Connect with us

Jaksa Dakwa Eks Mensos Juliari Terima Suap Pengadaan Bansos Covid-19 Rp 32,4 Miliar

Juliari P Batubara

Jakarta – Juliari Batubara akhirnya duduk di kursi terdakwa. Mantan Menteri Sosial (Mensos) itu didakwa menerima uang suap Rp 32,4 miliar berkaitan dengan pengadaan bantuan sosial (bansos) berupa sembako dalam rangka penanganan virus Corona atau COVID-19 di Kementerian Sosial (Kemensos).

“Terdakwa melalui Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso menerima uang sebesar Rp 1,28 miliar dari Harry Van Sidabukke dan uang sebesar Rp 1,95 miliar dari Ardian Iskandar Maddanatja, serta uang sebesar Rp 29.252.000.000 atau setidak-tidaknya sekira jumlah tersebut dari beberapa penyedia barang lainnya dalam pengadaan bansos sembako dalam rangka penanganan COVID-19 pada Direktorat PSKBS atau Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial Kemensos tahun 2020,” ujar jaksa KPK saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (21/4/2021).

Dalam surat dakwaan itu, disebutkan bahwa Adi Wahyono sebagai Kepala Biro Umum Kemensos yang perannya sebagai kuasa pengguna anggaran atau KPA untuk bansos, sedangkan Matheus Joko Santoso sebagai pejabat pembuat komitmen atau PPK di Kemensos. Lalu Harry Van Sidabukke dari pihak swasta PT Mandala Hamonangan Sude dan Ardian Iskandar Maddanatja sebagai direktur di PT Tigapilar Agro Utama.

Dua perusahaan itu merupakan penyedia atau vendor sembako untuk bansos yang disediakan Kemensos untuk warga terdampak pandemi COVID-19. Harry dan Ardian sudah lebih dulu menjalani sidang dalam perkara ini.

Kembali pada dakwaan Juliari. Jaksa menyebut duit suap yang didapat Juliari berkaitan dengan penunjukan PT Mandala Hamonangan Sude dan PT Tigapilar Agro Utama serta beberapa penyedia barang lainnya dalam pengadaan bansos Corona.

Kasus bermula saat Indonesia dilanda pandemi COVID-19 sehingga Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan Keputusan Presiden atau Keppres Nomor 12 Tahun 2020 tentang penetapan bencana nonalam penyebaran Corona sebagai bencana nasional. Menindaklanjuti Keppres itu, Juliari selaku Mensos membuat Peraturan Menteri atau Permen yang isinya memberikan bantuan sembako kepada warga yang terkena dampak.

Penanggung jawab kegiatan ini adalah Direktorat Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial atau Ditjen Linjamsos di Kemensos. Kegiatan bansos itu dilaksanakan di beberapa wilayah, yakni DKI Jakarta; Kabupaten Bogor, yakni di Kecamatan Cibinong, Kecamatan Gunung Putri, Kecamatan Klapanunggal, Kecamatan Bojong Gede, Kecamatan Jonggol, Kecamatan Cileungsi, dan Kecamatan Citereup; Pemkot Depok; Pemkot Tangerang; Pemkot Tangsel; serta Pemkot Bekasi.

Kemudian, pada 20 April 2020, Juliari menunjuk Matheus Joko Santoso menjadi PPK bansos. Disusul Juliari menunjuk Adi Wahyono sebagai Plt Direktur PSKBS sekaligus KPA bansos.

Setelah penunjukan KPA dan PPK Bansos, jaksa mengatakan Juliari memerintahkan Adi dan Joko mengumpulkan uang fee Rp 10 ribu per paket dari penyedia bansos. Uang itu digunakan untuk kepentingan Juliari.

“Setelah terdakwa menunjuk Adi Wahyono sebagai KPA, maka terdakwa memerintahkan agar Adi Wahyono mengumpulkan uang fee sebesar Rp 10 ribu per paket dari penyedia guna kepentingan terdakwa. Selain itu, terdakwa juga memerintahkan Adi untuk berkoordinasi dengan Kukuh Ary Wibowo selaku tim teknis Mensos dalam pelaksanaan pengadaan bansos COVID,” tutur jaksa.

Setelah Adi mendapat perintah dari Juliari, Adi, kata jaksa, langsung menyampaikan perintah itu ke Matheus Joko Santoso. Sama dengan Adi, Matheus Joko disebut jaksa juga mengumpulkan fee operasional dari beberapa penyedia bansos untuk kegiatan operasional Juliari dan kegiatan di Kemensos.

Penunjukan penyedia dan pembagian alokasi kuota bansos, kata jaksa, dilakukan oleh Juliari sendiri dengan cara memerintahkan Adi dan Joko berkoordinasi dengab Kukuh. Selanjutnya, Joko menerima kerta berisi catatan jumlah kuota paket sembako serta nama perusahaan calon penyedia dari Kukuh, kemudian catatan tersebut dilaporkan dan direkap Joko lalu draft usulan perusahaan itu disampaikan oleh Adi kepada Dirjen Linjamsos Pepen Nazarudin untuk dilakukan pemeriksaan dan dimintakan persetujuan ke Juliari.

Lalu, pada Juli 2020 Joko dan Adi melaporkan pengumpulan fee ke Juliari di ruangan kerja Mensos. Juliari juga memerintahkan Adi dan Joko memaksimalkan pengumpulan fee itu.

“Atas laporan tersebut, terdakwa meminta Adi dan Matheu Joko agar memaksimalkan pengumpulan uang fee dari penyedia bansos sembako untuk tahap selanjutnya,” katanya.

Berikut ini pengumpulan fee yang dilakukan Joko dan Adi sebagaimana perintah Juliari:

– Penerimaan uang fee Rp 1,28 miliar dari Harry Van Sidabukke terkait penunjukan PT Pertani (Persero) dan PT Mandala Hamonangan Sude. Jaksa mengatakan Harry menyerahkan secara bertahap. Harry menyerahkan uang fee sejak tahap bansos 1, 3, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10 melalui Matheus Joko dan Adi Wahyono.

– Penerimaan uang fee sebesar Rp 1,95 miliar dari Ardian Iskandar Maddanatja terkait penunjukan PT Tigapilar Agro Utama sebagai penyedia bansos. Jaksa mengatakan Ardian mulai menyerahkan fee sejak tahap 9, 10, dan 12. Uang itu diserahkan ke Juliari melalui Matheus Joko.

– Penerimaan uang fee yang seluruhnya Rp 29.252.000.000 dari beberapa penyedia barang lainnya dalam pengadaan paket bansos Corona. Jaksa mengatakan uang ini didapat dari beberapa perusahaan. Uang Rp 29 miliar ini dikumpulkan Adi dan Joko. Berikut ini rincian singkatnya:

  1. Pada Mei 2020, menerima uang dari penyedia bansos sembako tahap 1 Rp 1,77 miliar;
  2. Mei 2020 menerima uang dari penyedia bansos sembako tahap 3 sebesar Rp 1,78 miliar;
  3. Juni-Juli 2020 menerima uang dari penyedia bansos sembako tahap komunitas 1 sebesar Rp 3,755 miliar;
  4. Awal Juni 2020, menerima uang dari penyedia bansos tahap 5 sebesar Rp 5,852 miliar;
  5. Akhir Juni 2020-awal Juli 2020 menerima dari penyedia bansos tahap 6 sebesar Rp 5,575 miliar;
  6. Pertengahan Juli 2020-akhir Juli 2020 menerima fee dari penyedia bansos tahap 7 senilai Rp 1,945 miliar;
  7. Akhir Juli 2020-pertengahan Agustus 2020 menerima uang Rp 2,025 miliar;
  8. Pertengahan Agustus-akhir Agustus 2020 menerima dari penyedia bansos tahap 9 sebesar Rp 1,380 miliar;
  9. Akhir Agustus-pertengahan September 2020 menerima dari penyedia bansos tahap 10 sebesar Rp 150 juta;
  10. Pertengahan September-awal Oktober menerima dari penyedia bansos tahap 11 sebesar Rp 1,6 miliar;
  11. Awal November-akhir November 2020 menerima uang dari penyedia bansos tahap 12 sebesar Rp 150 juta;
  12. Awal November-akhir November 2020 menerima uang dari beberapa penyedia bansos sembako tahap komunitas 2 sebesar Rp 2,570 miliar; dan
  13. Adi Wahyono menerima uang sebesar Rp 700 juta dari penyedia bansos.

Setelah uang fee terkumpul rapi, Joko dan Adi menyerahkan uang ke Juliari sebesar Rp 14,7 miliar secara bertahap. Selain untuk Juliari, uang fee juga diberikan ke pejabat dan staf Kemensos.

Tak hanya itu, uang fee juga digunakan untuk kegiatan operasional Juliari, seperti membeli handphone, membayar honor Cita Citata di acara Kemensos hingga membayar sewa pesawat pribadi Juliari, dan rombongan berkunjung ke beberapa daerah.

“Bahwa terdakwa mengetahui atau patut menduga uang-uang yang diterimanya melalui Adi Wahyono dan Matheu Joko Santoso tersebut adalah sebagai akibat atau karena penunjukan PT Pertani, PT Mandala Hamonangan Sude, dan PT Tigapilar Agro Utama serta beberapa perusahaan lainnya sebagai penyedia dalam pengadaan bansos sembako penanganan COVID-19 pada Direktorat PSKBS Kemensos Tahun 2020,” tegas jaksa.

Atas dasar itu, Juliari didakwa jaksa melanggar Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 juncto Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

DPR RI Minta Jepang Ajarkan ‘Smart Farming’ kepada Petani Muda Indonesia

Oleh

Fakta News
DPR RI Minta Jepang Ajarkan ‘Smart Farming’ kepada Petani Muda Indonesia
Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel, saat menerima delegasi dari partai berkuasa di Jepang, Liberal Democratic Party (LDP), di Ruang Delegasi, Gedung Nusantara III, DPR RI, Jakarta, Jumat (3/5/2024). Foto: DPR RI

Jakarta – DPR RI, melalui Wakil Ketua DPR RI Bidang Koordinator Industri dan Pembangunan (Korinbang) Rachmat Gobel, meminta Jepang untuk menerima petani muda Indonesia untuk belajar bertani dengan metode smart farming di negara tersebut. Hal itu ia sampaikan saat menerima delegasi dari partai berkuasa di Jepang, Liberal Democratic Party (LDP), di Ruang Delegasi, Gedung Nusantara III, DPR RI, Jakarta, Jumat (3/5/2024).

“Bukan untuk bekerja dan juga bukan untuk sekolah, tapi belajar praktik bertani yang baik dan berkualitas serta smart farming kepada petani muda Indonesia. Cukup satu tahun saja,” kata Gobel.

Gobel mengatakan, dunia sedangkan dihadapkan pada krisis pangan akibat perubahan iklim dan konflik geopolitik dunia. Perubahan iklim berdampak pada hadirnya cuaca panas yang tinggi atau curah hujan yang berlebihan dan tidak pasti. Sedangkan, konflik geopolitik berdampak pada kenaikan harga pupuk yang tinggi.

“Semua itu berakibat Indonesia melakukan impor beras dengan jumlah yang sangat besar. Padahal Indonesia adalah negara agraris, memiliki lahan yang luas, tanah yang subur, dan jumlah petani yang besar. Namun faktanya Indonesia harus impor beras dari berbagai negara seperti Myanmar, Vietnam, Thailand, India, dan Cina,” jelas Politisi Fraksi Partai NasDem itu.

Di sisi lain, kata Gobel, Jepang adalah negara yang memiliki keunggulan teknologi sehingga bisa menghasilkan produktivitas pertanian yang besar dan kemampuan menghadapi perubahan iklim. Selain itu, katanya, produk pertanian Jepang dikenal dengan cita rasa yang lezat dan memiliki harga yang bagus. Ia juga meminta Jepang mengajarkan pembuatan pupuk organik dan smart farming. Teknologi penggilingan beras Jepang, katanya, juga menghasilkan beras yang berkualitas.

Walaupun sudah melakukan impor beras dengan jumlah sangat besar, kata Gobel, secara ironis harga beras di Indonesia tetap tinggi.

“Harga beras premium di Indonesia mendekati harga beras di Jepang. Padahal kualitasnya sangat berbeda. Tentu ini memprihatinkan,” kata pria yang pernah ditunjuk Presiden Jokowi sebagai Utusan Khusus untuk Jepang tersebut.

Selain itu, katanya, karena jumlah petani di Indonesia sangat besar maka membangun pertanian akan secara otomatis akan meningkatkan kesejahteraan penduduk Indonesia.

“Jumlah penduduk Indonesia juga sangat besar. Jadi memecahkan masalah kebutuhan pokok ini akan sangat fundamental bagi kemajuan dan stabilitas Indonesia. Untuk itu, saya berharap Jepang dan Indonesia bisa meningkatkan kerja sama yang lebih erat di bidang pertanian ini,” jelasnya.

Selain itu, Gobel juga menyampaikan tentang pentingnya Jepang membagi teknologinya dalam pengolahan air bersih. Hingga saat ini, katanya, masalah penyediaan air bersih yang sehat masih merupakan tantangan besar bagi Indonesia.

“Air bersih higienis sangat penting dalam mengatasi stunting dan penyakit kulit. Dua hal ini masih merupakan problem mendasar bagi masyarakat lapis bawah Indonesia dan bagi peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Jepang memiliki kemampuan dan teknologi pengolahan air bersih yang sehat,” katanya.

Jika masalah pertanian dan penyediaan air bersih bisa diatasi Indonesia, kata Gobel, maka ekonomi Indonesia akan tumbuh lebih baik lagi. “Ini tentu saja juga akan baik bagi ekonomi kawasan di Asia Tenggara dan akan memiliki dampak yang baik pula bagi ekonomi Jepang. Jadi ini kerja sama yang sifatnya saling menguntungkan,” katanya.

Adapun Delegasi Jepang itu dipimpin oleh Ketua Badan Riset Kebijakan LDP, Tokai Kisaburo. Sedangkan anggota delegasinya antara lain Ketua Harian Badan Riset Kebijakan LDP Shibayama Masahito dan Kepala Sekretariat Badan Riset Kebijakan LDP Nakai Toyoron. Hadir pula Wakil Dirjen untuk urusan Asia Tenggara dan Asia Barat Daya Kementerian Luar Negeri Jepang Hayashi Makoto serta Duta Besar Jepang untuk Indonesia Yasushi Masahi.

Baca Selengkapnya

BERITA

Tindakan Penyimpangan Turis Nakal di Bali Harus Ditangani secara Bijaksana

Oleh

Fakta News
Tindakan Penyimpangan Turis Nakal di Bali Harus Ditangani secara Bijaksana
Anggota Komisi III DPR RI I Wayan Sudirta dalam foto bersama usai mengikuti pertemuan Kunjungan Kerja Reses Komisi III DPR RI di Denpasar, Bali. Foto: DPR RI

Denpasar – Tim Komisi III DPR RI melakukan Kunjungan Kerja Reses ke Denpasar, Bali. Salah satu yang disoroti Komisi III dalam Kunker Reses ini adalah banyaknya turis yang melakukan tindakan penyimpangan, seperti pelanggaran adat maupun tindakan semena-mena lainnya. Tak ayal,  tindakan tersebut kerap menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat setempat.

Menanggapi hal itu, Anggota Komisi III DPR RI I Wayan Sudirta berharap kepada Kapolda Bali Ida Bagus Kade Putra Narendra agar penanganan yang bijak terhadap pelanggaran, sambil tetap memperhatikan dan menghormati adat serta budaya Bali.

Oleh karena, menurut I Wayan, bahwa Bali memiliki cara tersendiri untuk menangani turis yang berulah. Sehingga, tidak bisa serta merta langsung dilakukan deportasi.

“Karena bagaimana pun orang Bali hidup dari sektor pariwisata. Sehingga sudah tidak asing dengan keberadaan turis. Namun, jangan juga sampai terlalu lemah karena turis yang berulah akan mengotori pariwisata-pariwisata yang ada, sehingga malah Bali bisa jatuh perekonomiannya. Jadi harus dicari solusi yang bijak,” ungkap I Wayan dalam pertemuan di Denpasar, Bali, Jumat (3/5/2024).

Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu pun menyampaikan apresiasinya terhadap Kapolda Bali beserta segenap jajarannya karena telah berhasil menangani banyak kasus dengan pendekatan restorative justice. Selain itu, Polda Bali juga dinilai telah bekerja sama baik dengan lembaga imigrasi yang berada di bawah lingkup Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenkumham Provinsi Bali dalam penanganan kasus penyimpangan turis.

“Saya juga tentunya mengapresiasi Kapolda Bali dan segenap jajaran atas kinerjanya. Bagaimana mereka mengawasi, serta menindak pelaporan-pelaporan yang ada rerlebih mengedepankan restorative justice sebagai jalan keluar penanganan kasus,” pungkasnya.

Menanggapi masukan tersebut, Kapolda Bali Ida Bagus Kade Putra Narendra juga sepakat dengan gagasan I Wayan Sudirta bahwa penanganan terhadap turis yang berulah harus dilakukan dengan hati-hati. Khususnya, mempertimbangkan dampaknya terhadap sektor pariwisata dan kelestarian budaya Bali.

“Kami akan bekerja sama, jika diperlukan lintas sektoral untuk menemukan solusi yang menghormati adat, budaya, dan kepentingan ekonomi masyarakat Bali,” ujar Ida Bagus.

Kunjungan kerja reses ini diharapkan dapat menjadi langkah awal menuju penanganan yang lebih baik terhadap turis nakal di Bali. Dengan pendekatan yang bijaksana dan kolaborasi lintas sektoral antara Kapolda Bali, institusi terkait, serta pemerintah daerah, diharapkan akan tercipta lingkungan pariwisata yang lebih aman, nyaman, dan berkelanjutan bagi wisatawan dan masyarakat setempat.

Baca Selengkapnya

BERITA

Peredaran Narkoba Beralih ke Ranah Daring, Johan Budi Minta Perkuat BNNP

Oleh

Fakta News
Peredaran Narkoba Beralih ke Ranah Daring, Johan Budi Minta Perkuat BNNP
Anggota Komisi III DPR Johan Budi saat bertukar cenderamata usai Rapat Kerja Tim Kunjungan Kerja Reses Komisi III DPR RI dengan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) di Denpasar, Bali, Kamis (02/05/2024). Foto: DPR RI

Denpasar Komisi III DPR RI mengungkapkan kekhawatirannya terhadap meningkatnya modus operandi peredaran narkoba yang beralih ke ranah daring (online) melalui platform media sosial dengan menggunakan modus kamuflase. Pernyataan ini disampaikan Anggota Komisi III DPR Johan Budi dalam Rapat Kerja Tim Kunjungan Kerja Reses Komisi III DPR RI dengan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) di Denpasar, Bali, Kamis (02/05/2024).

“Menarik sekali yang disampaikan BNN Provinsi Bali. Mereka menjelaskan adanya jual beli narkoba melalui online. Nah ini cukup mengagetkan buat saya, kok bisa narkoba ini diperjual belikan melalui online, hal ini terungkap ketika BNNP Bali menangkap tersangka di lapangan,” ungkapnya.

Dalam konteks ini, Johan Budi menekankan perlunya penguatan pada Badan Narkotika Nasional (BNN) untuk menghadapi perubahan modus operandi tersebut. Menurutnya, modus operandi peredaran narkoba akan selalu berubah-ubah. Untuk itu, perlu penguatan-penguatan kepada BNN agar lebih maksimal dalam memberantas peredaran narkoba ini. Selain itu, lanjutnya, kekurangan sumber daya manusia menjadi salah satu faktor, terutama di daerah, ada sebagian yang juga pegawainya atau penyidiknya cuma sedikit.

“Ini problem laten yang perlu segera diperbaiki. Saya sendiri ketika rapat dengan BNN di Komisi III mengusulkan, agar BNN ini diberi penguatan, termasuk penyediaan sumber daya manusia, infrastruktur yang ada di daerah, termasuk soal rehabilitasi,” pungkas Legislator Dapil Jatim VII ini.

Johan menambahkan, pusat rehabilitasi narkoba ini juga menjadi sangat penting dalam kaitannya dengan restorative justice bagi para pengguna narkoba. Pengguna narkoba, tambahnya, di beberapa negara itu dikategorikan sebagai korban, bukan pelaku, bukan tersangka, sehingga pusat rehabilitasi menjadi penting. Jadi yang sebetulnya tersangka itu seharusnya pengedar dan bandar.

“Menurut saya untuk pengguna narkoba dapat diselesaikan melalui restorative justice, dengan mendapatkan kesempatan untuk dilakukan rehabilitasi medis ataupun sosial, tanpa harus menunggu putusan dari pengadilan,” tutup Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini.

Johan berharap pertemuan Kunker Reses ini diharapkan dapat menjadi momentum bagi berbagai pihak, termasuk pemerintah dan lembaga terkait. Selain itu juga untuk mengimplementasikan strategi yang lebih efektif dalam mengatasi peredaran narkoba yang semakin canggih dan menyebar melalui platform digital. Langkah-langkah preventif dan represif yang terintegrasi diharapkan dapat mengurangi dampak negatif peredaran narkoba di masyarakat.

Baca Selengkapnya