Bila KPK akan Selalu di Posisi Lemah di Mata DPR
Jakarta – DPR dengan segala cara, dengan segala dalih dan dengan segala argumennya, selalu akan bernada melemahkan KPK. Seperti juga kesimpulan hasil dari tiga Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi III DPR dengan KPK, Selasa (26/9). “Jadi, saya pikir itu kesimpulan yang tidak didukung fakta-fakta yang sebenarnya,” kata Laode M Syarif Wakil Ketua KPK, Selasa tengah malam seusai RDP.
Salah satu kesimpulan Pansus Angket KPK yang disampaikan di forum paripurna pada Selasa (26/9/2017), adalah lembaga yang dipimpin Agus Rahardjo itu dinilai gagal berkoordinasi dalam supervisi dengan lembaga penegak hukum lain. Laode menilai kesimpulan itu salah.
Lembaganya, lanjut Laode, masih melakukan koordinasi dan supervisi bersama Kepolisian dan Kejaksaan. Ia menekankan, hubungan dengan kedua lembaga itu juga masih berlangsung baik. Dan hal ini sudah disampaikan sebelumnya dalam RDP dengan KPK.
“Sebagaimana kami laporkan pada RDP sebelumnya, ada pelatihan bersama, SPDP online, memberikan bantuan ahli, diskusi gelar perkara bersama, semua berjalan dengan baik,” ujar Laode.
Apalagi, Laode menjelaskan, KPK pun terdiri dari unsur Kepolisian dan Kejaksaan. Seperti adanya penyidik dari unsur Polri dan juga jaksa dari unsur Kejaksaan. Operasi KPK juga menurutnya didukung unsur Polri.
“Bayangkan saja, bahwa semua jaksa di KPK itu adalah dari Kejaksaan Agung, sebagian dari penyidik di KPK itu adalah penyidik-penyidik yang berasal dari Polri. Setiap operasi mendatangkan saksi, operasi tangkap tangan semua didukung oleh Polri. Kurang apalagi koordinasinya?” tutur Laode.
Diketahui, dalam aspek kelembagaan di laporan Pansus yang dibacakan, Pansus menilai koordinasi dan supervisi KPK tidak terbangun dengan baik. Supervisi KPK juga disebut mandek.
“Cenderung KPK memposisikan dirinya terbebas, lepas dan berjalan sendiri, menjadi super body yang bekerja tanpa adanya koordinasi dan supervisi,” kata Ketua Pansus Agun Gunandjar Sudarsa.
Empat Point Kelemahan KPK Versi DPR
Komentar Gunanjar itu, adalah bagian dari empat poin kesimpulan yang Selasa kemarin dibacakan Wakil Ketua Komisi III DPR Benny K. Harman.
Berikut, empat poin kesimpulan RDP antara Komisi III DPR dengan KPK:
1. Terdapat permasalahan tentang berkaitan dengan pengelolaan dan penyimpanan barang rampasan dan benda sitaan yang terkait tindak pidana korupsi dan tidana lainnya, pimpinan KPK diminta untuk segera memperbaiki tata kelola sesuai dengan ketentuan Hukum Acara Pidana dan ketentuan Perundang-undangan yang berlaku untuk mempercepat pemulihan aset negara.
2. Komisi III DPR meminta pimpinan KPK untuk meningkatkan pelaksanaan Tugas dan Fungsi Koordinasi dan Supervisi Program Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan Kepolisian RI dan Kejaksaan RI, sehingga pemberantasan korupsi dapat dilakukan secara optimal dan menyeluruh serta sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
3. Komisi III DPR mendesak pimpinan KPK, agar melaksanakan kewenangan penindakan secara transparan, profesional, dan akuntabel, khusus kewenangan penyadapan yang diatur dalam SOP tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan Hak Asasi Manusia.
4. Komisi III DPR meminta pimpinan KPK, agar dalam melaksanakan kewenangan penyidikannya menentukan batas waktu terhadap status seseorang sebagai tersangka untuk segera dilimpahkan ke pengadilan, sehingga tercipta kepastian hukum dan keadilan, serta mencegah terjadinya penyalahgunaan kewenangan.
Dalam paripurna RDP itu, menerima laporan kerja Pansus Angket KPK, dan resmi memperpanjang masa kerja Pansus Angket KPK. Salah satu alasannya, karena dalam laporan Pansus di paripurna ada sejumlah hal yang belum diselesaikan.
M Riz
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.