Connect with us

Hadirkan 3 Rektor ITS, ITS93 Apresiasi Mahasiwa KIP-Kuliah Skema 2 dan Berikan Santunan Yatim dan Dhuafa

Selanjutnya Rektor ITS ke-10 (2011-2015) Prof. Dr. Ir. Triyogi Yuwono, DEA membersamai ITS 93 menyampaikan santunan untuk keluarga besar Angkatan 93 ITS, yakni bagi yatim-piatu, anak dari ITS Angkatan 93 yang telah meninggal dunia, mereka yang menderita sakit serta beberapa teman yang saat ini kurang beruntung dalam menjalani hidup (dhuafa). Secara simbolis santunan diterimakan kepada bidang Sosial Kemasyarakatan untuk selanjutnya diserahkan langsung kepada para penerima dengan kriteria yang telah ditentukan.

Dr. Ir, Machsus, S.T., M.T. (Direktur Lembaga Pengelola Dana Abadi ITS) juga membersamai ITS 93 menyampaikan Apresiasi kepada 30 mahasiswa KIP-Kuliah Skema 2 yang sesuai ketentuan pemerintah, tidak menerima dana tunjangan hidup selama kuliah. ITS 93 tergerak untuk memberikan apresiasi sejumlah dana kepada mereka sebagai tambahan untuk bisa tetap semangat dan daapt terus menjalankan Pendidikan sampai tuntas. ITS 93 juga menginisiasi Gerakan orang tua asuh bagi mereka.

Ir. Bambang Pramujati, S.T., M.Sc.Eng., Ph.D., IPU A.Eng. (Wakil Rektor IV ITS) memberikan apresiasinya. “Alhamdulillah, Luar biasa. Saya bangga sekali dengan kegiatan ITS 93. Apresiasi, untuk Angkatan 93 ITS yang terus berbuat kebaikan untuk Masyarakat, memberikan bantuan pada mahasiswa bidik misi, berbagi dengan pondok pesantren. ITS 93 punya sesuat yang sangat kita banggakan, bermanfaat bagi orang lain.” tutur BP, sapaan akrab Bambang Pramujati.
Lebih lanjut, Bambang Pramujati yang telah terpilih menjadi Rektor ITS ke-13 (2024-2029) menyatakan bahwa di ITS tantangannya cukup besar dan banyak. Dengan status PTN-BH, ITS tidak bisa lari sendiri, butuh teman berlari dan berjalan jauh yakni teman alumni. Untuk bisa menggapai cita-cita ITS dan memajukan keluarga besar ITS. ITS butuh semanngat dan percaya diri. Kita bisa kalau kita yakin bisa. Selamat berkumpul dan berbuat kebaikan bersama, Semoga selalu mendapatkan ridho Alloh SWT, mendapatkan rizki yag lebih bayak guna lebih bayak membantu sesama.” pungkas BP yang akan dilantik jadi rektor pada 30 April 2024 mendatang.

Menyikapi tidak adanya biaya tunjangan hidup bagi adik-adik mahasiswa program KIP-Kuliah Skema 2, ITS 93 telah bergerak menginisiasi dan menggalang solidaritas, yang hingga saat ini telah menjaring 18 orang yang siap menjadi orang tua asuh bagi 33 mahasiswa. Pada kesempatan Bukber ITS 93 secara simbolis juga diserahkan Apresiasi berupa tambahan dana untuk kebutuhan hidup bagi 30 mahasiswa KIP-Kuliah Skema 2.
M. Yazid Basthomi (Bidang Sosmas ITS 93) menyatakan bahwa upaya ITS 93 ini hanya berusaha untuk menginspirasi dan memotivasi para pihak agar bisa peduli dan berbagi.

“Kita melakukan hal seperti ini karena semangat sebagai sebuah keluarga besar ITS. ITS adalah kampus yang bukan main-main, kampus yang berlatar belakang sejarah sepuluh nopember, kampus perjuangan. Makanya bisa ketemu. Apresiasi ini adalah sebagai bentuk kepedulian, dan bukan solusi. Karena persoalan hidup akan selalu ada, yang bisa menyelesaikan adalah mereka sendiri, bukan orang lain. Jangan minder dan merasa takut menghadapi masalah. Kedua, dalam menghadapi masalah, prilaku / style mengurung diri di kamar, tanpa bersosialisasi. adalah hal yang kurang baik. Makanya harus merubah diri, mainset maupun gaya hidup dari individual menjadi mainset orang dewasa, mahasiswa. Belajar tidak hanya di perkuliahan tapi juga di masyarakat. Belajar dengan teman-teman sehingga tambah hebat. Tidak jadi beban kalau ada masalah, tapi bisa menjadi support.” pesan Yazid kepada para mahasiswa penerima apresiasi.

Apresiasi diserahkan langsung kepada mahasiswa KIP-Kuliah Skema 2 sebagai langkah kontingensi (kebutuhan mendesak) juga sebagai bentuk akuntabilitas dan transparansi. Juga sebagai pengenalan mahasiswa dengan seniornya, para alumni khususnya ITS 93. Tatap muka ini penting karena mereka butuh pemotivasian dan komunikasi yang positif sehingga mereka tahu tentang bagaimana “warna” ITS jaman dahulu, membuka ruang interaksi antar generasi.
“Harapan teman-teman bisa datang, bisa membantu memberikan suasana interaksi dan komunikasi yang bagus antar generasi. Ada transfer nilai, membangun suasana kekeluargaan sebagai keluarga besar ITS. Apresiasi ini jangan dilihat nilainya tapi semangatnya.” pungkas Yazid.

  • Halaman :
  • 1
  • 2
Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Target APK Pendidikan Tinggi Tidak Mungkin Tercapai Jika Biaya Kuliah Mahal

Oleh

Fakta News
Target APK Pendidikan Tinggi Tidak Mungkin Tercapai Jika Biaya Kuliah Mahal
Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah saat kunjungan kerja reses di Kota Medan, Sumatera Utara, Senin (06/05/2024). Foto : DPR RI

Medan – Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap mahalnya biaya pendidikan tinggi di perguruan tinggi negeri. Menurutnya, dengan mahalnya biaya pendidikan tinggi itu dapat menghambat pencapaian target pemerintah dalam meningkatkan Angka Partisipasi Kasar (APK) perguruan tinggi. Menurut data tahun 2023, APK untuk laki-laki hanya 29,12 persen dan untuk perempuan 33,87 persen, angka yang jauh dari target yang diharapkan.

Konsekuensinya, tambah Ledia, dengan biaya pendidikan yang sangat mahal  itu banyak calon mahasiswa yang terhambat untuk melanjutkan pendidikan. “Dengan mahalnya perguruan tinggi negeri ini, bagaimana mungkin kita bisa mencapai target APK yang lebih baik jika banyak anak-anak kita yang tidak mampu melanjutkan pendidikan karena biaya?” ujar Ledia kepada Parlementaria, di Kota Medan, Sumatera Utara, Senin (06/05/2024).

Diketahui, Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi (PT) adalah perbandingan antara jumlah penduduk yang masih bersekolah di jenjang pendidikan Perguruan Tinggi (PT) (tanpa memandang usia penduduk tersebut) dengan jumlah penduduk yang memenuhi syarat resmi penduduk usia sekolah di jenjang pendidikan Perguruan Tinggi (PT) (umur 19- 23 tahun).

Ledia pun mengkritik sistem Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang berlaku di banyak perguruan tinggi, yang menurutnya masih memberatkan bagi sebagian besar calon mahasiswa. “Ada perguruan tinggi dengan sistem UKT yang sangat tinggi, dan ada pula yang menengah namun tetap mahal, belum lagi adanya uang pangkal yang harus dibayar di awal,” ujar politisi Alumni Master Psikologi Terapan dari Universitas Indonesia ini.

Ledia juga menyoroti perlunya sebuah sistem pendidikan tinggi yang lebih pro kepada masyarakat, terutama bagi warga negara Indonesia yang memiliki kemampuan akademis namun ada keterbatasan ekonomi. “Kita perlu membuat sistem yang lebih baik, yang lebih mendukung anak-anak kita untuk bisa kuliah tanpa dibebani biaya yang tidak mampu mereka tanggung,” ujar Politisi Fraksi PKS ini.

Lebih lanjut, Ledia menegaskan bahwa pendidikan tinggi harus diakses oleh semua lapisan masyarakat. “Kita membuat kampus itu mandiri, namun bukan berarti kita bisa mengabaikan warga negara Indonesia, terutama anak-anak muda kita yang sebenarnya punya kemampuan dalam akademisnya tapi tidak dalam ekonominya,” ujarnya.

Kebijakan saat ini, menurut Ledia, harus segera dibahas dan diperbaiki, dengan keterlibatan langsung dari kampus-kampus dan pemerintah untuk mencari solusi yang efektif. “Perlu ada diskusi serius antara pemerintah dengan perguruan tinggi untuk menata ulang sistem pendanaan pendidikan tinggi di negara kita,” tutur Ledia.

Dalam mencari solusi, Ledia juga menyarankan agar perguruan tinggi negeri bisa terhubung lebih baik dengan program beasiswa dan bantuan finansial lainnya yang bisa membantu meringankan beban mahasiswa. “Harus ada lebih banyak opsi beasiswa dan bantuan finansial yang dapat diakses oleh mahasiswa yang membutuhkan,” ucap Ledia.

Ledia berharap bahwa dengan perbaikan sistem yang lebih inklusif dan mendukung, Indonesia bisa mencapai tujuan menjadi negara dengan sumber daya manusia yang unggul pada 2045. “Ini semua tentang membangun fondasi yang kuat untuk pendidikan tinggi di Indonesia, memastikan semua anak berhak dan mampu mendapatkan pendidikan yang layak,” pungkasnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

Geramnya Komisi II terhadap Biaya PBB yang Membengkak Akibat Sertifikat Tanah

Oleh

Fakta News
Geramnya Komisi II terhadap Biaya PBB yang Membengkak Akibat Sertifikat Tanah
Anggota Komisi II DPR RI Rosiyati MH Thamrin saat Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi II ke Maros, Sulawesi Selatan, Senin (06/05/2024). Foto : DPR RI

Maros – Anggota Komisi II DPR RI Rosiyati MH Thamrin mengecam kebijakan terkait sertifikat tanah yang merugikan masyarakat. Dalam pernyataannya, ia menyampaikan keprihatinannya terhadap biaya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang melonjak drastis setelah penerbitan sertifikat tanah.

“Sangat disayangkan melihat betapa besarnya biaya PBB yang harus ditanggung masyarakat setelah memiliki sertifikat tanah. Hal ini menjadi hambatan besar bagi petani dan pengguna lahan lainnya untuk mendaftarkan tanah mereka,” ujar Rosiyati MH Thamrin saat Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi II ke Maros, Sulawesi Selatan, Senin (06/05/2024).

Menurutnya, masyarakat enggan membuat sertifikat tanah karena adanya komponen biaya PBB yang meningkat secara signifikan setelah kepemilikan tanah tersebut bersertifikat. Hal ini berdampak negatif terutama bagi para petani dan pengguna lahan lainnya yang mayoritas hidup dengan penghasilan terbatas.

Rosiayati pun menyerukan pentingnya koordinasi antara pemerintah daerah dan Dinas Pajak untuk meninjau ulang kebijakan terkait tarif PBB. “Saya berharap agar Dinas Pajak dapat mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat yang terdampak dan menyesuaikan tarif PBB dengan lebih adil,” tambahnya.

Kemudian, Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu juga menegaskan bahwa pembenahan terhadap kebijakan tersebut penting dilakukan agar masyarakat merasa lebih terbantu dan terjamin hak-haknya atas tanah yang mereka miliki.

“Pemerintah harus fokus pada upaya mempermudah akses masyarakat terhadap kepemilikan tanah dengan biaya yang terjangkau, sehingga tidak menghambat pembangunan dan kesejahteraan masyarakat,” tutupnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

PON XXI Sebentar Lagi, Pembangunan Venue Ternyata Belum Tuntas!

Oleh

Fakta News
PON XXI Sebentar Lagi, Pembangunan Venue Ternyata Belum Tuntas!
Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah saat mengikuti Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi X DPR RI, di Kota Medan Sumatera Utara, Senin (06/05/2024). Foto: DPR RI

Medan – Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah mengungkapkan, kekhawatirannya terkait kesiapan pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI yang dijadwalkan pada September 2024 di Aceh dan Sumatera Utara. Ledia menyatakan bahwa meskipun pemerintah daerah telah berkomitmen dengan mengalokasikan dana besar, masih terdapat kekurangan yang perlu ditangani oleh pemerintah pusat.

“Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah mengeluarkan anggaran sekitar Rp2,1 triliun, dan belum lagi dari Pemerintah Kabupaten/Kota dari APBD untuk pembangunan venue dan lain-lain. Namun, ada beberapa hal penting yang masih harus di-cover oleh pemerintah pusat,” ujar Ledia, Medan, Sumatera Utara, Senin (6/5/2024).

Menurutnya, masih ada kebutuhan dana tambahan untuk menyelesaikan infrastruktur yang belum rampung. “Persoalnnya ada hal yang harus dicover oleh pemerintah pusat, apakah itu bisa selesai atau enggak. Kita belum tahu sampai sekarang pemerintah daerah juga enggak bisa apa-apa, itu sangat tergantung dari pusat,” ujarnya.

Ledia juga menyampaikan bahwa Komisi X DPR RI telah mengusulkan agar penundaan PON hingga awal tahun 2025 untuk memastikan semua persiapan bisa tuntas. “Beberapa dari kami sudah mengusulkan untuk ditunda sampai Januari atau Februari 2025 sehingga penyelenggaraannya bisa berjalan dengan baik dan tidak terburu-buru,” tegas Ledia.

Selain itu, Ledia menekankan bahwa ada kesamaan situasi dengan PON sebelumnya di Papua, yang juga harus diundur karena pandemi COVID-19. “Situasinya serupa dengan apa yang terjadi di Papua. Jika memang belum siap, jangan dipaksakan,” tegasnya.

Ledia juga berharap dengan waktu yang masih ada, bisa di optimalkan dengan baik. “Harapan nanti penyelenggarannya bisa berjalan dengan baik, karena ini baru pertama kali diselenggarakan di dua  provinsi, belum lagi setelah itu ada peparnas untuk disabilitas. Nah jadi memang harusnya lebih matang, kalau memang belum siap jangan dipaksakan,” ungkap Ledia.

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah berkomitmen untuk juga menggunakan venue yang sudah ada dengan memperbaikinya. Namun, Ledia menyatakan, “Sekarang ini yang ditunggu adalah dukungan anggaran dari pemerintah pusat, bisa atau tidak,” ungkapnya.

Ditambah lagi, menurut Ledia, “Telah dianggarkan dari Kementerian Pemuda dan Olahraga sebanyak Rp300 miliar untuk biaya operasional seperti pembayaran wasit dan juri, namun untuk infrastruktur, kecepatan penyelesaian dari pemerintah pusat masih menjadi tanda tanya”.

Kekhawatiran terus mengemuka seiring dengan mendekatnya waktu pelaksanaan PON XXI, dengan banyak pihak berharap agar pemerintah pusat dapat segera mengambil tindakan untuk menyelesaikan persiapan yang masih tertunda.

Baca Selengkapnya