Banpres Produktif Usaha Mikro Harus Tepat Sasaran
Jakarta – Anggota Komisi VI DPR RI Nevi Zuairina menyambut baik peluncuran Banpres Produktif Usaha Mikro (BPUM) yang telah dilaksanakan baru-baru ini. Meski demikian, politisi Fraksi PKS ini juga memberikan beberapa catatan berkaitan dengan penggunaan uang negara untuk masyarakat ini.
“Penerima manfaat BPUM harus tepat sasaran. Pemerintah harus dapat memperbaharui data dan memastikan validasinya sebelum menyalurkan bantuan. Ini sangat penting agar penerima manfaat bantuan dari Pemerintah benar-benar tepat sasaran. Jangan sampai bantuan ini dimanfaatkan oleh pihak tertentu karena adanya persoalan data yang tidak tepat,” ucap Nevi dalam siaran persnya, Kamis (27/8/2020).
Politisi dapil Sumatera Barat II ini menambahkan, bantuan tersebut merupakan insentif yang akan diberikan kepada 12 juta pelaku usaha mikro, dengan nilai bantuan sebesar Rp 2,4 juta per penerima manfaat. Padahal, pendataan yang sudah masuk telah mencapai 17 juta pelaku.
“Kuota yang diakomodir Pemerintah sebanyak 12 juta menunjukkan tidak ada kesebandingan dengan data yang terjaring 17 juta pelaku usaha mikro yang terdampak pandemi. Masih banyak Masyarakat terdampak Covid 19, yakni sekitar 5 jutaan yang tidak akan tercover pemerintah padahal mereka sangat mengharapkan bantuan hibah dari pemerintah untuk pemulihan ekonomi,” jelasnya.
Nevi mengingatkan kepada Pemerintah, ketepatan sasaran pada penyaluran BPUM ini tidak mudah. Selain persoalan data yang perlu validasi terus menerus, juga pada persolan proses penyalurannya. Berdasarkan data BPS pada tahun 2018 ada sebanyak 64.199.606 unit pelaku usaha di Indonesia. Dari total pelaku usaha tersebut jumlah UMKM yang ada sebesar 99,99 persen, jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah pelaku usaha besar yang hanya 0,001 persen.
Namun sayangnya sebagian besar pelaku UMKM masih belum mengakses layanan perbankan dan lembaga pembiayaan formal lainnya, hanya ada sekitar 20 persen dari total pelaku UMKM yang sudah familiar terhadap Perbankan, sambung Nevi. Ia mengungkapkan, dengan kecilnya pelaku UMKM yang familiar terhadap perbankan, menunjukkan hanya 20 persen saja data yang dipastikan valid karena perbankan terbiasa melakukan pendataan dengan ketat.
“Untuk memperkuat kepastian ketepatan penerima BPUM, beberapa syarat yang harus dimiliki oleh penerima manfaat adalah memiliki rekening di Bank dan tidak sedang menegakses bantuan lainnya dari pemerintah seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR), karena nantinya bantuan tersebut akan ditransfer melalui rekening penerima manfaat. Akan Tetapi, di tengah kesulitan karena adanya pandemi Covid-19 saat ini, jangan sampai Pemerintah juga malah membuat sulit para pelaku UMKM dengan adanya syarat yang ribet dan berbelit bagi pelaku UMKM untuk dapat mengakses BPUM,” tandasnya.
Nevi berharap agar bantuan modal kerja bagi pelaku UMKM dapat segera direalisasi bertahap dan masif agar bisa berkontribusi mendorong pemulihan ekonomi nasional. Masifnya realisasi bantuan ini paling tidak dalam jangka waktu sampai akhir tahun ini. Realisasi bantuan hibah ini mesti memperhatikan jumlah agar merata tiap provinsi dan memiliki durasi jangka waktu lebih lama.
“Saya berharap tidak ada kebocoran sekecil apapun penyaluran BPUM ini. Sangat penting efisiensi uang negara ini agar sampai pada yang berhak. Pengawasan dan ketegasan harus menyertai program ini dengan memperketat proses seleksi dan verifikasi. Monitoring dan evaluasi juga mesti berjalan baik. Dan yang paling penting, semakin cepat program ini berjalan akan semakin baik,” tutup Nevi Zuairina. (dep/es)
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.