Connect with us
Daerah

Bukti KUR Jadi Favorit UKM di Sulsel

Tarif pajak UMKM akan segera diturunkan

Program Magang

Sama halnya dengan Masdir. Pemilik usaha cetak dan sablon kaos dengan brand Mockerz Clothing ini mengaku tertarik terjun ke dunia bisnis karena mengikuti program magang wirausaha Kemenkop dan UKM.

“Setelah mengikuti program magang itu, saya memutuskan untuk fokus menjadi wirausaha. Di program magang saya diajarkan berbisnis, produksi, kemasan, manajemen keuangan, dan menjaga kualitas produk”, ungkap Masdir.

Masdir mengawalinya dengan modal Rp800 ribu saja. Awalnya cuma usaha sablon kaos kecil-kecilan. Hingga pada 2013, ia mendapat informasi akan adanya program Wirausaha Pemula dari Kemenkop dan UKM.

“Karena saya tertarik, maka saya ikut mengajukan proposal business plan agar mendapat bantuan modal dari pemerintah pusat. Ahlamdulillah, saya lulus dan mendapat bantuan modal sebesar Rp10 juta”, kata Masdir.

Masdir mengaku, uang sebesar itu amat besar manfaatnya bagi rencana pengembangan usaha sablon kaosnya. Kini sudah memiliki karyawan sebanyak 20 orang.

“Uang itu saya belikan alat-alat cutting dan cetak kaos. Saat itu, fokus saya hanya untuk bagaimana meningkatkan produksi kaos, karena kebetulan permintaan kaos memang tak pernah kurang dan selalu bertambah setiap bulannya”, jelas Masdir.

Untuk lebih mengembangkan usahanya, pada 2015 Masdir mengajukan KUR dari Bank BRI dan cair sebesar Rp50 juta. Hasilnya, omzet Masdir pun meningkat pesat dari Rp70 juta sebulan menjadi Rp200-an juta.

  • Halaman :
  • 1
  • 2
  • 3
Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Tak Hanya Kriteria Fisik, Penerapan KRIS Harus Pastikan Ketersediaan Tenaga Kesehatan dan Obat

Oleh

Fakta News
Tak Hanya Kriteria Fisik, Penerapan KRIS Harus Pastikan Ketersediaan Tenaga Kesehatan dan Obat
Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani. Foto: DPR RI

Jakarta – Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani menyatakan perlu ada kajian lebih lanjut pasca dihapuskannya kelas BPJS Kesehatan menjadi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) yang diwajibkan terhadap rumah sakit. Sebab, menurutnya, perubahan sistem tersebut, pasti akan memunculkan beberapa konsekuensi dari masyarakat yang menjadi peserta BPJS Kesehatan. Konsekuensi tersebut tidak hanya terkait keharusan memenuhi kriteria fisik, melainkan juga harus memastikan adanya ketersediaan tenaga kesehatan dan juga obat-obatan yang terstandardisasi.

“Banyak rumah sakit yang tidak siap untuk mengimplementasikan Kelas Rawat Inap Standar. Kenapa? Karena memang kalau kita bicara tentang kemampuan rumah sakit, (maka juga terkait) cash flow rumah sakit untuk membuat penyesuaian. Jadi kita minta untuk dilakukan kajian, kenapa? karena ketika kelas rawat inap standar ini diterapkan, diimplementasikan sudah pasti akan terjadi beberapa fenomena ya,” ujar Netty kepada Parlementaria di Gedung Nusantara II, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (15/5/2024).

Diketahui, penghapusan Kelas BPJS Kesehatan menjadi KRIS tersebut merupakan amanat UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). UU tersebut lalu diturunkan dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.  Salah satunya yakni mengatur penerapan fasilitas ruang perawatan rumah sakit dengan 12 kriteria. Namun implementasinya selalu diundur oleh Pemerintah karena banyak rumah sakit yang tidak siap.

Konsekuensi yang akan terjadi di antaranya yakni adanya gejolak di antara peserta BPJS Kesehatan. Adanya KRIS ini bisa diartikan akan tidak adanya perbedaan antara kelas satu, dua dan tiga karena setiap kelas akan mendapatkan layanan yang sama dengan kamar yang sama. Untuk itu perlu pengkajian, baik mengenai Premi BPJS, Imigrasi Peserta, dan Insentif untuk rumah sakit swasta.

“Jika semua peserta akan mendapatkan layanan yang sama, berarti kan kita harus mulai menghitung atau melibatkan aktuaria untuk menghitung paket INA-CBG. Apakah betul jarum suntiknya, obatnya, alat infusnya itu sama? kalau kemudian semuanya mendapatkan layanan yang sama. Nah ini saya minta kemarin supaya dilakukan kajian apakah Premi BPJS nya masih seperti itu?,” ujarnya.

Imigrasi peserta juga dikhawatirkan akan terjadi, karena pasti banyak peserta yang menganggap tidak adanya perbedaan pelayanan yang didapatkan antara kelas satu, dua dan tiga sehingga semua akan memilih kelas yang rendah saja. “Karena (masyarakat) pasti berpikirnya sama-sama? (Ibaratnya) kok Tuan dengan Pekerja, (bayar preminya) sama. Atasan dengan bawahan (bayar preminya) sekarang  sama gitu, bisa di ruangan yang sama, itu analoginya yang paling mudah,” jelas Politisi Fraksi PKS itu.

Kemudian insentif untuk rumah sakit swasta juga perlu dipikirkan, karena dengan adanya KRIS ini membuat rumah sakit swasta juga perlu melakukan penyesuaian. “Karena kan enggak ada anggaran dari pemerintah untuk rumah sakit swasta, berbeda dengan rumah sakit pemerintah. Ya pastinya mereka mendapatkan anggaran untuk bisa melakukan penyesuaian ruangan, tirai, kamar mandi dan seterusnya,” tambahnya

Namun, menurut Legislator dapil Jawa Barat VIII itu, catatan penting dalam penerapan KRIS ini bukan hanya soal kriteria fisik mengenai fasilitas pelayanan ruang inap saja, yang terpenting juga ketersediaan tenaga kesehatan dan obat bagi para pasien.

“Jadi jangan cuma kemudian kita merasa sudah memberikan layanan terbaik ketika kita bicara fisik, padahal kemudian ada dokter yang tidak datang pada jam prakteknya atau ketika pasien masih banyak dokter sudah pulang atau obat-obatan sebagiannya masih cost sharing, harus ambil dari kocek pasien. Nah hal seperti ini menurut saya perlu dibenahi. Kenapa? karena bagaimanapun ketika kita bicara kesehatan, yang sakit tidak bisa menunggu, yang miskin tidak dapat diabaikan,” tegasnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

Forum WWF 2024 Diharapkan Turunkan Konflik Air di Seluruh Dunia

Oleh

Fakta News
Forum WWF 2024 Diharapkan Turunkan Konflik Air di Seluruh Dunia
Wakil Ketua BKSAP Putu Supadma Rudana, saat mengikuti rapat bersama Ms. Yoon Jin selaku Director of 10th World Water Forum di Ruang Delegasi Nusantara III, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (7/5/2024). Foto: DPR RI

Jakarta – Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Putu Supadma Rudana mengatakan, melalui WWF 2024 diharapkan akan melahirkan komitmen bersama terkait air yang disepakati oleh seluruh Parlemen yang ada. Hal ini disampaikan dalam rangka World Water Forum (WWF) 2024 yang akan diselenggarakan di Bali pada 18-25 Mei 2024 mendatang.

“Yang pertama kan jelas untuk meng-evaluasi SDGs Nomor 6 tentang Air dan Sanitasi. Yang kedua bagaimana perspektif ini masa lalu ini harus dihadirkan. Contoh di Bali, karena saya orang Bali, ada Tri Hita Karana hubungan harmoni antara alam manusia dan Sang Pencipta. Yang kedua bagaimana di Bali, air yang disebut tirta selalu dimuliakan ada tempat sucinya, ada bagaimana kita melakukan penyucian dengan air juga, ada bagaimana air ini juga sangat dihormati, dihargai,” kata Putu usai rapat di ruang delgasi, Gedung Parlemen, Jakarta, Rabu (15/5/2024).

Putu menilai pengelolaan air yang benar dapat menurunkan potensi terjadi konflik. Menurutnya, sudah banyak negara yang mengalami konflik karena air contohnya di Sungai Nil. Sementara itu telah terjadi perselisihan selama 10 tahun antara Mesir dan Ethiopia mengenai pasokan air di Sungai Nil. Kedua pihak mencari solusi internasional, namun perundingan yang dipimpin oleh Departemen Luar Negeri AS – dan diikuti oleh Uni Eropa dan PBB – hanya menghasilkan sedikit kesepakatan setelah empat tahun.

“Nah tentu kita harus merawat menata air bagaimana kita juga jangan sampai air ini menimbulkan konflik. Karena banyak negara sudah mulai ada konflik terhadap air di Sungai Nil, jadi Afrika ini sudah menjadi konflik. Nah tentu karena belum menuju potensi itu tentu kita harus mengelola bersama. Kita cari komitmen bersama agar akses terhadap air ini khususnya air bersih bisa diterima oleh masyarakat. Jadi artinya bisa diterima langsung dan masyarakat mendapat kesejahteraan jangan ada beban biaya yang tinggi untuk akses terhadap air,” ungkapnya.

“Nah tentu forum ini sangat monumental sehingga kita berpikir awal sudah baik kita tentu harus sukseskan ke depan. Dan forum ini juga kita memiliki komitmen bagaimana menggerakkan aksi parlemen untuk peduli terhadap air dan pada akhirnya memberikan kesejahteraan kepada masyarakat,” tambahnya. Dengan tema WWF kali ini, “Mobilizing Parliamentary Action on Water For Shared Prosperity”, Putu menjelaskan Parlemen di WWF ingin mengeluarkan sebuah dokumen antara komitmen bersama maupun deklarasi.

Baca Selengkapnya

BERITA

Mulyanto Desak Pemerintah Usut Kasus Tambang Emas Ilegal di Kalimantan

Oleh

Fakta News
Mulyanto Desak Pemerintah Usut Kasus Tambang Emas Ilegal di Kalimantan
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto. Foto: DPR RI

Jakarta – Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto mendesak pemerintah mengusut tuntas kasus penggerebekan tambang emas ilegal di kalimantan. Pihaknya menilai perbuatan melawan hukum yang dilakukan warga asing ini tidak mungkin terjadi tanpa ‘bekingan’ oknum dalam negeri.

“Pemerintah harus menangkap pelaku serta semua ‘bekingan’ yang memungkinkan terjadinya perbuatan ilegal ini,” ujar Mulyanto kepada Parlementaria, Rabu (15/5/2024). Apalagi perbuatannya dilakukan di kawasan yang mudah diketahui masyarakat dan menggunakan peralatan berat. Oleh karenanya Ia berharap perlu diusut aktor intelektual dan para bekingnya.

Politisi Fraksi PKS ini mendesak pemerintah segera mewujudkan pembentukan satgas terpadu tambang ilegal yang sejak lama digembar-gemborkan. Selain itu pemerintah juga harus mengangkat Dirjen Pertambangan definitif yang sudah lama kosong agar bisa melakukan pengawasan kegiatan penambangan di seluruh wilayah Indonesia.

Lebih dari itu, Ia juga berharap pemerintah menjadikan peristiwa ini sebagai peringatan bahwa penambangan ilegal sudah sangat mengkhawatirkan. Pelakunya bukan hanya warga negara sendiri tapi juga warga negara asing.

Mulyanto khawatir kasus seperti ini ibarat fenomena gunung es, di mana yang terungkap baru puncaknya saja. Sementara di bawahnya masih banyak kasus lain yang lebih besar. Jika hal itu terjadi, menurutnya, maka menjadi wajar kalau fenomena kutukan negara yang dikaruniai sumber daya alam namun tetap miskin bahkan hancur lingkungannya.

Justru, Mulyanto menekankan yang menikmatinya justru orang asing dengan cara ilegal. “Dengan begitu cita-cita konstitusi tidak pernah tercapai, dimana SDA dikuasai negara dan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Ini sungguh ironis,” tegasnya.

Baca Selengkapnya