Connect with us
Kasus e-KTP

Dari Kacamata ICW, Setya Novanto Bakal Dimenangkan Hakim

Hakim Cepi Iskandar hakim sidang praperadilan Setya Novanto(foto : Republika)

Jakarta – Sidang lanjutan permohonan praperadilan Ketua DPR Setya Novanto, pada Jumat (29/9/2017) di PN Jakarta Pusat, agendanya membacakan putusan. Pengacara Novanto mengungkap adanya 17 alasan penetapan tersangka Novanto harus batal.

Sebaliknya, selama persidangan Indonesia Corruption Watch (ICW) melakukan pemantauan dan menemukan beberapa kejanggalan. Berikut poin-poin kejanggalan yang dipublikasikan ICW Jumat (29/9/2017).

1. Hakim menolak memutar rekaman bukti keterlibatan Novanto dalam korupsi e-KTP.

Pada sidang praperadilan Rabu, 27 September 2017, Hakim menolak memutar rekaman KPK sebagai bukti keterlibatan Novanto dalam korupsi e-KTP. Penolakan ini sangat janggal, karena Hakim berpandangan bahwa pemutaran rekaman tersebut sudah masuk pokok perkara, padahal rekaman pembicaraan tersebut adalah salah satu bukti yang menunjukkan keterlibatan Novanto dalam perkara korupsi e-KTP.
Dengan dasar rekaman tersebut, KPK menetapkannya sebagai salah satu bukti –yang dibarengi dengan 193 bukti lainnya-, untuk menetapkan Novanto sebagai tersangka.

Di sisi lain, Hakim Cepi Iskandar justru membuka ruang pengujian materi perkara dengan menolak eksepsi KPK terkait dengan pembuktian keterpenuhan unsur pada Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor, yang menjadi salah satu dalil permohonan praperadilan Novanto.

Padahal, pembuktian keterpenuhan unsur Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor sudah masuk pada pembuktian pokok perkara, dan tidak sepatutnya disidangkan lewat mekanisme praperadilan.

2. Hakim menunda mendengar keterangan ahli dari KPK.

Pada sidang 27 September 2017, Hakim Cepi Iskandar menolak Ahli Teknologi Informasi Universitas Indonesia, Bob Hardian Syahbudin sebagai ahli dalam persidangan praperadilan. Alasan Hakim Cepi menolak kehadiran Bob Hardian sebagai ahli adalah, karena materi yang disampaikan pada persidangan sudah masuk pokok perkara pembuktian korupsi e-KTP.

Di saat yang sama, Bob Hardian sudah memberikan keterangan tertulis pada proses penyidikan korupsi e-KTP. Ahli dihadirkan, untuk memberi kesaksian terkait dengan temuannya dalam evaluasi sistem teknologi informasi e-KTP. Namun, hakim menolak kehadiran Bob Hardian sebagai ahli, dan dengan demikian menunda pemberian keterangannya.

3. Hakim menolak eksepsi KPK.

Hakim Cepi Iskandar menolak eksepsi KPK yang disampaikan pada 22 September 2017. Dalam eksepsinya, KPK menyampaikan 2 (dua) hal yang menjadi keberatannya yaitu terkait status penyelidik dan penyidik independen KPK dan dalil permohonan Novanto, yang sudah memasuki substansi pokok perkara.

Keabsahan dan konstitusionalitas penyelidik dan penyidik independen KPK, sudah ditegaskan oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 109/PUU-XIII/2015, namun hal tersebut tidak dipertimbangkan oleh Hakim, padahal putusan tersebut mengikat sebagai norma hukum atas peraturan perundang-undangannya yang diuji materilkan.

Selain itu, Hakim Cepi Iskandar, juga mengabaikan keterangan KPK yang menyebutkan bahwa dalil permohonan Novanto sudah masuk dalam pokok perkara. Novanto menguji keabsahan alat-alat bukti yang dijadikan dasar untuk menjeratnya sebagai tersangka dugaan korupsi, yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor.

Logika yang sama tidak muncul ketika KPK mengajukan permohonan untuk memperdengarkan rekaman pembicaraan, yang menguatkan dalil keabsahan penetapan Novanto sebagai tersangka.

4. Hakim abaikan permohonan Intervensi, dengan alasan gugatan tersebut belum terdaftar di dalam sistem informasi pencatatan perkara.

Dalam sidang praperadilan 22 September 2017, Hakim Tunggal Cepi Iskandar mengabaikan permohonan intervensi yang diajukan oleh Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) dan Organisasi Advokat Indonesia (OAI). Pengabaian tersebut, dilakukan dengan alasan gugatan dari para pemohon intervensi belum terdaftar dalam sistem informasi pencatatan perkara.

Keterangan tersebut sungguh janggal, karena berdasarkan penelusuran, MAKI sudah mendaftarkan gugatan sebagai pemohon intervensi sejak 6 September 2017. Gugatan intervensi tersebut sejatinya menguatkan posisi KPK, namun akhirnya tidak diperhitungkan oleh Hakim, padahal permohonan sudah didaftarkan sebelum sidang pertama dilakukan pada 12 September 2017.

5. Hakim bertanya kepada Ahli KPK tentang sifat adhoc lembaga KPK, yang tidak ada kaitannya dengan pokok perkara praperadilan.

Dalam mendengar keterangan dari ahli Hukum Tata Negara Universitas Andalas Feri Amsari, Hakim bertanya mengenai sifat adhoc lembaga KPK, padahal tidak ada materi sidang praperadilan yang berkaitan dengan hal tersebut. Pertanyaan ini jelas tidak pada tempatnya, sehingga motivasi Hakim Cepi Iskandar ketika mengajukan pertanyaan tersebut, patut dipertanyakan.

6. Laporan kinerja KPK yang berasal dari Pansus dijadikan bukti Praperadilan.

Kuasa Hukum Novanto membawa sejumlah bukti, yang salah satunya adalah LHP BPK Nomor 115/HP/XIV/12/2013 atau LHKP KPK 115, yang pada intinya menjabarkan kinerja KPK selama 10 tahun ke belakang. Dokumen ini diduga diperoleh tanpa melalui mekanisme yang sah, karena dokumen tersebut diduga diperoleh dari Pansus Angket KPK, bukan dari lembaga resmi yang seharusnya mengeluarkan, yaitu BPK.

Dengan enam kejanggalan tersebut, tampaknya ICW optimis bahwa putusan hakim akan mengabulkan permohonan Novanto. Artinya terbebas dari status tersangka.

Nah, apakah upaya hakim itu bisa disebut upaya terstruktur untuk memenangkan Novanto? Bisa jadi iya.

M Riz

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

DPR RI Minta Jepang Ajarkan ‘Smart Farming’ kepada Petani Muda Indonesia

Oleh

Fakta News
DPR RI Minta Jepang Ajarkan ‘Smart Farming’ kepada Petani Muda Indonesia
Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel, saat menerima delegasi dari partai berkuasa di Jepang, Liberal Democratic Party (LDP), di Ruang Delegasi, Gedung Nusantara III, DPR RI, Jakarta, Jumat (3/5/2024). Foto: DPR RI

Jakarta – DPR RI, melalui Wakil Ketua DPR RI Bidang Koordinator Industri dan Pembangunan (Korinbang) Rachmat Gobel, meminta Jepang untuk menerima petani muda Indonesia untuk belajar bertani dengan metode smart farming di negara tersebut. Hal itu ia sampaikan saat menerima delegasi dari partai berkuasa di Jepang, Liberal Democratic Party (LDP), di Ruang Delegasi, Gedung Nusantara III, DPR RI, Jakarta, Jumat (3/5/2024).

“Bukan untuk bekerja dan juga bukan untuk sekolah, tapi belajar praktik bertani yang baik dan berkualitas serta smart farming kepada petani muda Indonesia. Cukup satu tahun saja,” kata Gobel.

Gobel mengatakan, dunia sedangkan dihadapkan pada krisis pangan akibat perubahan iklim dan konflik geopolitik dunia. Perubahan iklim berdampak pada hadirnya cuaca panas yang tinggi atau curah hujan yang berlebihan dan tidak pasti. Sedangkan, konflik geopolitik berdampak pada kenaikan harga pupuk yang tinggi.

“Semua itu berakibat Indonesia melakukan impor beras dengan jumlah yang sangat besar. Padahal Indonesia adalah negara agraris, memiliki lahan yang luas, tanah yang subur, dan jumlah petani yang besar. Namun faktanya Indonesia harus impor beras dari berbagai negara seperti Myanmar, Vietnam, Thailand, India, dan Cina,” jelas Politisi Fraksi Partai NasDem itu.

Di sisi lain, kata Gobel, Jepang adalah negara yang memiliki keunggulan teknologi sehingga bisa menghasilkan produktivitas pertanian yang besar dan kemampuan menghadapi perubahan iklim. Selain itu, katanya, produk pertanian Jepang dikenal dengan cita rasa yang lezat dan memiliki harga yang bagus. Ia juga meminta Jepang mengajarkan pembuatan pupuk organik dan smart farming. Teknologi penggilingan beras Jepang, katanya, juga menghasilkan beras yang berkualitas.

Walaupun sudah melakukan impor beras dengan jumlah sangat besar, kata Gobel, secara ironis harga beras di Indonesia tetap tinggi.

“Harga beras premium di Indonesia mendekati harga beras di Jepang. Padahal kualitasnya sangat berbeda. Tentu ini memprihatinkan,” kata pria yang pernah ditunjuk Presiden Jokowi sebagai Utusan Khusus untuk Jepang tersebut.

Selain itu, katanya, karena jumlah petani di Indonesia sangat besar maka membangun pertanian akan secara otomatis akan meningkatkan kesejahteraan penduduk Indonesia.

“Jumlah penduduk Indonesia juga sangat besar. Jadi memecahkan masalah kebutuhan pokok ini akan sangat fundamental bagi kemajuan dan stabilitas Indonesia. Untuk itu, saya berharap Jepang dan Indonesia bisa meningkatkan kerja sama yang lebih erat di bidang pertanian ini,” jelasnya.

Selain itu, Gobel juga menyampaikan tentang pentingnya Jepang membagi teknologinya dalam pengolahan air bersih. Hingga saat ini, katanya, masalah penyediaan air bersih yang sehat masih merupakan tantangan besar bagi Indonesia.

“Air bersih higienis sangat penting dalam mengatasi stunting dan penyakit kulit. Dua hal ini masih merupakan problem mendasar bagi masyarakat lapis bawah Indonesia dan bagi peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Jepang memiliki kemampuan dan teknologi pengolahan air bersih yang sehat,” katanya.

Jika masalah pertanian dan penyediaan air bersih bisa diatasi Indonesia, kata Gobel, maka ekonomi Indonesia akan tumbuh lebih baik lagi. “Ini tentu saja juga akan baik bagi ekonomi kawasan di Asia Tenggara dan akan memiliki dampak yang baik pula bagi ekonomi Jepang. Jadi ini kerja sama yang sifatnya saling menguntungkan,” katanya.

Adapun Delegasi Jepang itu dipimpin oleh Ketua Badan Riset Kebijakan LDP, Tokai Kisaburo. Sedangkan anggota delegasinya antara lain Ketua Harian Badan Riset Kebijakan LDP Shibayama Masahito dan Kepala Sekretariat Badan Riset Kebijakan LDP Nakai Toyoron. Hadir pula Wakil Dirjen untuk urusan Asia Tenggara dan Asia Barat Daya Kementerian Luar Negeri Jepang Hayashi Makoto serta Duta Besar Jepang untuk Indonesia Yasushi Masahi.

Baca Selengkapnya

BERITA

Tindakan Penyimpangan Turis Nakal di Bali Harus Ditangani secara Bijaksana

Oleh

Fakta News
Tindakan Penyimpangan Turis Nakal di Bali Harus Ditangani secara Bijaksana
Anggota Komisi III DPR RI I Wayan Sudirta dalam foto bersama usai mengikuti pertemuan Kunjungan Kerja Reses Komisi III DPR RI di Denpasar, Bali. Foto: DPR RI

Denpasar – Tim Komisi III DPR RI melakukan Kunjungan Kerja Reses ke Denpasar, Bali. Salah satu yang disoroti Komisi III dalam Kunker Reses ini adalah banyaknya turis yang melakukan tindakan penyimpangan, seperti pelanggaran adat maupun tindakan semena-mena lainnya. Tak ayal,  tindakan tersebut kerap menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat setempat.

Menanggapi hal itu, Anggota Komisi III DPR RI I Wayan Sudirta berharap kepada Kapolda Bali Ida Bagus Kade Putra Narendra agar penanganan yang bijak terhadap pelanggaran, sambil tetap memperhatikan dan menghormati adat serta budaya Bali.

Oleh karena, menurut I Wayan, bahwa Bali memiliki cara tersendiri untuk menangani turis yang berulah. Sehingga, tidak bisa serta merta langsung dilakukan deportasi.

“Karena bagaimana pun orang Bali hidup dari sektor pariwisata. Sehingga sudah tidak asing dengan keberadaan turis. Namun, jangan juga sampai terlalu lemah karena turis yang berulah akan mengotori pariwisata-pariwisata yang ada, sehingga malah Bali bisa jatuh perekonomiannya. Jadi harus dicari solusi yang bijak,” ungkap I Wayan dalam pertemuan di Denpasar, Bali, Jumat (3/5/2024).

Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu pun menyampaikan apresiasinya terhadap Kapolda Bali beserta segenap jajarannya karena telah berhasil menangani banyak kasus dengan pendekatan restorative justice. Selain itu, Polda Bali juga dinilai telah bekerja sama baik dengan lembaga imigrasi yang berada di bawah lingkup Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenkumham Provinsi Bali dalam penanganan kasus penyimpangan turis.

“Saya juga tentunya mengapresiasi Kapolda Bali dan segenap jajaran atas kinerjanya. Bagaimana mereka mengawasi, serta menindak pelaporan-pelaporan yang ada rerlebih mengedepankan restorative justice sebagai jalan keluar penanganan kasus,” pungkasnya.

Menanggapi masukan tersebut, Kapolda Bali Ida Bagus Kade Putra Narendra juga sepakat dengan gagasan I Wayan Sudirta bahwa penanganan terhadap turis yang berulah harus dilakukan dengan hati-hati. Khususnya, mempertimbangkan dampaknya terhadap sektor pariwisata dan kelestarian budaya Bali.

“Kami akan bekerja sama, jika diperlukan lintas sektoral untuk menemukan solusi yang menghormati adat, budaya, dan kepentingan ekonomi masyarakat Bali,” ujar Ida Bagus.

Kunjungan kerja reses ini diharapkan dapat menjadi langkah awal menuju penanganan yang lebih baik terhadap turis nakal di Bali. Dengan pendekatan yang bijaksana dan kolaborasi lintas sektoral antara Kapolda Bali, institusi terkait, serta pemerintah daerah, diharapkan akan tercipta lingkungan pariwisata yang lebih aman, nyaman, dan berkelanjutan bagi wisatawan dan masyarakat setempat.

Baca Selengkapnya

BERITA

Peredaran Narkoba Beralih ke Ranah Daring, Johan Budi Minta Perkuat BNNP

Oleh

Fakta News
Peredaran Narkoba Beralih ke Ranah Daring, Johan Budi Minta Perkuat BNNP
Anggota Komisi III DPR Johan Budi saat bertukar cenderamata usai Rapat Kerja Tim Kunjungan Kerja Reses Komisi III DPR RI dengan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) di Denpasar, Bali, Kamis (02/05/2024). Foto: DPR RI

Denpasar Komisi III DPR RI mengungkapkan kekhawatirannya terhadap meningkatnya modus operandi peredaran narkoba yang beralih ke ranah daring (online) melalui platform media sosial dengan menggunakan modus kamuflase. Pernyataan ini disampaikan Anggota Komisi III DPR Johan Budi dalam Rapat Kerja Tim Kunjungan Kerja Reses Komisi III DPR RI dengan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) di Denpasar, Bali, Kamis (02/05/2024).

“Menarik sekali yang disampaikan BNN Provinsi Bali. Mereka menjelaskan adanya jual beli narkoba melalui online. Nah ini cukup mengagetkan buat saya, kok bisa narkoba ini diperjual belikan melalui online, hal ini terungkap ketika BNNP Bali menangkap tersangka di lapangan,” ungkapnya.

Dalam konteks ini, Johan Budi menekankan perlunya penguatan pada Badan Narkotika Nasional (BNN) untuk menghadapi perubahan modus operandi tersebut. Menurutnya, modus operandi peredaran narkoba akan selalu berubah-ubah. Untuk itu, perlu penguatan-penguatan kepada BNN agar lebih maksimal dalam memberantas peredaran narkoba ini. Selain itu, lanjutnya, kekurangan sumber daya manusia menjadi salah satu faktor, terutama di daerah, ada sebagian yang juga pegawainya atau penyidiknya cuma sedikit.

“Ini problem laten yang perlu segera diperbaiki. Saya sendiri ketika rapat dengan BNN di Komisi III mengusulkan, agar BNN ini diberi penguatan, termasuk penyediaan sumber daya manusia, infrastruktur yang ada di daerah, termasuk soal rehabilitasi,” pungkas Legislator Dapil Jatim VII ini.

Johan menambahkan, pusat rehabilitasi narkoba ini juga menjadi sangat penting dalam kaitannya dengan restorative justice bagi para pengguna narkoba. Pengguna narkoba, tambahnya, di beberapa negara itu dikategorikan sebagai korban, bukan pelaku, bukan tersangka, sehingga pusat rehabilitasi menjadi penting. Jadi yang sebetulnya tersangka itu seharusnya pengedar dan bandar.

“Menurut saya untuk pengguna narkoba dapat diselesaikan melalui restorative justice, dengan mendapatkan kesempatan untuk dilakukan rehabilitasi medis ataupun sosial, tanpa harus menunggu putusan dari pengadilan,” tutup Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini.

Johan berharap pertemuan Kunker Reses ini diharapkan dapat menjadi momentum bagi berbagai pihak, termasuk pemerintah dan lembaga terkait. Selain itu juga untuk mengimplementasikan strategi yang lebih efektif dalam mengatasi peredaran narkoba yang semakin canggih dan menyebar melalui platform digital. Langkah-langkah preventif dan represif yang terintegrasi diharapkan dapat mengurangi dampak negatif peredaran narkoba di masyarakat.

Baca Selengkapnya