Dubes RI untuk Myanmar Harapkan Masyarakat Indonesia Bersikap Obyektif dan Tidak Emosional Terhadap Konflik Rohingya
Jakarta – Duta Besar Indonesia untuk Myanmar Ito Sumardi angkat bicara mengenai Konflik etnis yang terjadi di Rakhine, Myanmar yang menjadi perhatian dunia. Menurutnya konflik tersebut harus disikapi tanpa emosi. Sikap tersebut terbentuk Karena pemberitaan yang beredar saat ini sebagian datanya tidak benar dan bisa mempengaruhi hubungan Indonesia dan Myanmar.
“Sangat disayangkan, sikap dan opini yang terbentuk akibat pemberitaan-pemberitaan media, yang datanya sebagian adalah tidak benar. Ini membentuk opini yang berlebihan dan emosional dari sebagian masyarakat Indonesia, sehingga akan mempengaruhi hubungan baik yang selama ini telah terjalin, dan kepercayaan pemerintah Myanmar terhadap Indonesia,” ujar Ito dalam keterangan tertulisnya, Minggu (3/9/2017) pagi.
Lebih lanjut Ito mengatakan masyarakat juga harus obyektif dan cermat melihat fakta-fakta yang ada. Bahwa saat ini pemerintah Myanmar dihadapi dengan masalah yang sangat kompleks, mereka juga dalam posisi yang sulit karena sedang dalam proses transisi sebagai suatu negara demokrasi yang baru. Sehingga diharapkan masyarakat bisa menilai secara komprehensif dan cermat mengenai situasi yang berkembang di Rakhine.
Kejadian di Rakhine Utara yang sebagian besar dihuni masyarakat etnis Rohingya (etnis yang berasal dari Bangladesh), memanas kembali pasca terjadinya penyerangan secara serentak terhadap 30 pos polisi dan 1 markas tentara. Penyerangan ini mengakibatkan terbunuhnya beberapa polisi dan tentara, terbakarnya beberapa mobil polisi, serta jatuhnya korban dari masyarakat yang tidak berdosa Karena pemukiman penduduk ikut diserang juga.
Akibat penyerangan tersebut, aparat keamanan Myanmar segera melakukan operasi pemulihan keamanan namun mendapatkan perlawanan dari Arakan Rohingnya Salvation Army (ARSA) bersama beberapa masyarakat Myanmar. Hal ini menimbulkan pengungsian besar-besaran etnis Rohingnya dan penduduk Myanmar lainnya di wilayah Rakhine Utara yang selama ini menjadi pemukiman illegal mereka (versi pemerintah).
“Permasalahan Rohingya adalah sebagian dari permasalahan domestik yang ada di Myanmar, karena masih ada konflik-konflik etnis lainnya yang menggunakan senjata dan kekerasan dari sesama agama Myanmar (Budha). Di Rakhine, konflik etnis tidak hanya oleh Rohingya, tapi dengan sesama agama Budha yang ada di kelompok Arakan Independen Army dan berbatasan dengan China,” jelasnya.
Ito menjelaskan kejadian saat ini merupakan akibat reaksi yang ditimbulkan pemerintah Myanmar yang ingin memulihkan keamananan di wilayah Rakhine, sehingga menimbulkan pertempuran antara aparat keamanan pemerintah Myanmar dan gerombolan bersenjata ARSA. Pertempuran inilah yang menyebabkan jatuhnya korban di kedua belah pihak hingga meluas sampai sekarang ini.
Kejadian saat ini hampir serupa dengan peristiwa yang terjadi pada oktober tahun lalu, Ito yang pernah berkunjung langsung ke lokasi kejadian di Rakhine bersama rombongan kedubes RI dan perwakilan dari PBB selama tujuh hari pada saat itu mengatakan telah terjadi penyebaran informasi yang keliru mengenai kejadian yang sebenarnya. Mengenai isu genosida, pembakaran kampung di Rakhine pada waktu itu informasinya juga keliru dan terkesan dibesar-besarkan.
Menurutnya pada waktu itu, mengenai isu pembakaran kampung di wilayah Rakhine khususnya di dekat Maungdaw memang betul ada rumah-rumah yang dibakar, tapi sebagian kecil saja. Ia mencontohkan, ada satu kampung yang berjumlah 260-an rumah, kemudian 13 rumah yang dibakar di wilayah dekat Maungdaw. Siapa yang membakar, tentu ini harus dibuktikan. Menurutnya, kalau memang tentara atau polisi di sana berniat ingin membakar, pasti bisa saja satu kampung dibakar habis.
Sedangkan kalau memang betul ada pembantaian, tentu ada bekas-bekasnya. Karena, sebagai mantan polisi dan pernah juga bertugas di Bosnia saat tragedi genosida di sana, ia pastikan bisa membedakan apakah benar ada pembantaian itu atau tidak., karena kalau ada genosida bisa dilihat bekasnya. Tapi, yang terjadi tidak seperti itu. Konflik dan pembakaran rumah di desa sekitar Maungdaw itu, menurutnya, semua bermula dari serangan kelompok RSO (Rohingya Solidarity Organisation). Kelompok RSO ini bagi pemerintah Myanmar merupakan separatis, karena ingin memisahkan diri dari pemerintahan Myanmar yang sah. Alasan yang digunakan karena mereka Muslim dan etnis minoritas yang ditindas oleh pemerintah Myanmar. Padahal kata dia, sebenarnya ada beberapa kelompok Muslim di Myanmar yang bisa hidup berdampingan dengan kelompok mayoritas agama dan etnis di sana. Dan pimpinan kelompok RSO itu memang alumni-alumni dari Taliban, Pakitan, dan Afganistan.
Terkait sikap pemerintah Myanmar, sebenarnya Aung San Suu Kyi sudah lebih mengakomodiasi kelompok Muslim di Myanmar, termasuk Muslim Rohingya. Suu Kyi telah mengubah paradigma agar Muslim Rohingya itu disebut sebagai Kelompok Muslim Rakhine agar tidak terjadi diskriminasi. Selain itu, Suu Kyi juga telah membungkam kelompok-kelompok Budha radikal yang digerakkan oleh Biksu Ashin Wirathu, yang juga dikenal dengan kelompok 969. Sekarang, kelompok Budha Radikal itu sudah tidak difasilitasi oleh pemerintahan Suu Kyi dan mereka tidak bisa berbuat banyak, seperti pada masa pemerintahan sebelumnya.
Namun saat ini Myanmar sedang menjalani proses transisi sehingga membuat dinamika politik dan tensi politik dalam negeri menjadi tinggi. Perhatian pemerintah Myanmar untuk penanganan konflik di Rakhine yang juga terdapat etnis Rohingya, sudah menjadi prioritas utama. Namun, karena keterbatasan sumber daya, membuat upaya tersebut terkendala atau tidak dapat berjalan secara optimal.
Dari sisi tersebut, peran indonesia masuk selama ini. Indonesia membantu Myanmar sebagai sesama negara ASEAN secara inklusif (tidak mendasarkan pada etnis dan agama tertentu). Semata-mata dari aspek kemanusiaan tanpa turut campur dalam urusan dalam negeri Myanmar, karena Myanmar adalah negara yang berdaulat.
“Bantuan kemanusiaan di bidang pendidikan, kesehatan, pangan, obat-obatan dan sosial yang melibatkan aliansi lembaga kemanusiaan Indonesia, sudah lama dilakukan pemerintah Indonesia, dengan tidak menggunakan megaphone diplomacy. Sehingga kesan di kalangan masyarakat bahwa pemerintah Indonesia tidak berbuat apa-apa, itu suatu anggapan yang sangat keliru,” jelasnya.
Ping
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.