Connect with us
Parlemen

Azis Syamsuddin Beri Bimtek Penyusunan UU kepada Dosen dan Mahasiswa

Azis Syamsuddin Beri Bimtek Penyusunan UU kepada Dosen dan Mahasiswa
Wakil Ketua DPR RI M. Azis Syamsuddin. Foto : Jaka/Man

Jakarta – Wakil Ketua DPR RI M. Azis Syamsuddin memberikan bimbingan teknis (bimtek) penyusunan peraturan perundang-undangan kepada dosen dan mahasiswa secara daring guna memberikan pemahaman yang utuh tentang bagaimana proses kerja DPR RI di bidang legislasi. Dalam bimtek tersebut, Azis memaparkan secara utuh bagaimana proses penyusunan undang-undang dari awal sampai akhir. Secara prinsip ia mengatakan bahwa proses penyusunan UU itu adalah kerja bersama antara Parlemen dengan Pemerintah.

Sehingga, masih kata Azis, pembahasan UU dapat dilakukan secara baik apabila unsur DPR RI dan Pemerintah itu sama-sama memiliki tekad kuat dalam penyelesaian pembahasan UU. “Fungsi dan tugas DPR dalam hal pembuatan UU itu adalah bersama dengan Pemerintah,” jelas Azis saat memulai paparan kepada mahasiswa dan dosen yang dimoderatori Wakil Dekan III Fakultas Hukum UPN Veteran Heru Suyanto, Senin (18/5/2020).

Namun, ia juga melanjutkan bahwa dalam hal fungsi anggaran (budgeting) di dalam tugas legislasi itu ada keistimewaan, bahwa usulan APBN di tiap tahunnya itu berasal dari Pemerintah, untuk selanjutnya dilakukan pembahasan bersama DPR RI. Selain bidang budgeting, baik Pemerintah dan DPR RI itu sama-sama bisa mengusulkan inisiatif terhadap penyusunan Rancangan Undang-Undang.

Lebih lanjut, Pimpinan DPR RI Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Korpolkam) itu juga melanjutkan bahwa untuk memulai pembahasan UU itu dimulai dari penyusunan naskah akademik (NA). Melalui NA itu dapat dilihat seberapa besar urgensi dan tingkat kegentingan rancangan UU itu akan disusun.

“Selanjutnya, Pemerintah membuat Surpres yang isinya penunjukan Presiden terhadap menteri yang ditugaskan untuk membahas UU bersama DPR. Nah setelahnya DPR akan membawa Surpres itu dalam Rapat Pimpinan. Dalam Rapim ini akan diputuskan melalui Rapat Bamus (Badan Musyawarah) untuk memutuskan pembahasan RUU ini apakah di Pansus (gabungan komisi) atau fokus di salah satu Komisi di DPR,” terang politisi Golkar ini.

Azis juga bercerita bahwa dalam rapat Bamus itu terjadi perdebatan secara akademis dan politis terhadap sebuah RUU. Hal ini wajar karena dalam rapat Bamus itu, usulan dari setiap partai politik melalui fraksinya dapat dituangkan secara panjang lebar. “Nah setelah rapat Bamus menyepakai apakah di Komisi atau Pansus yang ditugaskan dalam membahas RUU, hasilnya dibawa ke Rapat Paripurna untuk dilakukan pengesahan pembahasan terhadap usul RUU tersebut. Rapat Paripurna biasanya dilakukan secara terbuka,” urai Azis.

Setelah ada pengesahan terhadap usul inisiatif terhadap RUU, setiap fraksi di DPR RI diminta untuk membuat daftar inventarisasi masalah (DIM) untuk dilakukan pendalaman. DIM itu pun juga beragam, ada yang bersifat tetap dan tidak tetap. Biasanya DIM tidak tetap itu yang kerap terjadi perdebatan dan perubahan terhadap sejumlah pasal. Azis juga mengungkapkan dalam pembahasan RUU ini juga melibatkan banyak akademisi, tokoh masyarakat, LSM dan unsul lainnya dalam memberikan masukan terhadap UU. Hal ini penting guna meningkatkan partisipasi publik dalam penyusunan RUU.

Pengesahan terhadap RUU ini pun juga dilakukan secara bertahap, mulai dengan pengesahan tingkat I di tingkat Alat Kelengkapan Dewan (AKD) atau Pansus dan pengesahan tingkat II di tingkat Rapat Paripurna. Jika pengesahan RUU tingkat I sudah dilakukan, maka sesegera mungkin dibawa ke pengesahan tinglat II melalui Rapat Paripurna. Setelah Azis memberikan paparan, sejumlah peserta diskusi yang berasal dari kalangan dosen dan mahasiswa ini memberikan sejumlah pertanyaan dan masukan. (hs/sf)

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat

Oleh

Fakta News
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh saat memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024). Foto: DPR RI

Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.

“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).

Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.

Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.

Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.

Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.

Baca Selengkapnya

BERITA

Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil

Oleh

Fakta News
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily. Foto: DPR RI

Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.

“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).

Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.

Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.

“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.

Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.

“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.

Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.

Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar  siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.

“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.

Baca Selengkapnya

BERITA

Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi

Oleh

Fakta News
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024). Foto: DPR RI

Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.

“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).

Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.

“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.

Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.

“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.

Baca Selengkapnya