78 Tahun Merdeka, Indonesia Harus Berdaulat Kelola Energi Sendiri
Jakarta – Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menilai di HUT Kemerdekaan ke-78 harusnya menjadi momentum Indonesia untuk semakin berdaulat, termasuk dalam mengelola sumber daya energi untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
“Jangan sampai kita tergantung, didikte atau dicampuri oleh pihak asing, apapun alasannya,” ujar Mulyanto kepada Parlementaria, di Nusantara II, DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (16/8/2023).
Dijelaskannya, saat ini ketahanan energi Indonesia sangat lemahnya, khususnya dalam hal ketersediaan, keterjangkauan harga dan aksesabilitas masyarakat. Komoditas minyak misalnya, lebih dari separuh masih diimpor. Indonesia telah menjadi negara net importer minyak sejak tahun 2016.
Visi lifting minyak tahun 2030, tambahnyaX sebesar 1 juta barel per hari (BPH), masih menjadi mimpi. Faktanya, target lifting minyak secara tahunan terus turun dan capaian realisasinya juga tidak sampai seratus persen. Sementara demand minyak di Indonesia terus meningkat. Akibatnya, impor minyak setiap tahun semakin bertambah.
Terkait gas alam, lanjutnya, produksinya cukup, bahkan mampu ekspor sebanyak 30 persen dari produksi nasional. Namun, terkait dengan gas LPG, Indonesia sangat tergantung pada produk impor. Dari tahun ke tahun demandterhadap gas LPG semakin meningkat, akibatnya impor gas LPG juga terus bertambah. Impor gas LPG menyumbang defisit transisi berjalan sektor migas yang cukup signifikan.
Sementara soal energi listrik, Mulyanto menilai secara umum produksi listrik dalam negeri memang cukup, bahkan surplus untuk Jawa dan Sumatera. Sehingga muncul wacana untuk mengekspor listrik dari sumber EBT ke Singapura.
Dari aspek keterjangkauan harga atau daya beli masyarakat, ketahanan energi masih lemah. Terbukti dari produk energi yang utama digunakan masyarakat adalah komoditas subsidi, baik BBM, gas LPG, ataupun listrik.
“Tanpa subsidi dari negara, maka harga energi masih tidak terjangkau oleh masyarakat. Akibatnya, ketika harga energi dunia melonjak, seperti saat perang Rusia-Ukraina yang lalu, maka beban subsidi negara semakin berat,” ungkap Politisi Fraksi PKS ini.
Sementara itu, dari sisi aksesabilitas, ketahanan energi kita juga masih lemah, terutama aspek pengawasan. Secara berkala masih ditemukan kasus-kasus kelangkaan komoditas subsidi baik solar, pertalite ataupun gas melon 3 kg, seperti yang baru-baru ini terjadi. Penyebab utamanya, selain karena peningkatan demand, juga akibat penyimpangan dalam distribusi terutama ke perkebunan besar, pertambangan dan industri, serta pengoplosan.
Sedangkan aksesabilitas terhadap listrik, yang diukur melalui rasio elektrifikasi, ketahanan energi kita masih 98.7 persen, sehingga masih ada daerah-daerah yang gelap dan setengah gelap. Padahal Pemerintah sejak tahun 2020 menargetkan rasio elektrifikasi nasional mencapai sebesar 100 persen. Namun faktanya sampai hari ini target itu tidak tercapai. “Kita berharap di usia yang ke-78 tahun ini, Indonesia dapat merdeka dari kegelapan listrik,”tegasnya.
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.