Connect with us
DPR RI

Geram Kasus Suami Bunuh Istri, Legislator Dorong Program Penyuluhan Pernikahan Digencarkan

Geram Kasus Suami Bunuh Istri, Legislator Dorong Program Penyuluhan Pernikahan Digencarkan
Anggota Komisi VIII DPR RI, Selly Andriany Gantina. Foto : DPR RI

Jakarta – Komisi VIII DPR RI menyoroti kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang berakhir dengan suami membunuh istrinya di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Untuk itu, Pemerintah didorong menggencarkan program penyuluhan pernikahan guna meminimalisir kasus-kasus KDRT.

“Kurangnya bimbingan konseling agama dan rumah tangga saat sebelum pernikahan dan sesudah pernikahan menjadi pemicu pertengkaran,” kata Anggota Komisi VIII DPR RI, Selly Andriany Gantina, Jumat (15/9/2023).

Seperti diketahui, seorang ibu muda berinisial MSD (24) tewas dibunuh suaminya sendiri bernama Nando (25) di rumah kontrakan mereka, di Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi. MDS dibunuh Nando usai keduanya cekcok di mana korban sudah mengalami KDRT selama 3 tahun lamanya.

MDS sempat melaporkan kasus KDRT yang dialaminya ke Polres Metro Bekasi namun belum ada tindak lanjut yang signifikan sampai korban meninggal dibunuh sang suami. Selly pun geram dengan tindakan pelaku karena melakukan KDRT berkali-kali kepada korban.

“Maka penting sekali penyuluhan-penyuluhan sebelum menikah agar muda-mudi yang hendak menjalin ikatan pernikahan paham akan tantangan ke depan. Termasuk mengenal lebih baik perilaku dan sifat pasangannya,” tuturnya.

Berdasarkan keterangan polisi, motif pembunuhan MDS adalah karena pelaku sakit hati atas pernyataan istrinya. Sebab ada faktor kesenjangan ekonomi antara pelaku dan korban. “Apapun alasannya, tidak ada pembenaran dari tindakan kekerasan di rumah tangga,” tegas Selly.

Komisi di DPR yang membidangi urusan sosial serta pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak ini pun menilai perlunya Pemerintah turut memberikan pendampingan secara berkala pada pasangan suami istri. Apalagi, kata Selly, bagi pasangan muda yang masih sering dilanda gejolak emosi.

“Dan dalam pemberian pendampingan, harus ada edukasi yang masif dan kerja sama lintas kementerian/lembaga sehingga pendampingan yang diberikan kepada pasangan dan calon pasangan suami istri bisa berjalan optimal,” ujarnya.

Menurut Selly, terciptanya ketahanan keluarga memerlukam kolaborasi berbagai stakeholder. Terkait penyuluhan dan pendampingan bagi pasutri atau calon pasutri, disebutnya, bukan hanya ada di ranah Kementerian PPPA (Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak), tapi ada juga di Kementerian Agama (Kemenag), Kementerian Sosial (Kemensos), BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional), bahkan hingga Kepolisian dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

“Karena dalam isu KDRT pun ada banyak irisan yang terjadi, sehingga pembinaan keluarga membutuhkan dukungan banyak pihak,” sebut Selly.

Selain pendampingan dari sisi keagamaan, Pemerintah dinilai perlu memperhatikan sisi sosial dan empati mengingat perkawinan erat kaitannya dengan urusan rasa. Selly menyebut setiap pasangan calon pengantin harus mendapat sosialisasi yang mendalam mengenai UU Perkawinan.

“Dalam undang-undang jelas disebutkan bahwa setiap pasangan harus saling menghormati dalam suka dan duka, tapi ini kan yang kadang luput dipahami karena gejolak emosi yang tidak stabil. Di situlah negara hadir untuk memberikan pendamping dan edukasi,” papar mantan Wakil Bupati Cirebon ini.

Selly juga menilai kurangnya penegakan hukum dalam kasus KDRT berdampak pada kasus kekerasan dalam rumah tangga kembali terulang. Ia menyinggung soal seringnya aparat kepolisian menganggap masalah KDRT masih bisa diselesaikan dengan cara kekeluargaan.

Padahal Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) tegas mengatur hukuman bagi pelaku KDRT.

Ancaman hukuman tersebut diklasifikasikan berdasarkan jenis kekerasan yang dilakukan, yaitu kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, dan penelantaran rumah tangga. Untuk kekerasan fisik ancaman maksimal penjara 15 tahun dan denda Rp45 juta jika KDRT fisik yang dilakukan menyebabkan korban meninggal dunia.

“Saya melihat bahwa dari awal korban tidak tahu harus mendapat perlindungan dari siapa, sehingga fungsi negara dengan banyaknya undang-undang yang sudah dibuat tetap mandul dan rakyat tidak tahu saat mengalami KDRT mereka harus berbuat apa dan kepada siapa mereka mengadu,” terang Selly.

Legislator dari Dapil Jawa Barat VIII tersebut pun menilai KDRT fisik berulang kerap dialami istri karena mereka enggan bercerai dari suaminya karena takut mendapat cap negatif dari lingkungan sekitarnya. Menurut Selly, permasalahan sosial ini yang kerap kali menyebabkan korban KDRT terus mengalami kekerasan berulang dari pasangannya.

“Mengenai cultural stigma soal perceraian di masyarakat sebetulnya merugikan suami atau istri yang memang dalam rumah tangganya tidak sehat. Mereka takut dianggap negatif oleh lingkungan sekitar,” ungkapnya.

Di sisi lain, Selly menegaskan pemberantasan praktik KDRT merupakan tugas bersama antara Pemerintah, penegak hukum, dan elemen bangsa lainnya, termasuk dari masyarakat itu sendiri. Dengan adanya sinergitas yang baik, para korban KDRT diharapkan akan lebih merasa aman dan berani menyampaikan tindakan kekerasan yang mereka alami.

“Diperlukan komitmen yang kuat dan berkelanjutan untuk melindungi perempuan dari kekerasan dan menciptakan lingkungan yang aman bagi mereka. Itu tanggung jawab kita bersama, yang harus lebih peka terhadap kekerasan khususnya bagi kaum perempuan,” ucap Selly.

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat

Oleh

Fakta News
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh saat memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024). Foto: DPR RI

Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.

“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).

Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.

Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.

Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.

Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.

Baca Selengkapnya

BERITA

Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil

Oleh

Fakta News
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily. Foto: DPR RI

Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.

“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).

Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.

Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.

“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.

Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.

“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.

Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.

Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar  siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.

“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.

Baca Selengkapnya

BERITA

Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi

Oleh

Fakta News
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024). Foto: DPR RI

Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.

“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).

Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.

“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.

Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.

“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.

Baca Selengkapnya