Beda Elektabilitas Jokowi dan SBY Jelang Pilpres Keduanya
Jakarta – Hampir tiga tahun sudah Presiden Joko Widodo (Jokowi) memimpin negara ini. Tak sampai dua tahun lagi, rakyat Indonesia akan kembali dihadapkan pada Pemilihan Umum 2019 dan menentukan apakah kembali memilih petahana atau beralih ke calon kandidat lain.
Namun Saiful Muljani research & consulting (SMRC) pada Kamis (5/10) kemarin mengeluarkan hasil survei yang menunjukkan masih tingginya elektabilitas Jokowi. Bahkan kecenderungan itu dinilai lebih tinggi dari presiden sebelumnya, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), jika dilihat dari angka elektabilitas jelang dua tahun pemilu.
Survei yang diambil dari 1220 responden (1057 responden yang dapat diwawancarai secara valid) itu menunjukkan bahwa pada periode 2 tahun sebelum pemilu, elektabilitas Jokowi menunjukkan kenaikan, sedangkan SBY menurun.
Pada periode September 2006, SBY memang terlihat tangguh dengan 40,9%. Lalu pada Maret 2007, perolehannya menurun drastis menjadi 29,5% dan kian terjerembab di September 2007 menjadi 27,6%.
Di sisi lain, Jokowi pada Oktober 2016 berada di 32,9%. Lalu Mei 2017 naik menjadi 34,1% dan kembali naik signifikan di September 2017 menjadi 38,9%. Persentase ini cukup bisa menegaskan bahwa Jokowi kian mendapat kepercayaan untuk kembali memimpin Indonesia.
Turunnya elektabilitas SBY jelang Pilpres 2009 rupanya akibat dari keputusannya menaikkan harga BBM. Hal itu dinilai berdampak negatif yang cukup dalam secara elektoral. Meskpun pada akhirnya program-program SBY dapat melewati masalah tersebut hingga memenangkan Pilpres 2009.
Sementara Jokowi pada periode yang sama tidak dihadapkan dengan masalah tersebut. Kebijakannya, salah satunya, menetapkan BBM satu harga, cukup menjaga peluangnya untuk dipilih lagi–yang kemungkinan lebih baik dibanding peluang SBY menjelang pilpres 2009.
Puas Pada Kinerja
Adapun dukungan pada Jokowi untuk kembali dipilih menjadi presiden cenderung menguat karena memang responden terbilang cukup puas dengan kinerjanya. Dalam survei, ditunjukkan bahwa sejak pertengahan 2016, kepuasan atas kinerja Presiden Jokowi selalu di atas 60%, dan cenderung stabil.
Pun jika dibandingkan antara 2 petahana 2 tahun menjelang pilpres, kepuasan atas kinerja Jokowi lebih tinggi dibanding SBY (pada periode waktu yang sama).
Selain itu, rupanya hal yang membuat orang cukup puas dengan kinerja Jokowi adalah karena kondisi Ekonomi rumah tangga sekarang lebih baik dibanding dulu. Terlihat dari jumlah surveinya yang merasa lebih baik sebanyak 41,5%. Meski begitu, ada juga yang merasa tidak ada perubahan sebanyak 32,2 %. Bahkan ada juga yang merasa lebih buruk, namun hanya 19,7% dan yang merasa jauh lebih buruk hanya 1,3%.
Tak hanya itu, mereka pun optimistis bahwa keadaan ekonomi hingga tahun depan juga masih bisa lebih baik lagi. Persentasenya pun mencapai 57%.
Kepuasan atas kinerja presiden Jokowi dan kabinetnya, serta elektabilitas Jokowi yang secara umum cenderung menguat konsisten dengan penilaian warga atas kondisi ekonomi dan penanggulangan berbagai masalah penting oleh pemerintah yang juga cenderung makin positif.
Adapun sentimen atas kondisi ekonomi nasional termasuk rumah tangga sangat terkait dengan inflasi yang secara reguler dirilis BPS: yakni inflasi naik, sentimen negatif naik; inflasi turun, sentimen negatif turun. Meski demeikian, warga umumnya optimistis dengan ekonomi rumah tangga dan nasional ke depannya.
Novianto
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.