Disiplin Prokes Terbukti Berhasil Melewati Gelombang Ketiga di Berbagai Negara
Jakarta – Negara-negara dengan masyarakatnya yang disiplin protokol kesehatan (Prokes), terlepas kebijakan yang diterapkan terbukti berhasil melewati gelombang kasus COVID-19 yang diakibatkan varian Omicron. Hal ini terlihat di sejumlah negara-negara di Benua Eropa, Amerika hingga Australia. Namun, berbeda, negara-negara di benua Asia termasuk Indonesia tengah mengalami gelombang kenaikan kasus.
Menurut Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Prof. Wiku Adisasmito, pengalaman negara-negara yang berhasil dapat menjadi pembelajaran bagi Indonesia. “Hal ini menunjukkan bahwa apapun variannya, kebijakannya, dan kondisi kasusnya, protokol kesehatan harus selalu diterapkan dengan disiplin,” Wiku dalam Keterangan Pers Perkembangan Penanganan COVID-19 di Graha BNPB, Kamis (17/2/2022) yang disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden.
Secara global, dunia kini menunjukkan tren penurunan sekitar 60% dari puncak gelombang terakhir. Sementara Indonesia kasusnya terus naik hingga hampir 200 kali lipat dari titik terendahnya. Indonesia selalu mengalami kenaikan saat kasus dunia sudah melewati puncaknya yang berkaitan kebijakan karantina serta entry dan exit test pelaku perjalanan internasional yang ketat. Sehingga Indonesia berhasil menunda importasi kasus lebih lama dibanding negara lainnya.
Lalu, dalam skala benua, negara-negara di Eropa, Amerika Serikat dan Kanada, serta Australia telah melwati puncak kasus dan konsisten menurun kasusnya. Berbeda di benua Asia, sebagian besar tren kasusnya masih naik seperti di Singapura, Malaysia, Thailand, Hongkong, dan Indonesia. Sebagian kecil lainnya telah menunjukkan tren penurunan kasus, diantaranya Jepang dan Filipina.
Mencermatinya lagi, negara-negara yang telah melewati puncaknya menunjukkan tren kematian dan perawatan di rumah sakit yang berbeda-beda. Ada 8 negara yakni Denmark, Swiss, Perancis, Jerman, Belgia, Italia, Inggris, dan Amerika Serikat. Setidaknya ada 3 hal yang menjadi perhatian.
Pertama, kedelapannya mencatat rekor tertinggi melebihi puncak kasus sebelumnya. Kelipatan kenaikannya berkisar antara 3 – 9 kali lipat. Khusus Denmark, menjadi yang tertinggi mencapai 13 kali lipat dari puncak terakhirnya.
Kedua, kematian cenderung lebih rendah pada 6 dari 8 negara dibandingkan pada puncak sebelumnya dengan kisaran angka kematian 50 – 80% dibanding puncak terakhir. Hanya Denmark dengan angka kematiannya setara dengan puncak sebelumnya. Namun, di Amerika Serikat angka kematiannya justru lebih tinggi 20% dari puncak terakhirnya.
Ketiga, tren perawatan rumah sakit lebih rendah pada 5 dari 8 negara dibanding puncak terakhirnya dengan kisaran angka 30 – 50%. Di Perancis, tingkat perawatan justru sudah setara dengan puncak sebelumnya. Di Denmark dan Amerika Serikat tren perawatan justru mencapai angka tertinggi hingga 2x lipat dari puncak terakhirnya.
Lalu, jika dilihat dari kebijakan protokol kesehatan pada 8 negara tersebut, ada keterkaitannya. Terutama, kebijakan memakai masker dan larangan berkerumun. Seperti di Denmark, kenaikan kasusnya yang tertinggi hingga 13 kali lipat. Angka kematian menyamai puncak sebelumnya dan rekor tertinggi pada perawatan di rumah sakit mencapai 2x lipat puncak sebelumnya.
“Denmark situasinya paling signifikan. Nyatanya, jika dilihat dari segi kebijakan dan penerapan protokol kesehatan, bahkan Denmark tidak memberlakukan kebijakan wajib masker dan larangan berkerumun,” lanjutnya.
Amerika Serikat, angka kematiannya lebih tinggi 20% dari puncak sebelumnya dengan perawatan di RS mencapai rekor tertinggi 2x lipat puncak sebelumnya. Meskipun demikian, ternyata kebijakan wajib masker dan larangan berkumpul lebih dari 10 orang tidak terlaksana dengan baik. Terlihat dari banyaknya aksi demonstrasi dan penolakan dari masyarakat, khususnya terkait asas kebebasan.
Hal serupa di Perancis, dengan tren perawatan RS setara dengan pundak sebelumnya. Kebijakan wajib masker dan larangan berkumpul lebih dari 100 orang sudah diberlakukan. Namun, banyak terjadi aksi turun ke jalan dan penolakan penggunaan masker oleh masyarakat. Sementara, kebijakan 5 negara lainnya dengan wajib masker dan larangan berkumpul, berhasil menekan angka kasus, kematian, dan perawatan di RS.
Dari kondisi 8 negara tersebut, dapat diambil kesimpulan, kebijakan protokol kesehatan di Denmark mempengaruhi kasus, kematian dan perawatan di rumah sakit yang meningkat tajam. Namun, kebijakannya yang tidak dijalankan baik seperti di Amerika Serikat dan Perancis, nyatanya dapat memperburuk situasi. Dan, terlepas apapun kebijakannya, faktor kunci keberhasilan pengendalian adalah masyarakat yang dengan kesadaran tinggi menjalankan protokol kesehatan.
Indonesia, harus belajar dari negara-negara tersebut. Pemerintah telah melakukan upaya berlapis yang dirancang semata-mata untuk melindungi rakyatnya. Karenanya masyarakat harus melaksanakan kebijakan protokol kesehatan dengan kesadaran tinggi.
Adanya kebebasan yang melekat pada setiap orang, tidak menjadikannya bebas menempatkan orang lain pada situasi yang berisiko. Hingga mengakibatkan gejala berkepanjangan bahkan menghilangkan nyawa.
“Kebebasan juga tidak berarti kita bebas mengacuhkan keselamatan bersama. Ingat, pembatasan aktivitas yang harus diterapkan ketika kasus melonjak tidak hanya merugikan kita sebagai individu, namun juga menimbulkan penurunan ekonomi negara yang tidak sedikit jumlahnya,” pungkas Wiku.
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.