagri sendiri?
Kalau ini sudah ada aturan hukumnya. Dalam UU itu tegas mengatakan bahwa TNI, Polri, dan Aparatur Sipil Negara (ASN). ASN itu ada dua, yakni PNS dan Pegawai dalam perjanjian kerja. Itu sudah di atur dalam UU, bahkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri pun sudah berulang kali diedarkan, kemudian dari Kemenpan RB, KASN, dan seterusnya juga sudah mengingatkan bahwa PNS itu mutlak harus netral.
Nah, masalahnya memang di wilayah itu adalah seringkali pegawai negeri ini dalam posisi sub koordinasi terkondisikan oleh keadaan, supaya dia bisa survival, bisa bertahan hidup dalam kariernya, maka terpaksa dia bersentuhan dengan politik lokal. Karena contoh-contoh dalam prakteknya demikian, kalau dia menjadi tim sukses dan lainnya, serta-merta kariernya naik. Kalau tidak, dia bisa di diberhentikan. Itu bertahun-tahun terjadi.
Untuk itu, segenap upaya yang kami lakukan, termasuk tadi (Rabu 7 Maret 2018) kami sudah melakukan rapat koordinasi dengan pemerintah daerah untuk memastikan PNS itu adalah netral. Dan bagi yang melanggar itu tentunya akan diberikan sanksi. Ini yang banyak belum dilakukan.
Sebenarnya, yang juga harus dihukum berat adalah para pasangan calon yang mengkondisikan si pegawai negeri ini tidak netral. Itu yang harus ditangkap, didiskualifikasi. Kalau itu memberi efek jera, pasti orang tidak akan berani lagi.
Jadi, dua pihak ini harus kita tegakan hukumnya. Bagi pegawai negeri yang tidak neteral diberi sanksi mulai dari yang teringan sampai yang terberat, dan para pihak lain atau paslon atau tim sukses yang mengkondisikan PNS menjadi tidak netral itu juga harus juga dihukum berat, didiskualifikasi.
Nah, itu yang belum kita lakukan. Belum pernah kejadian dalam pemilu kita ini pasangan calon didiskualifikasi gara-gara terbukti mengkondisikan pegawai negeri tidak netral. Tapi coba hal itu kita lakukan, pasti akan menimbulkan efek jera yang lebih kuat ketimbang pegawai negeri ini ditangkap satu per satu lalu di pecat, diturunkan pangkatnya, itu tidak akan menyelesaikan persoalan. Tapi pasangan calon coba yang didiskualifikasi, itu orang akan takut semua. Jadi itu yang belum kita tegakan, padahal hukumnya sudah ada.
Pemerintah dalam hal ini Kemendagri telah melakukan perekaman KTP-el untuk mengantisipasi data ganda pemilih. Efektifkah itu? Bisa dijelaskan?
Ini bukan efektif atau tidak efektif, ini kata UU. Dalam UU Nomor 7 Tahun 2017, bahwa untuk pelaksanaan pemilu 2019, semua menggunakan KTP-el. Karena UU terkait dengan kependudukan itu menyatakan bahwa KTP ini juga selesai pada 2018, sedangkan Pemilunya itu pada 17 April 2019. Maka Pemilu 2019 kata UU Nomor 7 Tahun 2019, bahwa semua harus menggunakan KTP-el.
Untuk itu, segenap daya dan upaya yang dilakukan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menuju kesana, menyelesaikan pekerjaan ini sampai tuntas. Maka disini diperlukan juga partisipasi masyarakat. Karena ada juga bagian-bagian masyarakat kita yang berpindah-pindah. Bahkan ada budaya yang menghambat proses perekaman KTP-el, misalnya ada budaya yang tidak menerima cara perekaman mata dengan menggunakan alat. Dan itu ada, terjadi diwilayah pedalaman Papua.
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.