Connect with us
Mauritz Sibarani, Kepala Otoritas Pelabuhan Utama Tanjung Perak:

“Dengan Tol Laut Arus Barang ke Wilayah Timur Indonesia Semakin Lancar”

Mauritz Sibarani Kepala Otoritas Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya(foto : beritatrans.com)

Program To Laut yang digulirkan Presiden Joko Widodo (Jokowi), kini menunjukkan hasilnya. Dengan lancarnya pendistribusian logistik ke daerah tertinggal, terpencil dan terluar, kini semakin menurunkan disparitas harga antara di  Jawa dan di wilayah timur Indonesia, seperti di Papua.

Sebagai contoh, harga satu sak semen di Nusa Tenggara Timur (NTT) turun 15 persen menjadi Rp47.500,  harga semen dari Rp 2 juta menjadi Rp 500 ribu per sak di Papua, serta beberapa komoditas seperti beras, garam dan lain-lainnya pun terkerek turun.

“Telah ada perkembangan penurunan harga-harga di beberapa daerah yg dilayani tol laut maupun rumah kita,” kata Kepala Otoritas Pelabuhan Utama Tanjung Perak Mauritz Sibarani kepada fakta.news. Sebelum menjabat Kepala Otoritas Pelabuhan Utama Tanjung Perak, Mauritz pernah menjabat Direktur Kepelabuhanan, Kepala Otoritas Pelabuhan Utama Tanjung Priok, Kepala Otoritas Pelabuhan Utama Tanjung Perak dan Direktur KPLP Kementerian Perhubungan.

Seperti apa program tol laut dan penunjangnya, seperti program “Rumah Kita”? Dan, seperti apa sarana transportasi laut yang mengarungi jalur-jalur tol laut tersebut? Berikut ini petikan wawancara tertulis fakta.news dengan Mauritz Sibarani, dua pekan lalu.

Terkait program pembangunan tol laut, seperti apa perkembangannya,  baik pembangunan infrastruktur pelabuhannya maupun pembangunan sarana transportasinya?

Untuk infrastruktur pelabuhan dan sarana transportasinya, pemerintah terus berusaha menambah jumlah pelabuhan yang akan melayani serta kapal-kapal laut yang akan melayani trayek-trayek tol laut tersebut.

Beberapa pelabuhan yang melayani tol laut, juga melengkapi sarananya berupa peralatan bongkar muatnya untuk mempercepat pelayanan, misalnya penambahan forklift di pelabuhan-pelabuhan kecil maupun penambahan crane di pelabuhan-pelabuhan yang lebih besar. Selain itu, saat ini juga dibangun 15 kapal petikemas sebagai sarana yg mendukung program tol laut tersebut.

Dengan tol laut tentunya persoalan arus barang terutama ke wilayah timur akan semakin lancar.

Kapal Perintis Tol Laut 1

Kapal Perintis yang mengarungi jalur tol laut hingga ke daerah terpencil dan terluar (foto : kumparan.co)

Bagaimana dengan program strategis nasional (PSN) terkait transportasi laut?

Kami sedang fokus untuk merampungkan pembangunan 11 PSN transportasi laut. Ke-11 PSN tersebut, yaitu Pelabuhan Kuala Tanjung, Pelabuhan Bitung, Pelabuhan KEK Maloy, inland waterways di Cikarang, Pelabuhan Patimban, Pelabuhan Sorong, Pelabuhan Kalibaru, Pelabuhan Makassar New Port, Pelabuhan Palu, Terminal Kijing, dan Pelabuhan Kupang. Secara spesifik, Pelabuhan Kuala Tanjung untuk tahap pertama sudah beroperasi sejak Agustus lalu. Tahap kedua, kami menjalin kemitraan dengan Port of Rotterdam dan Dubai untuk turut membangun dan mengelola pelabuhan di Indonesia. Keikutsertaan pihak asing, sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo untuk menjalin kerjasama dengan beberapa operator yang berkapasitas internasional, agar fungsi internasional HUB bisa lebih baik.

Dalam pengelolaan pelabuhan, persoalan dwelling time masih belum sesuai yang diharapkan?

Kami terus berusaha untuk dapat mengurangi waktu di pelabuhan secara maksimal. Selain itu juga menekan biaya pelayanan di pelabuhan. Berdasarkan catatan di kami, dwelling time sudah 3 hari.

Nah dampaknya terhadap masyarakat seperti apa? Apakah harga barang akan turun misalnya,  dan turunnya hingga berapa persen?

Telah ada perkembangan penurunan harga harga di beberapa daerah yg dilayani tol laut maupun rumah kita, sebagai contoh harga satu sak semen di NTT turun 15 persen menjadi Rp. 47.500,  harga semen dari Rp 2 juta menjadi Rp 500 ribu per sak di Papua, serta beberapa komoditas seperti beras, garam dan lain-lain.

Bagaimana dengan pelabuhan-pelabuhannya, tentunya kalau di daerah perbatasan atau di daerah terluar kapal-kapalnya tak bisa bersandar karena pelabuhannya kecil-kecil nah untuk mengatasi ini apa yang seharusnya dilakukan?

Untuk pelabuhan didaerah perbatasan yang memiliki pelabuhan kecil, akan diintegrasikan dengan kapal-kapal yang ukurannya kecil seperti kapal pelayaran rakyat, sehingga distribusi barang ke daerah terpencil atau terluar tetap dapat terjangkau dan terdistribusi.

Berapa banyakkah pelabuhan yang seharusnya dibangun? dan pelabuhan seperti apa saja jenisnya?

Idealnya pelabuhan dibangun sesuai dengan daerah pelayanannya (hinterland), dan idealnya karena pelayanan petikemas sudah juga sampai pada daerah-daerah terpencil, maka perlu dibangun pelabuhan multipurpose yang juga dapat menangani kapal-kapal petikemas.

Bagaimana dengan pembangunan konektivitas infrastruktur tol laut tersebut?

Saat ini sedang digodok konsep konektivitas tol laut dan tol udara, terutama untuk melayani daerah seperti Kabupaten Puncak Jaya di Papua.

Untuk melayani tujuh lintasan tol laut yang ada sekarang, apa saja yang dilakukan pemerintah? Dan bagaimana dengan peran swasta?

Hingga kini, tol laut melayani 13 trayek dimana 7 trayek dilaksanakan oleh PT Pelni dan 6 trayek oleh Perusahaan Pelayaran Nasional (Swasta).

Berapa lama waktu tempuh di tujuh lintasan tol laut tersebut?

Waktu tempuh untuk 13 trayek tol laut tersebut, tergantung jarak tempuh masing-masing trayeknya. Paling cepat waktu tempuhnya yaitu 13 hari, dengan trayek Tanjungpriok – Enggano – Mentawai – Enggano – Tanjungpriok dengan jarak tempuh 1252 mil laut. Lintasan itu dilayani oleh kapal bertonase 2500 DWT atau 2000 ton.

Sedangkan lintasan paling panjang dengan waktu tempuh 34 hari, yaitu lintasan Tanjung Perak – Manokwari – Wasior – Nabire – Serui – Biak dan balik lagi ke Tanjung Perak sesuai rute tersebut, dengan jarak tempuh satu putaran 4.068 mil laut. Lintasan ini, dilayani kapal bertonase 3300 DWT atau 115 TEUS. Pelabuhan awal dari semua lintasan itu, yaitu dari dua pelabuhan besar, Pelabuhan Tanjung Priok (Jakarta), dan Tanjung Perak (Surabaya).

Berapa banyak kapal yang mengarungi 13 jalur tol laut tersebut?

Paling tidak seperti program yang dijalankan, Kemenhub akan mengadakan sebanyak 103 unit kapal berbagai ukuran selama tahun 2015-2019, di mana nantinya kapal-kapal ini akan digunakan untuk melayani jalur-jalur perintis.

Hingga 2016, sudah ada 33 kapal perintis yang rampung. Tiga kapal perintis sudah jadi di tahun 2015, 30 di tahun 2016 dan 70 kapal diharapkan rampung di tahun 2017 ini. Untuk trayek kapal perintis, tahun 2017 ada 96 trayek. 96 trayek tersebut lebih banyak ke wilayah timur Indonesia.

Dari 70 kapal yang akan rampung dibangun pada 2017 ini, satu di antaranya, Kapal Perintis tipe 1.200 gross ton (GT) pesanan dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kemenhub yang Juni lalu, diluncurkan di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang. Kapal yang diberi nama Sabuk Nusantara 106 itu, merupakan buatan dari Samudera Shipyard, lini bisnis dari Samudera Indonesia yang bergerak di bidang galangan kapal.

Kapal perintis ini, nantinya akan digunakan untuk menghubungkan daerah yang tidak mampu dijangkau kapal-kapal besar sebagai angkutan penumpang. Di samping itu juga, untuk menggantikan kapal-kapal kargo swasta yang selama ini justru digunakan sebagai angkutan penumpang.

Dengan peluncuran kapal perintis itu, antara satu pulau dengan pulau lainnya bisa terkoneksi. Selain itu, mampu menekan disparitas harga kebutuhan pokok antara Pulau Jawa dengan pulau-pulau lainnya, terutama yang pulau terpencil.

Sabuk Nusantara 106

Kapal Sabuk Nusantara 106 saatakan diluncurkan pada Juni lalu (foto : oceanweek.co.id)

Sebenarnya berapa target pembangunan kapal baru pada 2017 ini?

Selama ini angkutan penumpang menggunakan kapal kargo yang bukan peruntukkannya. Dengan kapal perintis ini, bisa menggantikan kapal kargo. Targetkan, sampai 2017 bisa terbangun 100 kapal berbagai ukuran, di 2016 kemarin sudah ada 30 kapal dan sekarang tinggal menyelesaikan sisanya. Artinya sisanya tahun ini sebanyak 70 kapal.

Bagaimana dengan pelaksanaan program Rumah Kita yang terintegrasi dengan tol laut tersebut?

Program “Rumah Kita” ini adalah ide dari ibu Rini Soewandi – Menteri BUMN dan bapak Budi Karya – Menteri Perhubungan. Program ini, tak lain adalah program yang kami buat untuk mempermudah dalam melakukan koordinasi dengan Pemda dan Stakeholders terkait kebutuhan barang dan pendistribusian barang di wilayah sekitar lokasi “Rumah Kita”. Rumah Kita ini terbagi menjadi 6 (enam) lokasi.

Untuk mendukung tol laut ini, secara keseluruhan kami menyiapkan 40 Rumah Kita. 20 Rumah Kita akan dibangun BUMN dan 20 Rumah Kita lainnya diharapkan bisa dibangun swasta.

Rumah Kita adalah tempat untuk menampung barang-barang yang dibawa kapal tol laut dari daerah yang disinggahi di 13 lintasan. Dari Rumah Kita, kapal tol laut bisa menurunkan muatan dari tempat pemberangkatan dan mendapat muatan untuk dibawa pulang. Dengan kerja Rumah Kita itu, tujuannya untuk  untuk mempertahankan harga secara konstan, dan juga mengumpulkan barang untuk (jalur) balik. Selama ini, isunya kan barang baliknya sedikit. Nah dengan Rumah Kita ini, kapal baliknya tak perlu khawatir lagi tak berisi muatan.

Rumah Kita yang ada sekarang ini dimana saja?

Di antaranya, ada di Saumlaki, Merauke, Namlea, dan lainnya. Adanya Rumah Kita diharapkan dapat meningkatkan jumlah muatan untuk dibawa pulang kapal tol laut. Dengan begitu biaya logistik jadi makin efisien. Kalau terisi otomatis harganya juga turun kan. Keterisiannya yang jelek itu hanya yang ke Natuna, yang lain rata-rata di atas 90%. Cuma harganya memang tidak terkontrol, karena tidak ada Rumah Kita di sana. Dan problem kedua adalah muatan baliknya tidak ada. Makanya kita lagi tingkatkan.

Dari data Kementerian Perhubungan, Rumah Kita akan dibangun di 19 lokasi dan dengan penanggung jawab yang berbeda. PT Pelindo I bertanggung jawab untuk Rumah Kita yang berada di Nias dan Mentawai dan Pelindo II di Natuna dan Tahuna.

Sementara Pelindo III akan bertanggung jawab di Dompu, Waingapu, Rote dan Kalabahi. Pelindo IV bertanggung jawab untuk Nabire, Tobelo, Sebatik, Tidore dan Sangatta/Lhoktuan.  PT Pelni juga akan bertanggung jawab untuk Rumah Kita di Morotai, Saumlaki, Manokwari dan Timika. Selain itu PT ASDP juga akan bertanggung jawab untuk Rumah Kita di Merauke dan Namlea.

(***)

 

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Sudah Saatnya Sistem Zonasi dalam PPDB Dihapuskan

Oleh

Fakta News

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 14 tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) pada TK, SD,SMP, SMA, SMK atau bentuk lain yang sederajat, menelorkan kriteria seleksi masuk sekolah dengan mempertimbangkan urutan prioritas berupa usia dan jarak tempat tinggal ke sekolah sesuai dengan zonasi yang ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai kewenangannya (Sistem Zonasi).

PPDB bertujuan untuk menjamin penerimaan peserta didik baru berjalan secara objektif, transparan, akuntabel, nondiskriminatif, dan berkeadilan dalam rangka mendorong peningkatan akses layanan pendidikan. Namun dalam perjalananya apakah tujuan ideal dari PPDB menggunakan system zonasi tersebut sudah tercapai atau jsutru jauh panggang dari api?

Pertanyaan mendasar tentang penerapan sistem zonasi yang medasarkan pada upaya pemerataan pendidikan adalah apakah lokasi sekolah yang dibangun pemerintah sudah merata pada semua wilayah (anggaplah skala kecamatan) di Indonesia.

Bahwa faktanya pendirian sekolah (di setiap jenjang pendidikan) tidaklah didasarkan pada sebaran dan populasi penduduk, sehingga banyak dijumpai tidak meratanya sebaran sekolah di hampir setiap daerah. Satu sisi beberapa sekolah terdapat dalam satu wilayah (kecamatan), tapi banyak juga dalam satu desa/kelurahan dan kecamatan yang belum tersedia sekolah. Hal ini justru menyebabkan puluhan hingga ratusan calon peserta didik tidak mendaptkan sekolah dikarenakan “kalah” dalam konteks jarak rumah dengan sekolah yang jauh, di luar jarak zonasi yang diperkenankan.

Banyaknya calon siswa yang secara domisili jauh dari sekolah menyebabkan pupusnya kesempatan untuk bisa mengakses pendidikan secara layak, sesuai yang diamanatkan undang-undang. Fakta itu tidak saja di daerah terpencil ataupun luar jawa, bahkan di kota besar sekelas Surabaya juga masih dijumpai. Belum lagi munculnya fenomena pindah KK untuk bisa menjadi dasar untuk memenuhi kriteria zonasi. Ada yang pindah KK ke saudaranya, mencari tempat domisili (apartemen, beli/sewa rumah, dsb.) hingga tawaran pindah KK yang dilakukan oknum, calo, perantara dengan mematok tarif tertentu untuk bisa mengegolkan masuk ke sekolah yang diinginkan.

Atas polemik itu, dimuculkan kebijakan baru berupa jalur baru PPDB selain jalur zonasi, yakni jalur afirmasi (keluarga miskin), jalur prestasi (akademik) dan jalur prestasi non-akademik (olah raga, seni, budaya dsb.) yang persentasenya terus diutak-atik dengan pertimbangan yang kurang jelas. Apakah kebijakan tersebut tepat dan sesuai sasaran? .
Alih-alih memberikan solusi, tapi justru menambah permasalahan baru dalam dunia pendidikan. Awalnya sempat membuat lega dan menjadi oase bagi sebagian masyarakat yang berharap putra-putrinya tetap bisa masuk ke sekolah yang diinginkan, namun nyata justru menimbulkan permasalahan baru karena tidak semudah yang dibayangkan dalam mengakses “jalur alternatif” tersebut.

Beberapa kendala dan permasalahan ternyata sering muncul dan jadi rasan-rasan di kalangan Masyarakat terutama para ibu-ibu. Ada banyak sinyalemen dan desas-desus yang berkenbang mengenai sulitnya ditembus serta penyelewengan dari “jalur alternatif” tersebut. Jalur afirmasi khususnya bagi keluarga miskin (gakin, gamis, SKTM, KIS, KIP, dll) ternyata sulit diakses. Beberapa sekolah juga “enggan” untuk menerima dan memaksimalkan kuota untuk jalur gakin karena nantinya merka akan gratis dan tidak boleh dikenakan pungutan apapun. Ada juga kemunculan gakin baru/dadakan jelang PPDB.

Demikian halnya dengan jalur presetasi baik akademik maupun non akademik. Banyak yang merasa memenuhi kriteria, tapi dalam pengurusannya “dipersulit’ hingga batas pengajuan persyaratan yang diminta tidak bisa terpenuhi. Setali tiga uang, beberapa kabar yang beredar justru muncul anak-anak yang tiba-tiba “berprestasi” dan bisa masuk ke sekolah yang diinginkan. Maka muncullah banyak isu tak sedap tentang “permainan” hingga sejumlah nominal yang harus disiapkan untuk menebus jalur tersebut.

Ada pula fenomena munculnya jalur khusus, yakni “jalur rekom” yang bisa muncul mulai dari yang logis hingga yang tidak masuk akal. Yang logis semisal orang tua yang bekerja di wilayah dekat sekolah bisa meminta rekom agar anaknya bisa diterima di sekolah tersebut. Ada pula jalur rekomendasi mulai dari para pejabat di lingkup pemerintahan, maupun stakeholder pendidikan berbagai lini, yang berlangsung massif baik prodeo maupun “bertarif”. Tentunya hal tersebut berlangsung ekslusif, karen hanya orang-orang tertentu yang mempunyai akses dan koneksi erat saja yang bisa memanfaatkannya.

Semua sinyalemen dan desas-desus tersebut memang sulit dibuktikan hingga ke ranah hukum namun seperti sudah menjadi rahasia umum di masyarakat. Sistem Zonasi dalam PPDB yang ditujukan untuk pemerataan pendidikan justru dalam prakteknya memunculkan berbagai permasalahan yang menambah carut marut permasalahan di dunia pendidikan. Amanat untuk menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen Pendidikan telah gagal diwujudkan. Sudah saatnya sistem zonasi dalam PPDB dengan pertimbangan utama jarak rumah siswa dengan sekolah, dihapuskan, dikembalikan pada sekolah dengan mempertimbangkan aspek sosial kemasyakartan, kompetensi, ketersediaan kuota, prestasi, dan keadilan.

Pemerintah hendaknya melaksanakan tugas utamanya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan lebih fokus pada penggodokan kurikulum pendidikan yang lebih canggih dan modern untuk dapat mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat sehingga potensi peserta didik dapat berkembang agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

 

Radian Jadid
*Kepala Sekolah Rakyat Kejawan
*Wakil Sekretaris LKKNU PW Jatim
*Ketua Harian Paguyuban Angkatan 93 ITS

Baca Selengkapnya

BERITA

Wacana Kenaikan Tarif KRL Ancam Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat Berpenghasilan Rendah

Oleh

Fakta News
Wacana Kenaikan Tarif KRL Ancam Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat Berpenghasilan Rendah
Anggota Komisi V DPR RI Toriq Hidayat. Foto: DPR RI

Jakarta – Wacana kenaikan tarif Commuter Line oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI) akan menempatkan masyarakat Jabodetabek pada tantangan baru yang mengancam kesejahteraan ekonomi mereka. Hal tersebut pun lantas menuai sorotan dari Anggota Komisi V DPR RI Toriq Hidayat.

“Kenaikan tarif KRL Jabodetabek akan memberikan dampak yang signifikan. Terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah (MBR). Kenaikan tarif bisa memperberat beban ekonomi mereka. Dan Ini juga dapat mengakibatkan kesenjangan sosial dan ekonomi yang lebih besar,” ujar Toriq dalam siaran pers yang diterima Parlementaria, Senin (29/4/2024).

Politisi Fraksi PKS tersebut menegaskan bahwa kenaikan tarif tidak sejalan dengan kondisi ekonomi masyarakat, terutama masa pasca pandemi dan ketidakpastian ekonomi yang menyertainya. Dalam beberapa bulan terakhir, harga-harga bahan pokok terus melonjak secara dramatis.

“Kami tahu betul paska pandemi masyarakat terpaksa mengalokasikan sebagian besar pendapatan mereka hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar. Kenaikan tarif hanya akan menambah beban ekonomi mereka. Terutama mereka yang bergantung pada angkutan publik ini setiap hari,” tandasnya.

Terkait hal itu, Toriq menegaskan akan berupaya keras menyerukan kepada Kementerian Perhubungan selaku regulator agar mendengarkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Serta, kemudian meninjau kembali rencana kenaikan tarif ini dan mencari solusi yang lebih adil dan berkelanjutan.

“Kami akan terus memantau perkembangan situasi ini. Dan memastikan bahwa keputusan terkait tarif transportasi publik nantinya harus ada partisipasi aktif dari publik dan memperhitungkan kepentingan dan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh” tutup Toriq.

Sebagaimana diketahui, PT KAI Commuter (KCI) telah mengusulkan kenaikan tarif KRL Jabodetabek yang belum berubah sejak 2016. Saat ini usulan tersebut masih dibahas Pemerintah. Direktur Operasi dan Pemasaran KCI Broer Rizal mengatakan, pihaknya masih menunggu keputusan Pemerintah untuk menaikkan tarif KRL Jabodetabek.

Pasalnya, ketentuan tarif KRL Jabodetabek merupakan kewenangan Kemenhub selaku regulator. “Itu kebijakan dari Pemerintah ya. Kalau kami hanya eksekutor untuk melaksanakan apa yang menjadi keputusan Pemerintah. Usulan dan pembahasannya sudah dilakukan di Kemenhub,” ujarnya saat konferensi pers Angkutan Lebaran 2024 di Jakarta, Selasa lalu (24/4).

Baca Selengkapnya

BERITA

Sukamta: Kota Yogya Perlu Siapkan Peta Jalan Penanganan Sampah Jangka Panjang

Oleh

Fakta News
Sukamta: Kota Yogya Perlu Siapkan Peta Jalan Penanganan Sampah Jangka Panjang
Anggota DPR RI Sukamta. Foto: DPR RI

Jakarta – Anggota DPR RI dari Dapil Provinsi DIY Sukamta menilai Kota Yogyakarta perlu menyiapkan peta jalan (roadmap) untuk penanganan sampah jangka panjang yang menyangkut peningkatkan kasadaran masyarakat. Edukasi secara terus menerus harus dilakukan baik di sekolah, rumah tangga, dan masyarakat.

Tak hanya itu peraturan yang kuat untuk pengurangan sampah juga sangat dibutuhkan. Sukamta mencontohkan perlunya kebijakan kantong plastik berbayar atau larangan penggunaaan kantong belanja plastik sekali pakai. Adapun jangka pendeknya saat ini bisa dengan optimalisasi penampungan di TPST Piyungan.

“Kalau saya dengar, TPST ini kalau ada alat dan SDM yang memamadai masih bisa dimanfaatkan secara optimal untuk sementara waktu hingga 200-300 ton per hari. Pemkot bisa komunikasikan hal ini dengan Pemda DIY. Rencana optimalisasi 3 TPS 3R di Nitikan, Karangmiri dan Kranon bisa segera direalisasi, meski daya tampung 3 TPS ini masih terbatas,” kata Sukamta sebagaimana keterangan kepada media, di Jakarta, Kamis (25/4/2024).

Di sisi lain, Politisi Fraksi PKS ini, menilai di level provinsi, di area perkotaan saat ini masih sering ditemukan sampah di jalan maupun tempat penampungan yang penuh. Menurutnya, Pemerintah perlu memberikan honor kepada para petugas pengambil sampah sebagai salah satu upaya mencegah buang sampah sembarangan.

“Menurut kami perlu ada stimulan atau honor untuk para petugas pengambil sampah rumah tangga, di level RT, RW dan kampung. Ini supaya masyarakat tidak buang sembarangan,” kata Anggota Komisi I DPR RI tersebut.

Sukamta meyakini dengan adanya dana stimulan atau honor tersebut maka para petugas pengambil sampah akan menjalankan tugasnya dengan baik khususnya pengambilan sampah dengan sistem terpilah. “Selama ini warga sudah diminta memilah, akan tetapi (saat) di  (tempat) pembuangan dicampur lagi. Ini perlu jadi perhatian, sehingga perlu ada petugas khusus memilah,” ujarnya.

Sukamta menegaskan dirinya banyak mendapatkan aspirasi dari masyarakat terkait penanganan sampah di Jogja. Hal ini kembali mencuat setelah rencana penutupan TPST secara permanen, sehingga banyak ditemukan sampah di pinggir jalan, salah satunya di perbatasan antara Kota Jogja dengan Bantul atau sebelah utara Gembira Loka.

Baca Selengkapnya