Fredrich Yunadi Melawan Akal Sehat untuk Mengulur Waktu
Jakarta – Dinilai berlebihan mendampingi Setya Novanto kliennya, Fredrich Yunadi kuasa hokum Novanto sudah melawan akal sehat. Hal itu diungkapkan Pakar Hukum Pidana, Abdul Fickar Hadjar.
Melawan akal sehat yang dilakukan Fredrich, menurut Abdul Fickar, yaitu terkait arahannya kepada Novanto agar tidak mengadiri setiap panggilan pemeriksaan yang diberikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Terakhir, untuk menghindari panggilan KPK, Fredrich melontarkan alasan bahwa harus ada izin terlebih dahulu dari Presiden Republik Indonesia Joko Widodo.
“Itu yang saya bilang melawan akal sehat, aturannya jelas bahwa setiap anggota DPR RI yang diduga melakukan tindak pidana harus se-izin Presiden kecuali, tertangkap tangan, tindak pidana yang hukumannya mati dan seumur hidup dan tindak pidana khusus seperti korupsi, narkoba serta terorisme. Dah hal itu masuk dalam tindak pidana khusus. Itu yang saya bilang menghilang akal sehat, aturannya dipaksakan,” Ujar Abdul Fickar dalam Diskusi Polemik bertajuk Dramaturgi Setya Novanto di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (18/11).
Abdul Fickar juga mengatakan, seharusnya Fredrich bisa memberikan masukan yang baik kepada kliennya karena fungsi dari pengacara adalah mendampinginya, agar hak-hak secara hukum kliennya tersebut tidak dilanggar dan sesuai dengan hukum acara.
“Pengacara itu fungsinya mendampingi tersangka atau terdakwa, agar tidak dilanggar hak-haknya sesuai dengan hukum acara. Atau dengan kata lain pengacara menjaga agar kepentingan hukum kliennya itu sesuai dengan hukum acara. Kalau kemudian ada pengacara yang mengajukan kewajiban hukum seorang tersangka, maka saya kira itu sudah keluar dari fungsi dan kewenangannya. Bahkan bisa ditafsirkan sebagai melawan hukum,” terangnya.
Trik Mengulur Waktu
Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti dari Lembaga Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) menyebut, kubu Novanto sedang mengulur waktu.
“Ini taktik standar untuk mengulur waktu. Misalnya dia ngak mau tanda tangan berita acara, surat penahanan seperti yg dilakukan, itu standar sekali,” ujarnya disela-sela diskusi media bersama Populi Center dan Smart FM di Gado-gado Boplo, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (18/11).
Bivitri Susanti; Ini jelas terbaca taktik mengulur waktu
Selain itu, dua kali mengikuti praperadilan maupun menggugat Undang-undang Tipikor ke Mahkamah Konstitusi (MK) juga bukti pihak Novanto mengulur waktu.
“Kami tahu bahwa praperadilan ini, sudah didaftarkan dan akan disidangkan minggu depan, permohonan ke MK juga sudah didaftarkan. ini jelas terbaca taktiknya mengulur waktu,” lanjutnya.
Terkait persetujuan Presiden dan hak imunitas, Bivitri berpendapat, bahwa Novanto tak bisa menggunakannya sebagai alasan untuk mangkir. “Soal tidak mau dipanggil karena harus tanda tangan Presiden atau soal hak imunitas, itu clear pasalnya tidak bisa diperbedatkan lagi. Artinya, ini tidak bisa digunakan oleh Novanto,” paparnya.
Hak imunitas, menurut Bivitri, bisa digunakan oleh anggota dewan hanya dalam rangka menjalankan fungsi dan tugasnya. “Misalnya ketika ada anggota ngomong Menteri ini ngaco dan lain-lain, dia nggak bisa dituntut, begitu,” ujarnya.
Namun, lanjut Bivitri, ketika seorang anggota dewan melanggar tindak pidana apalagi tindak pidana korupsi, makai a tetap harus menjalani proses hukum. “Dalam UUD dimuat pasal 20 a. MD3 juga dijelaskan soal hak imunitas. Ini mengutipnya secara baik. Berhenti ‘ketika menjalankan tugasnya’,” kata dia.
Lalu mengenai Pasal 245, mengenai dibutuhkannya tanda tangan presiden juga tak bisa digunakan oleh Novanto. Sekalipun Setnov merupakan Ketua DPR RI, penandatanganan Presiden tetap tak dibutuhkan.
“Ada yang komen, KPK ngalah saja minta sama presiden. Ini bukan soal ngalah, peraturannya emang begitu. Gak boleh ada yang diistimewakan meski yang bersangkutan Ketua DPR RI. Pakai semua alat itu yg ada di UU oleh KPK. Jadi jelas, bahwa tidak ada yg untouchable di Indonesia,” ungkap Bivitri.
Meski demikian, Bivitri tetap mengapresiasi KPK dalam menangani kasus korupsi yang menjerat Novanto. Dia juga menilai KPK sudah berhati-hati dalam menetapkan keputusan.
“Saya lihat KPK juga sangat hati-hati dalam menggunakan wewenang, mereka juga bikin argumen jelas. KPK harus siap karena ini proses wajar, dihadapi saja,” pungkas Bivitri.
M Riz
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.