Jadi Momentum Bersih-bersih, KAPT Minta Semua Pihak Kawal Kasus Penyalahgunaan Uang Negara di Kemenkeu

Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kini tengah dilanda prahara yang mengguncang perhatian publik tanah air. Pasalnya, sejumlah jajaran Kemenkeu ditengarai memiliki harta yang diluar kewajaran dan terindikasi melakukan tindakan pencucian uang.
Hal ini terungkap setelah adanya kasus penganiayaan berat oleh seorang anak pejabat eselon 3 di Direktorat Jendral Pajak (DJP) terhadap anak di bawah umur bernama Cristalino David Ozora. Pejabat DJP tersebut adalah Rafael Alun Trisambodo yang dalam Laporan Hasil Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), memiliki harta sebesar Rp 56,7 Milyar, serta Rp37 Milyar di safe deposit box miliknya.
Kasus ini mulai terkuak tak lepas dari peran Menko Polhukam Mahfud MD yang merasa curiga dengan harta kekayaan Rafael Alun Trisambodo dengan jabatannya saat itu sebagai Kepala Bagian Umum Kantor Wilayah DJP Jakarta Selatan II. Kekayaannya ini dinilai tidak wajar dengan statusnya hanya pejabat eselon 3.
Mahfud MD pun langsung melakukan koordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menyikapi harta kekayaan tidak wajak Rafael Alun Trisambodo.
Mahfud yang juga Ketua Tim Penggerak Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) meminta harta kekayaan Rafael Alun Trisambodo harus diusut lantaran tidak sesuai dengan profilnya. Mahfud MD menyebutkan, pada 2012 Kejaksaan Agung pernah melaporkan soal harta kekayaan Rafael Alun ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk diteliti. Laporan yang sama kepada KPK diperkuat oleh Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) pada 2013.
PPATK pun kini telah memblokir 40 rekening milik Rafael Alun Trisambodo dan uang tunai di safe deposit box tersebut, dan mengumumkan kepada publik bahwa mereka menemukan ada transaksi mencurigakan di rekening tersebut sebesar Rp500 Milyar. Tidak lama setelah informasi itu bergulir, berdasarkan data yang diperoleh dari PPATK, Mahfud MD dalam kapasitasnya sebagai Ketua Tim Penggerak Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), menyampaikan bahwa ada transaksi yang berindikasi pencucian uang di lingkungan Kementerian Keuangan terutama Direktorat Jendral Pajak (DJP) dan Direktorat Jendral Bea dan Cukai, sebesar Rp300 Triliun.
Komunitas Alumni Perguruan Tinggi (KAPT) pun memberikan apresiasi terhadap pihak-pihak yang tengah membongkar adanya penyalahgunaan uang negara di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terutama Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
“Kami sangat mengapresiasi pihak-pihak yang telah berani menindaklanjuti dugaan penyalahgunaan uang negara. Kita butuh pejabat yang punya semangat dan keberanian untuk membongkar segala tindakan pemyalahgunaan di dalam institusi negara. Bagaimanapun tanpa kelugasan orang seperti Mahfud MD, dan pihak-pihak lainnya seperti Kemenkeu, PPATK dan KPK, maka praktek korupsi ini sepertinya akan tetap dibawah radar penegak hukum,” ucap Sekjen KAPT Achmad Fachruddin dalam keterangan tertulisnya, Selasa (14/03/2023).
“Selain itu, pengawasan dari masyarakat sehingga kasus ini menjadi perhatian publik, patut juga diapresiasi,” tambahnya.
Achmad fachruddin yang juga aktivis 98 ini menegaskan salah satu amanat reformasi yang harus terus dilakukan hingga saat ini adalah memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme. Menurutnya hal ini dapat dijadikan momentum untuk bersih-bersih korupsi tak hanya di Kemenkeu saja, namun juga pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin.
“Korupsi adalah masalah serius yang paling utama di Indonesia, dan potensi korupsi bukan hanya terjadi di sektor pembelanjaan uang negara saja, tetapi potensi korupsi itu akan jauh lebih besar di sektor penerimaan negara. Korupsi di sektor penerimaan ini jauh lebih sulit untuk ditelisik mengingat uang tersebut belum tercatat dalam kas negara. Untuk itu kami mendorong agar laporan PPATK mengenai pencucian uang tersebut dijadikan momentum untuk melakukan bersih–bersih bukan hanya di lingkungan Kemenkeu, juga di lingkungan lainnya yang terkait dengan sumber Penghasilan Negara Bukan Pajak. Sesungguhnya PR terbesar bangsa ini, pasca reformasi 98, bukan saja membersihkan rezim Orba yang anti demokrasi, tetapi juga budaya korupsi yang berurat berakar,” tegas pria yang akrab disapa Kasino ini.
Diketahui hingga saat ini Kemenkeu secara bertahap mulai melakukan pemanggilan terhadap 69 pegawainya yang masuk dalam kategori resiko tinggi terhadap harta kekayaan miliknya dengan kategori tidak wajar. Dari 69 pegawai yang masuk kategori resiko tinggi, Kemenkeu menilai terdapat 55 pegawai yang layak melakukan klarifikasi. Dari 55 pegawai tersebut, sebanyak 27 pegawai menjadi prioritas pemeriksaan Kemenkeu saat ini.
“Kita harus kawal langkah Kemenkeu yang memeriksa 27 pegawai pajak yang memiliki rekening dengan jumlah yang mencurigakan, dan mendorong agar pemeriksaan dilakukan dengan serius,” tegasnya.
“Kami mendorong agar Kemenkeu bersama TPPU, KPK, Kepolisian dan BIN, bekerjasama untuk membentuk Gugus Tugas (Task Force) Anti Pencucian Uang, untuk melakukan penyidikan atas transaksi mencurigakan yang dilakukan oleh 69 orang pegawai Kemenkeu, agar tindakan hukum dapat dilakukan. Jangan sampai 69 orang tersebut mencoreng nama baik 86 ribu lebih pegawai di lingkungan Kemenkeu,” imbuh Achmad Fachruddin menegaskan.
Achmad Fachruddin menambahkan, KAPT mendorong agar PPATK bekerja sama dengan Kemenkeu dan pihak terkait lainnya, menindaklanjuti temuan awal tersebut, dengan memberikan penjelasan yang rinci kepada pemangku kepentingan yang terkait langsung dengan data tersebut.
“Kami harap kasus ini dapat membuat terungkapnya fenomena gunung es. Bisa saja hal ini tidak hanya terjadi di Kemenkeu, mungkin di kementerian atau lembaga lain. Bisa saja hingga di tingkat pemerintahan daerah. Tak kalah penting lagi aparat penegak hukum harus lebih cerdik dari para koruptor ini. Percayalah banyak praktik korupsi dan pencucian uang transaksinya lebih canggih dan kompleks yang sulit terendus PPATK
Untuk itu kami harap ini menjadi perhatian serius semua pihak untuk terus mengawal kasus ini hingga menjadi terang benderang dan tuntas hingga ke akar-akarnya,” pungkasnya.

BERITA
Paripurna DPR RI Setujui Perpanjangan Waktu Pembahasan RUU ASN

Jakarta – Rapat Paripurna DPR RI Ke-19 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2022-2023 menyetujui perpanjangan waktu terhadap pembahasan RUU Perubahan atas Undang-Undang No.5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
“Acara selanjutnya permintaan persetujuan perpanjangan waktu pembahasan terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara sampai dengan masa persidangan kelima yang akan datang, dilanjutkan dengan pengambilan keputusan,” ujar Ketua DPR RI Puan Maharani saat memimpin Rapat Paripurna di Senayan, Jakarta, Selasa (21/3/2023).
Hal tersebut, lanjut Puan, berdasarkan laporan pimpinan Komisi II DPR RI yang disampaikan pada rapat konsultasi pengganti rapat Bamus pada tanggal 14 Maret 2023, yang meminta perpanjangan waktu pembahasan terhadap rancangan undang-undang tentang perubahan ASN nomor 5 tahun 2014 tentang ASN sampai dengan masa persidangan kelima.
“Oleh karena itu, maka dalam rapat paripurna ini apakah kita dapat menyetujui perpanjangan waktu pembahasan RUU tersebut sampai dengan Masa Sidang ke lima tahun sidang 2022-2023 yang akan datang, apakah dapat disetujui?,” sebut Puan yang diiringi teriakan setuju dari seluruh anggota DPR RI yang hadir dalam ruang Paripurna tersebut.
Sebelumnya di kesempatan berbeda, Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia mengungkapkan, lambannya proses revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) itu karena pendataan tenaga honorer bermasalah.
Menurutnya, proses tersebut terkendala karena tak sinkronnya kinerja pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Padahal, DPR ingin revisi UU ASN bisa menyelesaikan banyak persoalan tentang tenaga honorer di berbagai Kementerian, Lembaga, dan Pemerintah daerah.
Oleh karenanya, Politisi dari Fraksi Partai Golkar ini mendorong agar DPR membentuk panitia khusus (pansus) yang notabene merupakan gabungan dari beberapa Komisi untuk membahas revisi Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) itu. hal itu semata agar pemerintah memperhatikan secara serius hal tersebut.
BERITA
RUU PPRT Jadi Inisiatif DPR, Ketua DPR RI Dapat Apresiasi dari Pekerja Rumah Tangga

Jakarta – DPR RI hari ini mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) sebagai RUU Inisiatif DPR. Atas keputusan ini, Ketua DPR RI Puan Maharani mendapat berbagai apresiasi, termasuk dari kelompok perwakilan PRT.
Keputusan pengesahan RUU PPRT sebagai RUU Inisiatif DPR dilakukan dalam Rapat Paripurna DPR yang digelar di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (21/3/2023). Puan memimpin langsung jalannya Rapat Paripurna.
“Agenda hari ini mendengarkan pendapat Fraksi-fraksi terhadap Rancangan Undang-Undang Usul Inisiatif Badan Legislasi DPR RI tentang Pelindungan Pekerja Rumah Tangga, dilanjutkan dengan pengambilan keputusan menjadi RUU Usul DPR RI,” kata Puan.
Rapat Paripurna kali ini turut dihadiri sejumlah kalangan aktivis perempuan dari berbagai LSM, komunitas yang fokus pada isu hak pekerja rumah tangga, dan perwakilan PRT. Puan menyapa satu per satu kelompok aktivis yang hadir. “Di atas (balkon ruang Rapat Paripurna) hadir perwakilan aktivis dan teman-teman pekerja rumah tangga yang ikut memantau jalannya Rapat Paripurna,” ucapnya.
Mereka yang datang berasal dari Jala (Jaringan Nasional Advokasi) PRT, SPRT (Serikat Pekerja Rumah Tangga) Sapulidi, KPI, Perempuan Mahardhika, dan Rumpun Gema Perempuan (RGP), Mitra I Made, dan Institut Sarinah. Setelah menyapa perwakilan aktivis yang memperjuangkan RUU PRT, Puan lalu meminta pendapat fraksi-fraksi mengenai RUU PPRT. Kemudian, ia meminta persetujuan anggota DPR.
“Apakah RUU Usul Inisiatif Badan Legislasi DPR RI tentang Pelindungan Pekerja Rumah Tangga dapat disetujui untuk disahkan menjadi RUU Usul DPR RI?” tanya Puan.
“Setuju,” jawab anggota DPR serentak. Persetujuan itu ditandai dengan ketokan palu sidang dari Puan. Ketokan palu dari Puan pun disambut tepukan tangan meriah dari anggota DPR dan perwakilan aktivis serta PRT. Atas kesepakatan tersebut, berbagai apresiasi datang untuk Puan. Hal ini mengingat RUU PPRT sudah diperjuangkan belasan tahun lamanya dan baru pada periode Puan akhirnya disepakati untuk dibahas.
Anggota Komisi IX DPR Netty Prasetiyani memberikan apresiasi langsung kepada Puan dalam Rapat Paripurna. Menurutnya, RUU PPRT berhasil menjadi RUU Inisiatif DPR berkat dukungan Puan. “Saya mengucapkan terima kasih dan apresiasi yang tinggi atas dukungan Ibu Ketua Puan Maharani sebagai Ketua DPR dengan ditetapkannya RUU PPRT yang sudan 19 tahun dinantikan oleh teman-teman kita PRT,” ujar Netty.
Menurut anggota Fraksi PKS ini, keputusan RUU PPRT menjadi RUU Inisiatif DPR akan menjawab sejumlah pertanyaan dan keraguan PRT atas pengakuan dan perlindungan negara terhadap keberadaan mereka sebagai WNI yang berhak mendapat pekerjaan dan penghidupan yang layak. Netty mengatakan, momen ini akan menjadi catatan sejarah.
“Di saat DPR RI dipimpin oleh seorang perempuan, Ibu Puan Maharani. Masa penantian itu mendapat jawaban yang luar biasa. Ini menjadi kado terindah bagi PRT selama 19 tahun menantikan instrumen perlindungan atas keberadaan mereka,” tuturnya.
Hal senada juga disampaikan Anggota Baleg DPR RI, Luluk Nur Hamidah. Ia mengucapkan terima kasih untuk pimpinan DPR, khususnya Puan atas dukungan terhadap RUU PPRT. “Terima kasih untuk semua pimpinan DPR RI, Ibu Puan khususnya. Lagi-lagi ini sangat membanggakan bahwa perempuan memimpin pasti meninggalkan jejak yang bermakna,” ucap Luluk.
“Ini adalah kemenangan kita semua, dan kemenangan hati nurani, dan Insyaallah akan menjadi kemenangan bangsa Indonesia,” sambung anggota Fraksi PKB itu.
Luluk mengatakan, RUU PPRT diharapkan akan segera mengakhiri berbagai macam bentuk diskriminasi dan juga kekerasan terhadap hampir 5 juta PRT di Indonesia yang mayoritas adalah perempuan dan 14% di antaranya adalah anak-anak. Ia juga menyebut, RUU PPRT nantinya dapat mengakhiri praktik-praktik perbudakan modern, bukan hanya bagi PRT di tanah air tapi juga untuk jutaan PRT migran di luar negeri.
BERITA
DPR RI Setujui RUU Perppu Ciptaker Jadi Undang-Undang

Jakarta – DPR RI menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. Dalam Rapat Paripurna yang dipimpin oleh Ketua DPR RI Dr. (H.C) Puan Maharani tersebut, Puan menanyakan persetujuan kepada peserta sidang.
“Kami akan menanyakan kepada setiap fraksi apakah rancangan undang-undang tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi undang-undang dapat disetujui menjadi undang-undang?” tanya Puan dalam Rapat Paripurna Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2022-2023, di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa (21/3/2023).
Sebelumnya, menurut laporan Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) M. Nurdin, dalam melakukan pembahasan RUU tersebut, Baleg telah melakukan rapat-rapat kerja dengan berbagai pihak, serta rapat dengar pendapat umum dengan para pakar dan juga rapat Panja pada 15 Februari 2023 lalu.
Dikatakan Nurdin, dalam Rapat Kerja pengambilan keputusan dalam Pembicaraan Tingkat I atas hasi pembahasan RUU tentang Penetapan Perppu No. 2 Tahun 2022 tentang Ciptaker dengan agenda mendengarkan pandangan mini fraksi-fraksi terhadap hasil pembahasan RUU, terdapat 7 fraksi yang menerima hasil kerja Panja dan menyetujui untuk dilanjutkan pada Tahap Pembicaraan Tingkat II, yakni Fraksi PDI-Perjuangan, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, PAN, dan PPP.
Sedangkan 2 fraksi yakni Fraksi Demokrat dan PKS, belum menerima hasil kerja Panja dan menolak RUU tentang Penetapan Perppu No. 2 Tahun 2022 tentang Ciptaker dilanjutkan dalam Tahap Pembicaraan Tingkat II.
“Namun demikian, sesuai dengan mekanisme pengambilan keputusan sebagaimana diatur dalam ketentuan Peraturan DPR RI No. 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib, Rapat Kerja Badan Legislasi bersama Pemerintah dan DPD RI memutuskan menyetujui hasil Pembicaraan Tingkat I terhadap RUU tentang Penetapan Perppu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja untuk melanjutkan pada Tahap Pembicaraan Tingkat II dalam Rapat Paripurna DPR RI untuk ditetapkan dan disetujui menjadi undang-undang,” paparnya.
Sementara itu, Anggota Fraksi Partai Demokrat Hinca Panjaitan mengatakan, fraksinya belum menerima hasil kerja Panja dan menolak RUU tersebut disahkan dengan beberapa alasan. Diantaranya, pertama, undang-undang tersebut dianggap tidak memuat substansi hukum dan kebijakan yang mengandung kegentingan memaksa untuk dikeluarkan secara terburu-buru, kedua; UU Cipta Kerja ini dinilai berpotensi memberangus hak-hak buruh di tanah air.
“Ketiga; kami mempertanyakan prinsip keadilan sosial dari undang-undang Cipta kerja ini apakah sesuai konsep ekonomi Pancasila ataukah justru sangat bercorak kapitalistik dan Neo liberalistik. Keempat; proses pembahasan hal-hal krusial dalam Cipta kerja ini kurang transparan dan akuntabel akhirnya sikap kritis Partai Demokrat terbukti karena Mahkamah Konstitusi memutuskan hasil uji materiil atas undang-undang cinta kerja ini sebagai inkonstitusional bersyarat,” jelasnya.