Adhyaksa Ingin Pramuka di Kemendikbud Langsung Ditolak
Jakarta – Ketua Kwarnas Gerakan Pramuka Adhyaksa Dault mengeluarkan pernyataan bahwa Pramuka tidak cocok di bawah Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora). Menurut mantan Menpora ini, Pramuka seharusnya berada di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Di mata Adhyaksa, ia melihat Pramuka yang di bawah naungan Kemenpora, seperti tertuang dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 12/2010 tentang Gerakan Pramuka, merupakan organisasi pemuda yang berlandaskan politik. Sementara ia menegaskan bahwa tidak ada sedikitpun unsur politik di tubuh pramuka.
“Pramuka itu organisasi pendidikan nonformal, jadi dasarnya itu. Oleh karena itu, maka sebaiknya ada di Kemendikbud. Pramuka punya pembina banyak sekali dari guru-guru,” kata Adhyaksa, Senin (21/8).
Ia pun kemudian memberi gambaran bahwa Pramuka berbeda dengan Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) di bawah naungan Kemenpora ataupun organisasi Taruna Siaga Bencana di bawah Kementerian Sosial.
“Saya ini kan pernah jadi Menpora 5 tahun. Nah, yang di bawah binaan Kemenpora itu, organisasi pemuda dalam kategori politik seperti KNPI. Kalau kategori sosial seperti Tagana ya di Kemensos,” ujarnya lagi.
Tak hanya itu, dalam kesempatan tersebut Adhyaksa juga mempertanyakan dana untuk Pramuka yang terus berkurang dari tahun ke tahun. Menurutnya, sejak Imam Nachrowi menjadi Menpora, Pramuka hanya mendapat Rp 10 miliar per tahun dari yang awalnya Rp 45 miliar.
“Pas jaman saya jadi Menpora, untuk Pramuka itu Rp 45 miliar. Semakin kesini makin turun. Pas jaman Andi Malarangeng masih Rp 45 miliar. Sekarang Rp 10 miliar,” sebutnya.
Lebih lanjut, Adhyaksa menyebut bila Presiden Joko Widodo menjanjikan akan memberikan bantuan pada Pramuka sebesar Rp 15 miliar. Hal tersebut dikatakan Adhyaksa setelah Presiden mengetahui bila dana tahunan Pramuka sebesar Rp 10 miliar sudah digunakan semua untuk kegiatan Raimuna Nasional XI.
“Presiden kemarin bilang siap membantu Rp 15 miliar. Belum tahu kapan turun tapi diblang akan bantu. Ini sedang kita koordinasikan lagi,” tutupnya.
Sebelumnya dalam penutupan Raimuna Nasional XI di Bumi Perkemahan Cibubur, Minggu (20/8), Adhyaksa juga sempat mempertanyakan mengapa dana untuk Pramuka terus berkurang dari tahun ke tahun. Ia heran saat ini Pramuka hanya mendapat Rp10 miliar per tahun dari yang awalnya Rp45 miliar.
“Pas jaman saya jadi Menpora, untuk Pramuka itu Rp45 miliar. Semakin ke sini makin turun. Pas zaman Andi Malarangeng masih Rp45 miliar. Sekarang Rp10 miliar,” sebutnya.
Selain itu, ia juga menyebut bahwa Presiden Joko Widodo telah menjanjikan akan memberikan bantuan pada Pramuka sebesar Rp15 miliar. Hal tersebut dikatakan Adhyaksa setelah Presiden mengetahui bila dana tahunan Pramuka sebesar Rp10 miliar sudah digunakan semua untuk kegiatan Raimuna Nasional XI.
“Presiden kemarin bilang siap membantu Rp15 miliar. Belum tahu kapan turun tapi dibilang akan bantu. Ini sedang kita koordinasikan lagi,” imbuhnya.
Meski demikian, ia membantah kalau keinginannya memindahkan Pramuka dari Kemenpora ke Kemendikbud lantaran kecilnya anggaran Pramuka saat ini. “Bukan, bukan, itu alasannya. Saya sudah sampaikan ke Menpora, kabar itu salah,” tegas Adhyaksa.
Kemendikbud Menolak
Sementara di tempat terpisah, Mendikbud Muhadjir Effendy tak sepakat dengan pendapat Adhyaksa yang menilai bahwa Pramuka lebih cocok berada di bawah naungan Kemendikbud. Menurutnya Gerakan Pramuka lebih pas tetap berada di bawah Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora). “Pramuka spektrum anggotanya luas, tidak hanya pelajar. Saya lebih cocok kalau di bawah Kemenpora,” ujar Muhadjir, Senin (21/8).
Meski demikian, Muhadjir memastikan bahwa Kemendikbud selalu siap mendukung kegiatan-kegiatan Pramuka yang melibatkan pelajar. “Nanti untuk kegiatan-kegiatan Pramuka yang pelajar bisa kami dukung. Kalau itu tidak ada masalah, seperti kemarin kami mengadakan Jambore Budaya di Palangkaraya itu memang khusus pelajar, ya kami dukung,” kata dia.
W. Novianto
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.