BAKN: Jika PMN BUMN Tak Beri Manfaat bagi Negara, Sebaiknya Dialihkan

Jakarta – Pemberian Penyertaan Modal Negara (PMN) seyogyanya harus sesuai dengan asas peraturan perundang-undangan, yaitu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mampu memberi manfaat kepada negara dan masyarakat. Dimana perusahaan pelat merah itu harus dapat memberikan dorongan pertumbuhan dan memberikan keuntungan bagi negara, namun jika tidak demikian, maka pemberian PMN sebaiknya dialihkan untuk hal yang lebih bermanfaat.
Hal itu diungkapkan oleh Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI Wahyu Sanjaya, saat melakukan pertemuan dengan PT. Angkasa Pura II, PT. Garuda Indonesia, dan PT. Dirgantara Indonesia, di Auditorium Angkasa Pura, Banten, Senin (11/09/2023).
“Tidak memberikan keuntungan terus untuk apa kita pertahankan, tahun ini kita berikan, tahun ini kita berikan, itukan akan membebani, sayang sekali uangnya harus kita berikan kepada perusahaan-perusahaan yang membebani dan tidak ada manfaat dan tidak mendapat keuntungan, kalau tidak itukan bisa digunakan untuk hal-hal yang lain, untuk diberikan subsidi energi, subsidi kepada rakyat yang kurang mampu, banyak yang bisa dilakukan dengan uang-uang tersebut,” katanya kepada Parlementaria.
Wahyu pun melanjutkan, jika selama ini para BUMN hanya bertahan hidup dengan pemberian PMN, namun tidak memiliki konsep bisnis yang jelas dan menguntungkan, lebih baik pemberian PMN tidak diperpanjang lagi, daripada menabrak semua aturan yang ada. Ia juga berseloroh kepada perusahaan-perusahaan BUMN, jika tidak diberikan PMN lagi, berapa lama mereka akan bertahan dan terbebas dari lilitan hutang, dan berapa yang pailit.
“Kita melihat disini banyak sekali BUMN ini yang mendapatkan PMN itu sepertinya, jika tidak diberikan PMN harus tutup dengan alasan penugasan, makanya saya tanyakan tadi saya minta seluruh BUMN itu dan itu berkali-kali saya sampaikan pada saat bertemu dengan BUMN, seandainya kalian tidak menerima PMN berapa lama kalian bertahan atau berapa lama kalian bisa lolos dari jeratan hutang, jadi sehat dulu atau mati duluan kira-kira seperti itulah,” selorohnya.
Lebih lanjut, Wahyu berharap dari pertanyaannya tersebut, dirinya dapat mengkategorikan berapa BUMN yang akan bertahan, dan berapa yang tidak, jika tidak diberikan PMN lagi. “Kira-kira seandainya tidak diberikan PMN, berapa BUMN yang akan berakhir, atau berapa BUMN yang kira-kira akan selamat dan butuh berapa tahun dengan asumsi tidak ada penugasan baru seperti itu kira-kira,” katanya.
Wahyu juga berpendapat, pemberian PMN seharusnya berdasarkan skala prioritas sesuai dengan yang dibutuhkan, meskipun memang ada penugasan dari Presiden. Tapi, pemberiannya tidak dilakukan setiap tahun, kecuali program bisnisnya memang visible dari sisi bisnis.
“Harus ada skala prioritas, dalam hal ini jadi jangan PMN itu kalau misalnya kita ingin membuat sebuah jalan tetapi itu tidak visible secara bisnis dan Pemerintah memberikan penugasan Its Okay lah kita berikan PMN, tetapi itupun juga tidak bisa setiap tahun kita berikan, dan yang kedua jangan kita akhirnya seperti berusaha menyelamatkan Merpati, Merpati itu kita berikan terus menerus PMN akhirnya Merpati ingkar janji,” ungkapnya.
Diketahui, PMN Tunai PT. Angkasa Pura pada tahun 2015 dan 2016 sebesar Rp. 2 Triliun Rupiah. Dengan tujuan penggunaan PMN adalah untuk pembebasan lahan dan pembangunan landasan pacu 3 Bandara Soekarno Hatta.
Sementara PMN Tunai pada Garuda Indonesia Rp7,5 triliun, dan PMN Non Tunai Rp1 triliun, dengan tujuan penggunaan PMN Tunai: maintenance dan restorasi pesawat (3,6T), maintenance reserve (0,9T), bahan bakar (1,73T), biaya sewa pesawat (0,9T), dan pandemi Covid-19 terjadi. biaya restrukturisasi (0,37T) dengan realisasi penggunaan dana hingga triwulan II 2023 sebesar 72,89% atau Rp5,46 triliun.
PMN Non Tunai: IP PEN Rp1 triliun yang telah dicairkan digunakan untuk pembayaran bahan bakar (avtur) dengan realisasi penggunaan sebesar 100% pada tahun 2021. Sementara PMN PT. Dirgantara Indonesia, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2012, nilai PMN sebesar Rp1 triliun, dan sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 116 Tahun 2012, nilai PMN sebesar Rp400 miliar.
Dengan tujuan penggunaan PMN digunakan untuk modal kerja dan investasi aset dalam rangka memenuhi komitmen on time delivery. Turut Hadir dalam Kunjungan Kerja Spesifik Badan Akuntabilitas Keuangan Negara DPR RI ke Angkasa Pura II, diantaranya: Anis Byarwati (F-PKS), Mukhamad Misbakhun (F-PG), Ahmad Najib Qodratullah (PAN).

BERITA
Komisi VII Dorong Akselerasi Energi Bersih

Jakarta – Komisi VII DPR RI menyambut baik inisiatif dari Pemerintah Provinsi Bali dalam menggalakkan implementasi energi bersih sejak tahun 2019 melalui adanya Peraturan Gubernur Bali No.45/2019 tentang Bali Energi Bersih. Menurut Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto, Kebijakan tersebut dapat meningkatkan citra pariwisata di Bali dan menaikkan daya saing Bali sebagai destinasi wisata berkelanjutan kelas dunia.
Dalam kunjungan kerja spesifik Komisi VII DPR ke Pembangkit Listrik Tenaga Diesel Dan Gas (PLTDG) Pesanggaran, Denpasar, Bali pada Kamis (9/21/2023), legislator Senayan itu menjelaskan dedieselisasi PLTD eksisting merupakan langkah penting yang harus dilakukan Pemerintah dalam rangka pencapaian target Net Zero Emission di Tahun 2060 serta untuk mengakselerasi bauran energi terbarukan sesuai target yang tertuang dalam Rencana Umum Energi Nasional.
“Kita mengetahui bersama bahwa selain dari sisi emisi tidak ramah lingkungan, PLTD juga membebani PT PLN (Persero) karena nilai biaya pokok penyediaan (BPP) listrik yang mahal, mencapai USD25 sen per kWh. Oleh karena itu, konversi PLTD menjadi PLTDG dan Pembangkit Listrik tenaga Gas Uap (PLTGU) menjadi salah satu opsi yang patut didorong,” Ucapnya saat membuka pertemuan dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Direksi PT PLN (Persero) dan jajaran BUMN energi lainnya.
Sugeng menyebut, pembangkit listrik yang diresmikan pada tahun 2015 itu telah memberi kontribusi yang besar pada penyediaan suplai energi bersih di Provinsi Bali. “PLTDG Pesanggaran berkapasitas 200 MW di Provinsi Bali yang juga turut berkontribusi besar dalam pemenuhan kebutuhan energi bersih di Provinsi Bali, termasuk mensukseskan kelancaran gelaran KTT G20 tahun lalu,” ucapnya.
Berkaca dari hal itu, ia pun mendorong, tak hanya di Bali, namun semua pihak harus berupaya melakukan akselerasi pemanfaatan energi bersih, termasuk pemanfaatan gas bumi. “Ketersediaan infrastruktur seperti terminal LNG Benoa yang dikelola oleh PT Pelindo Energi Logistik untuk mensuplai kebutuhan gas di PLTDG Pesanggaran juga perlu dikembangkan di daerah-daerah lain dengan pangsa pasar yang potensial,” tutup Politisi Partai NasDem tersebut.
BERITA
Netty Sampaikan Pandangan F-PKS: Tolak Pengalihan Subsidi Gas Melon ke Kompor Listrik

Jakarta – Anggota Banggar DPR RI dari Fraksi PKS Netty Prasetiyani Aher menyampaikan pandangan fraksinya yang menolak rencana pemerintah mengubah subsidi gas elpiji 3 kg (gas melon).
“Kami tidak sependapat dengan rencana pemerintah yang ingin mengalihkan subsidi gas elpiji 3 kg. PKS justru mendorong agar penerima subsidi gas elpiji 3 kg sesuai dengan target yaitu kelompok masyarakat miskin, rentan miskin dan atau kurang mampu,” kata Netty dalam keterangan tertulis yang diterima Parlementaria, di Jakarta, Kamis (21/9/2023).
Sebagaimana diketahui, pemerintah melalui Kementerian ESDM berencana mengonversi energi dari gas LPG subsidi tiga kilogram ke kompor listrik. Menurut Netty, rencana ini mustahil diterapkan secara nasional selama keandalan pasokan listrik di Indonesia belum kuat. “Infrastruktur kelistrikan yang mumpuni baru ada di Pulau Jawa dan Bali,” tambah Netty.
Bukan hanya menolak rencana perubahan subsidi, lanjutnya, FPKS juga meminta pemerintah agar menjamin ketersediaannya di pasaran. “Jangan sampai rencana tersebut membuat gas elpiji hilang atau sulit dicari di pasaran. Kasihan masyarakat yang membutuhkannya,” terangnya.
Selain itu, Netty juga mengungkapkan bahwa Fraksi PKS DPR RI meminta pemerintah agar tetap memberikan subsidi listrik untuk pengguna 450 dan 900 volt ampere. “Pemerintah harus menjamin ketersediaan listrik bagi rumah tangga miskin, rentan miskin dan atau kurang mampu dengan cara pemberian pemasangan listrik 450 volt secara gratis,” katanya.
“Subsidi energi ini sangat penting karena pergerakan tarifnya akan sangat berdampak terhadap daya beli masyarakat,” tambah Netty. Netty yang merupakan legislator dapil Cirebon-Indramayu ini mengatakan bahwa Fraksi PKS juga berpendapat jerat hutang menjadi ancaman yang mengkhawatirkan bagi kemandirian pembangunan nasional. Menurutnya, beban utang pemerintah yang akan diwariskan pada generasi mendatang angkanya sudah sangat tinggi.
“Sayangnya APBN yang terbatas justru digunakan untuk proyek yang ambisius, tidak prioritas, bahkan bermasalah sejak perencanaan, seperti, proyek Ibu Kota Negara baru, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, termasuk penyertaan modal untuk BUMN-BUMN yang terus merugi,” terang Netty yang juga anggota Komisi IX DPR RI tersebut.
BERITA
Miris Bupati Lakukan Pelecehan, Kris Dayanti: Budaya Relasi Kuasa Pimpinan ke Pegawai Harus Diputus

Jakarta – Anggota Komisi IX DPR RI, Kris Dayanti (KD) merasa prihatin atas peristiwa dugaan pelecehan seksual yang dilakukan Bupati Maluku Tenggara kepada karyawan kafe miliknya berinisial TSA (21). Kris Dayanti pun menyoroti bagaimana budaya relasi kuasa dari pimpinan ke pegawai harus diputus.
“Sungguh miris peristiwa ini karena dilakukan oleh kepala daerah yang seharusnya melindungi warganya. Apalagi ini berkenaan dengan relasi kuasa antara bos kepada karyawannya,” kata Kris Dayanti dalam keterangan tertulis, Kamis (21/9/2024).
Dugaan kekerasan seksual Bupati Maluku Tenggara dilakukan beberapa kali kepada korban yang bekerja di kafe milik pelaku. Bahkan TSA juga sempat diperkosa oleh Bupati Maluku Tenggara hingga akhirnya korban melapor ke polisi.
Kris Dayanti sebagai anggota Komisi di DPR yang membidangi urusan ketenagakerjaan dan kesehatan menyoroti soal budaya relasi kuasa atasan kepada bawahan di lingkungan kerja. Menurutnya, banyak kekerasan seksual terjadi karena budaya relasi kuasa tersebut.
“Pelecehan seksual dilakukan karena bos merasa berkuasa atas pegawainya. Sering juga terjadi pegawai takut melaporkan kekerasan seksual yang dilakukan atasannya karena khawatir pekerjaannya terancam,” tuturnya.
KD pun menyebut, budaya relasi kekuasaan di lingkungan kerja dapat diputus lewat ketegasan penerapan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual). Ia mengingatkan, siapa saja yang melakukan kekerasan seksual di lingkungan kerja dapat dijerat pidana dengan hadirnya produk hukum UU TPKS.
“Apa yang terjadi dalam kasus ini merupakan bentuk eksploitasi seksual yang dapat diproses hukum menurut UU TPKS. Perbuatan tersebut juga bertentangan dengan UU Ketenagakerjaan di mana pihak pemberi pekerja harus menjamin pekerja untuk bebas dari kekerasan seksual,” jelas KD.
“Karena kekerasan seksual merupakan perlakuan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia, serta menyalahi norma moral dan kesusilaan,” tambahnya.
Berdasarkan Pasal 12 UU TPKS, pelaku eksploitasi seksual dapat dipidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah). Pelaku individual dalam posisi atasan pun dapat diberi tambahan 1/3 pidana.
Sementara itu UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan mengatur setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama. Hak-hak tersebut harus dipenuhi pemberi kerja.
Apalagi sejalan dengan UU TPKS, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) telah menerbitkan Kepmenaker Nomor 88 Tahun 2023 tentang Pedoman Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Tempat Kerja.
“Jadi budaya relasi kuasa pimpinan ke pegawai dapat dan harus diputus karena kita punya banyak regulasi yang mengatur mengenai perlidungan di tempat kerja, termasuk perlindungan pekerja perempuan dari pelecehan atau kekerasan seksual,” tegas KD.
Legislator dari Dapil Jawa Timur V ini pun mendorong Pemerintah untuk melakukan sosialisasi dan edukasi yang lebih masif mengenai produk-produk hukum dan aturan dalam upaya pencegahan kekerasan seksual. Khususnya, menurut KD, pencegahan kekerasan seksual terhadap perempuan.
“Karena kita ketahui bersama korban kekerasan seksual banyak datang dari kelompok perempuan. Diperlukan juga kesadaran dari semua kalangan untuk melapor ke pihak berwenang apabila mengetahui adanya tindak kekerasan seksual di lingkungan kerja,” imbaunya.
KD juga menyoroti masalah kesehatan fisik dan mental TSA yang menjadi korban pelecehan seksual Bupati Maluku Tenggara. Sebab tindak kekerasan seksual pasti meninggalkan luka trauma yang mendalam.
“Masalah mental health korban kekerasan seksual tidak boleh luput dari perhatian. Karena luka psikis atau trauma pasti berkepanjangan dan akan mempengaruhi kesehatan jiwa korban. Tentunya hal ini akan berdampak terhadap kualitas hidup korban ke depan,” jelas KD.