Connect with us

Nduga Menguak Tabir, Merajut Damai

Penulis:
Laksamana Madya (Purn) Ambasador Freddy Numberi
(Tokoh Masyarakat Papua)
Nduga
Foto udara kendaraan melintas di Jalan Akses Wisata Mandeh, Pessel - Padang, di Tarusan, Pesisir Selatan, Sumatera Barat, Minggu (25/11/2018). (Foto: Istimewa)

Deklarasi PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) tentang Hak Asasi Pembangunan (UNGA Res. 41/128, 4 Desember 1986) mendefenisikan pembangunan sebagai “proses ekonomi, sosial, kultural, dan politik yang menyeluruh, yang bertujuan untuk memperbaiki secara konsisten kemaslahatan segenap warga dan semua orang, lewat peran serta yang aktif, bebas, dan penuh makna di dalam pembangunan dan dalam distribusi yang adil atas hasil-hasilnya” (Mukadimah). Ditegaskan pula bahwa pembangunan seperti itu adalah hak (entitlement), dimana setiap orang dan semua bangsa (Peoples) adalah pemangku hak (right holder) dari Negara, baik masing-masing maupun bersama, merupakan pengemban tanggung jawab (duty bearer) dari negaranya.

Dewasa ini dalam kajian-kajian keamanan kontenporer berkaitan dengan isu human security (keamanan manusia) negara-negara anggota PBB menempatkan masalah keamanan manusia sebagai prioritas utama yang perlu mendapatkan perhatian lebih serius pasca tragedi 11 September 2001 di Amerika Serikat.

Gagasan bahwa ancaman non militer  dalam keamanan global dewasa ini menjadi paramount dengan latar belakang sebagai berikut : (1) peningkatan konflik sipil bersenjata dalam suatu negara; (2) tumbuhnya tuntutan demokrasi; (3) intervensi kemanusiaan oleh PBB; (4) meluasnya kemiskinan dan pengangguran akibat krisis ekonomi sejak tahun 1990-an.

Mahbub ul Hag dalam bukunya “The Crisis of Governance” (Oxford University Press, 2000), mengatakan: “We need to fashion an new concept of human security that is reflected in the lives of our people, not in the weapons of our country” (Kita perlu menciptakan konsep baru keamanan manusia yang tercermin dalam kehidupan rakyat kita, bukan pada senjata negara kita)

Isu keamanan manusia sangat penting dalam kajian-kajian kontemporer secara berlanjut di masa mendatang, karena masalah keamanan kemanusiaan lebih banyak muncul ke permukaan akibat konflik-konflik yang terjadi dewasa ini. Terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Contoh kekinian di Indonesia adalah “Tragedi Nduga”. Disini terlihat bahwa agenda ekonomi dan politik dalam konteks pembangunan di Papua (Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat) ditujukan untuk kesejahteraan maupun perlindungan dan keamanan manusia Orang Asli Papua (OAP) terkesan tidak berjalan sebagaimana semestinya karena tumpang tindih aturan pelaksanaan ataupun tidak ada payung regulasi yang tepat. Disisi lain konsep pembangunan yang diturunkan seharusnya menggunakan pendekatan antropologi-budaya dan bersifat Tematik, Holistik, Integratif, Spasial dan Sustainable (berkelanjutan serta ramah lingkungan). Hal ini tentunya sesuai dengan karakteristik lokal pada masing-masing wilayah budaya yang ada (7 wilayah budaya).

Tragedi Nduga

Ekses dari operasi keamanan di Kabupaten Nduga mengakibatkan banyak masyarakat yang tidak terlibat konflik bersenjata menjadi korban.

“Mereka harus melarikan diri keluar dari kampungnya karena operasi militer yang ada masuk ke kampungnya dan membakar rumah-rumah mereka serta ada masyarakat yang tidak bersalah ikut menjadi korban dan meninggal dunia” ungkap wakil Bupati Nduga kepada penulis di Jakarta pada tanggal 02 Agustus 2019.

Kabupaten Nduga adalah salah satu kabupaten yang berada pada kawasan Taman Nasional Lorentz (Provinsi Papua) yang berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No.154/KPTS-II/1997 Tahun 1997 Tentang Perubahan Fungsi dan Penunjukan Cagar Alam Lorentz seluas 1.907.500 hektar menjadi situs warisan dunia.

Taman Nasional Lorentz (TNL) sebenarnya memiliki kandungan tembaga dan emas yang tinggi dan sudah diketahui sejak awal oleh penemunya (George A. Mealey,Grasberg,1996:hal.270), namun atas inisiatif penemunya TNL diminta untuk dijaga agar dapat diselamatkan bagi sisa peradaban demi keberlangsungan hidup dunia itu sendiri di masa mendatang. Saat ini pembangunan jalan trans Papua  melewati kawasan lindung tersebut.

Hal ini tentunya menimbulkan pertanyaan bagi masyarakat awam, khususnya masyarakat adat di sekitar kawasan Lorentz termasuk masyarakat Nduga. Ada apa gerangan???

Daoed Joesoef mengatakan: “Setiap negara miskin yang relatif baru merdeka dan sedang membangun, tanpa perubahan nilai pasti terjerumus dalam perangkap musuh terburuk dari kultur manusia, yaitu “uang”, dewa pembina ekonomi” (Studi strategi,2014:hal.49).

Nduga terus membara sejak 02 Desember 2018, ada 37 kasus penembakan antara aparat keamanan dan kelompok kriminal bersenjata. (Kompas 22 Juli 2019).  Secara psikologi apa yang dialami masyarakat  terutama anak-anak yang melihat sendiri kekerasan-kekerasan yang terjadi akan menjadi ingatan kolektif (memoria passionis)  mereka secara turun temurun yang sewaktu-waktu dapat muncul dalam bentuk ketidakpuasan terhadap pemerintah dan lain-lain.

Terefleksi dari fakta yang dapat kita  lihat seperti peristiwa Surabaya, Jayapura, Manokwari, Sorong, Fak-Fak, Jakarta (depan istana Presiden tanggal 22 Agustus 2019) dan terus berlanjut dalam bentuk demonstrasi di beberapa kabupaten hingga saat ini.

Praktik-praktik kekerasan dalam suatu Operasi Militer kadang-kadang berdimensi penyiksaan maupun pembakaran kampung/desa sehingga masyarakat harus exodus ke tempat lain, juga menjadi satu rumpun kategori pelanggaran HAM. Kecanggihan teknologi dewasa ini memudahkan mereka untuk mengekspos pelanggaran tersebut keluar untuk mendapat parhatian dan dukungan baik nasional maupun internasional.

Membuka Tabir, Merajut Damai

Indonesia sebagai negara anggota PBB tentunya harus dapat melaksanakan semua konvensi maupun hukum dan ketentuan internasional yang telah disepakati bersama dalam rangka penyelamatan manusia (rescuing humans) secara universal. Dengan demikian operasi militer di masa damai dalam negara sendiri menghadapi rakyat sendiri yang di beri stigma “kelompok kriminal bersenjata” tentunya harus mengikuti aturan main secara internasional yang sudah kita ratifikasi demi menjaga kehormatan dan citra bangsa Indonesia dalam fora internasional.  Ekses dari setiap operasi militer di masa damai maupun perang selalu pasti ada yang diistilahkan “collateral damage” (kerusakan ikutan atau kerusakan tambahan) dan hal itu terjadi di Nduga dimana kampung-kampung pada 11 distrik dibakar, dan 45.000 jiwa masyarakat sipil tidak berdosa harus exodus serta adanya 182 jiwa orang sipil tidak berdosa meninggal akibat operasi militer tersebut. Tentunya hal ini masuk dalam rumpun pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia). Kita sedih dan prihatin karena adanya korban baik di pihak masyarakat maupun apparat keamanan kita.

Pembuatan jalan trans Papua (Habema-Kenyem-Wamena) melewati kawasan lindung TNL belum ada tata ruang kawasannya juga perlu dipertimbangkan secara bijak di masa mendatang. Mengapa??? Karena kawasan ini memiliki keanekaragaman hayati dan budaya yang luar biasa serta perlu diselamatkan untuk kepentingan umat manusia di masa mendatang. Telah ada keputusan menteri kehutanan dan  kesepakatan sebagai situs warisan dunia oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) melalui World Heritage Committee (WHC). Pada pertemuan ke-28 WHC  disarankan pembuatan jalan untuk dihentikan dan Indonesia supaya membuat Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Tentunya diharapkan bahwa setiap pembangunan yang ada di kawasan strategis nasional seperti TNL harus memiliki AMDAL sebelum pembangunan itu dilaksanakan. Bagi masyrakat setempat kawasan ini merupakan “kawasan sakral” yang dijaga turun-temurun. Dengan demikian pasti timbul pertanyaan dalam diri mereka apakah ini untuk kepentingan ekonomi “oknum-oknum” tertentu seperti halnya Freeport di Grasberg???

Disamping itu perlu ada keputusan Presiden Jokowi tentang perlu tidaknya operasi militer di Papua melawan sekelompok kriminal bersenjata di masa damai dengan merujuk kepada ketentuan-ketentuan internasional yang sudah kita ratifikasi sebagai negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Harapan penulis yang harus dilaksanakan oleh pemerintah adalah operasi dalam rangka penegakan hukum terhadap “oknum-oknum” kriminalitas tersebut oleh pihak Kepolisian RI.

Operasi militer di masa damai perlu pertimbangan politik yang bijak, mengingat bila kita kurang tepat melaksanakannya maka dari pengalaman empiris selama ini Indonesia bisa di kategorikan “High Risk Country”.

Mahatma Gandhi (Pemimpin Spiritual, Politikus dan Pengacara India) mengatakan: “Jadilah kamu manusia yang pada kelahiranmu semua orang tertawa bahagia, tetapi kamu sendiri yang menangis dan pada kematianmu semua orang menangis sedih, tetapi hanya kamu sendiri yang tersenyum” (Zulfa Simatur,2012:hal.301).

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

DPR RI Minta Jepang Ajarkan ‘Smart Farming’ kepada Petani Muda Indonesia

Oleh

Fakta News
DPR RI Minta Jepang Ajarkan ‘Smart Farming’ kepada Petani Muda Indonesia
Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel, saat menerima delegasi dari partai berkuasa di Jepang, Liberal Democratic Party (LDP), di Ruang Delegasi, Gedung Nusantara III, DPR RI, Jakarta, Jumat (3/5/2024). Foto: DPR RI

Jakarta – DPR RI, melalui Wakil Ketua DPR RI Bidang Koordinator Industri dan Pembangunan (Korinbang) Rachmat Gobel, meminta Jepang untuk menerima petani muda Indonesia untuk belajar bertani dengan metode smart farming di negara tersebut. Hal itu ia sampaikan saat menerima delegasi dari partai berkuasa di Jepang, Liberal Democratic Party (LDP), di Ruang Delegasi, Gedung Nusantara III, DPR RI, Jakarta, Jumat (3/5/2024).

“Bukan untuk bekerja dan juga bukan untuk sekolah, tapi belajar praktik bertani yang baik dan berkualitas serta smart farming kepada petani muda Indonesia. Cukup satu tahun saja,” kata Gobel.

Gobel mengatakan, dunia sedangkan dihadapkan pada krisis pangan akibat perubahan iklim dan konflik geopolitik dunia. Perubahan iklim berdampak pada hadirnya cuaca panas yang tinggi atau curah hujan yang berlebihan dan tidak pasti. Sedangkan, konflik geopolitik berdampak pada kenaikan harga pupuk yang tinggi.

“Semua itu berakibat Indonesia melakukan impor beras dengan jumlah yang sangat besar. Padahal Indonesia adalah negara agraris, memiliki lahan yang luas, tanah yang subur, dan jumlah petani yang besar. Namun faktanya Indonesia harus impor beras dari berbagai negara seperti Myanmar, Vietnam, Thailand, India, dan Cina,” jelas Politisi Fraksi Partai NasDem itu.

Di sisi lain, kata Gobel, Jepang adalah negara yang memiliki keunggulan teknologi sehingga bisa menghasilkan produktivitas pertanian yang besar dan kemampuan menghadapi perubahan iklim. Selain itu, katanya, produk pertanian Jepang dikenal dengan cita rasa yang lezat dan memiliki harga yang bagus. Ia juga meminta Jepang mengajarkan pembuatan pupuk organik dan smart farming. Teknologi penggilingan beras Jepang, katanya, juga menghasilkan beras yang berkualitas.

Walaupun sudah melakukan impor beras dengan jumlah sangat besar, kata Gobel, secara ironis harga beras di Indonesia tetap tinggi.

“Harga beras premium di Indonesia mendekati harga beras di Jepang. Padahal kualitasnya sangat berbeda. Tentu ini memprihatinkan,” kata pria yang pernah ditunjuk Presiden Jokowi sebagai Utusan Khusus untuk Jepang tersebut.

Selain itu, katanya, karena jumlah petani di Indonesia sangat besar maka membangun pertanian akan secara otomatis akan meningkatkan kesejahteraan penduduk Indonesia.

“Jumlah penduduk Indonesia juga sangat besar. Jadi memecahkan masalah kebutuhan pokok ini akan sangat fundamental bagi kemajuan dan stabilitas Indonesia. Untuk itu, saya berharap Jepang dan Indonesia bisa meningkatkan kerja sama yang lebih erat di bidang pertanian ini,” jelasnya.

Selain itu, Gobel juga menyampaikan tentang pentingnya Jepang membagi teknologinya dalam pengolahan air bersih. Hingga saat ini, katanya, masalah penyediaan air bersih yang sehat masih merupakan tantangan besar bagi Indonesia.

“Air bersih higienis sangat penting dalam mengatasi stunting dan penyakit kulit. Dua hal ini masih merupakan problem mendasar bagi masyarakat lapis bawah Indonesia dan bagi peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Jepang memiliki kemampuan dan teknologi pengolahan air bersih yang sehat,” katanya.

Jika masalah pertanian dan penyediaan air bersih bisa diatasi Indonesia, kata Gobel, maka ekonomi Indonesia akan tumbuh lebih baik lagi. “Ini tentu saja juga akan baik bagi ekonomi kawasan di Asia Tenggara dan akan memiliki dampak yang baik pula bagi ekonomi Jepang. Jadi ini kerja sama yang sifatnya saling menguntungkan,” katanya.

Adapun Delegasi Jepang itu dipimpin oleh Ketua Badan Riset Kebijakan LDP, Tokai Kisaburo. Sedangkan anggota delegasinya antara lain Ketua Harian Badan Riset Kebijakan LDP Shibayama Masahito dan Kepala Sekretariat Badan Riset Kebijakan LDP Nakai Toyoron. Hadir pula Wakil Dirjen untuk urusan Asia Tenggara dan Asia Barat Daya Kementerian Luar Negeri Jepang Hayashi Makoto serta Duta Besar Jepang untuk Indonesia Yasushi Masahi.

Baca Selengkapnya

BERITA

Tindakan Penyimpangan Turis Nakal di Bali Harus Ditangani secara Bijaksana

Oleh

Fakta News
Tindakan Penyimpangan Turis Nakal di Bali Harus Ditangani secara Bijaksana
Anggota Komisi III DPR RI I Wayan Sudirta dalam foto bersama usai mengikuti pertemuan Kunjungan Kerja Reses Komisi III DPR RI di Denpasar, Bali. Foto: DPR RI

Denpasar – Tim Komisi III DPR RI melakukan Kunjungan Kerja Reses ke Denpasar, Bali. Salah satu yang disoroti Komisi III dalam Kunker Reses ini adalah banyaknya turis yang melakukan tindakan penyimpangan, seperti pelanggaran adat maupun tindakan semena-mena lainnya. Tak ayal,  tindakan tersebut kerap menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat setempat.

Menanggapi hal itu, Anggota Komisi III DPR RI I Wayan Sudirta berharap kepada Kapolda Bali Ida Bagus Kade Putra Narendra agar penanganan yang bijak terhadap pelanggaran, sambil tetap memperhatikan dan menghormati adat serta budaya Bali.

Oleh karena, menurut I Wayan, bahwa Bali memiliki cara tersendiri untuk menangani turis yang berulah. Sehingga, tidak bisa serta merta langsung dilakukan deportasi.

“Karena bagaimana pun orang Bali hidup dari sektor pariwisata. Sehingga sudah tidak asing dengan keberadaan turis. Namun, jangan juga sampai terlalu lemah karena turis yang berulah akan mengotori pariwisata-pariwisata yang ada, sehingga malah Bali bisa jatuh perekonomiannya. Jadi harus dicari solusi yang bijak,” ungkap I Wayan dalam pertemuan di Denpasar, Bali, Jumat (3/5/2024).

Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu pun menyampaikan apresiasinya terhadap Kapolda Bali beserta segenap jajarannya karena telah berhasil menangani banyak kasus dengan pendekatan restorative justice. Selain itu, Polda Bali juga dinilai telah bekerja sama baik dengan lembaga imigrasi yang berada di bawah lingkup Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenkumham Provinsi Bali dalam penanganan kasus penyimpangan turis.

“Saya juga tentunya mengapresiasi Kapolda Bali dan segenap jajaran atas kinerjanya. Bagaimana mereka mengawasi, serta menindak pelaporan-pelaporan yang ada rerlebih mengedepankan restorative justice sebagai jalan keluar penanganan kasus,” pungkasnya.

Menanggapi masukan tersebut, Kapolda Bali Ida Bagus Kade Putra Narendra juga sepakat dengan gagasan I Wayan Sudirta bahwa penanganan terhadap turis yang berulah harus dilakukan dengan hati-hati. Khususnya, mempertimbangkan dampaknya terhadap sektor pariwisata dan kelestarian budaya Bali.

“Kami akan bekerja sama, jika diperlukan lintas sektoral untuk menemukan solusi yang menghormati adat, budaya, dan kepentingan ekonomi masyarakat Bali,” ujar Ida Bagus.

Kunjungan kerja reses ini diharapkan dapat menjadi langkah awal menuju penanganan yang lebih baik terhadap turis nakal di Bali. Dengan pendekatan yang bijaksana dan kolaborasi lintas sektoral antara Kapolda Bali, institusi terkait, serta pemerintah daerah, diharapkan akan tercipta lingkungan pariwisata yang lebih aman, nyaman, dan berkelanjutan bagi wisatawan dan masyarakat setempat.

Baca Selengkapnya

BERITA

Peredaran Narkoba Beralih ke Ranah Daring, Johan Budi Minta Perkuat BNNP

Oleh

Fakta News
Peredaran Narkoba Beralih ke Ranah Daring, Johan Budi Minta Perkuat BNNP
Anggota Komisi III DPR Johan Budi saat bertukar cenderamata usai Rapat Kerja Tim Kunjungan Kerja Reses Komisi III DPR RI dengan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) di Denpasar, Bali, Kamis (02/05/2024). Foto: DPR RI

Denpasar Komisi III DPR RI mengungkapkan kekhawatirannya terhadap meningkatnya modus operandi peredaran narkoba yang beralih ke ranah daring (online) melalui platform media sosial dengan menggunakan modus kamuflase. Pernyataan ini disampaikan Anggota Komisi III DPR Johan Budi dalam Rapat Kerja Tim Kunjungan Kerja Reses Komisi III DPR RI dengan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) di Denpasar, Bali, Kamis (02/05/2024).

“Menarik sekali yang disampaikan BNN Provinsi Bali. Mereka menjelaskan adanya jual beli narkoba melalui online. Nah ini cukup mengagetkan buat saya, kok bisa narkoba ini diperjual belikan melalui online, hal ini terungkap ketika BNNP Bali menangkap tersangka di lapangan,” ungkapnya.

Dalam konteks ini, Johan Budi menekankan perlunya penguatan pada Badan Narkotika Nasional (BNN) untuk menghadapi perubahan modus operandi tersebut. Menurutnya, modus operandi peredaran narkoba akan selalu berubah-ubah. Untuk itu, perlu penguatan-penguatan kepada BNN agar lebih maksimal dalam memberantas peredaran narkoba ini. Selain itu, lanjutnya, kekurangan sumber daya manusia menjadi salah satu faktor, terutama di daerah, ada sebagian yang juga pegawainya atau penyidiknya cuma sedikit.

“Ini problem laten yang perlu segera diperbaiki. Saya sendiri ketika rapat dengan BNN di Komisi III mengusulkan, agar BNN ini diberi penguatan, termasuk penyediaan sumber daya manusia, infrastruktur yang ada di daerah, termasuk soal rehabilitasi,” pungkas Legislator Dapil Jatim VII ini.

Johan menambahkan, pusat rehabilitasi narkoba ini juga menjadi sangat penting dalam kaitannya dengan restorative justice bagi para pengguna narkoba. Pengguna narkoba, tambahnya, di beberapa negara itu dikategorikan sebagai korban, bukan pelaku, bukan tersangka, sehingga pusat rehabilitasi menjadi penting. Jadi yang sebetulnya tersangka itu seharusnya pengedar dan bandar.

“Menurut saya untuk pengguna narkoba dapat diselesaikan melalui restorative justice, dengan mendapatkan kesempatan untuk dilakukan rehabilitasi medis ataupun sosial, tanpa harus menunggu putusan dari pengadilan,” tutup Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini.

Johan berharap pertemuan Kunker Reses ini diharapkan dapat menjadi momentum bagi berbagai pihak, termasuk pemerintah dan lembaga terkait. Selain itu juga untuk mengimplementasikan strategi yang lebih efektif dalam mengatasi peredaran narkoba yang semakin canggih dan menyebar melalui platform digital. Langkah-langkah preventif dan represif yang terintegrasi diharapkan dapat mengurangi dampak negatif peredaran narkoba di masyarakat.

Baca Selengkapnya