Connect with us
Dr. Hilmar Farid, Dirjen Kebudayaan Kemendiknas

“Kebudayaan Harus Dilihat dalam Perspektif Masa Depan dan Sistemik”

Dirjen Kebudayaan Kemendiknas, Dr. Hilmar Farid(foto : dok. Hilmar Farid)

Menjadikan kebudayaan sebagai haluan pembangunan nasional, tampaknya tak semudah membalik telapak tangan. Apalagi, payung hukum untuk melaksanakan pembangunan kebudayaan itu, baru diundangkan dalam Undang-undang (UU) No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.

“Kami sadar, bahwa UU ini memberikan paradigma baru tentang bagaimana negara menempatkan, mengurus, dan melayani kebudayaan di Indonesia. Paradigma baru tentunya tidak dengan mudah bisa dijalankan tanpa proses pembelajaran yang terus-menerus,” kata Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) Dr. Hilmar Farid kepada fakta.news.

Nah seperti apa UU Pemajuan Kebudayaan itu? Apa manfaat yang hendak dicapai dari UU tersebut? Dan paradigma baru apa yang dimaksud dalam UU tersebut? Berikut ini petikan wawancara fakta.news dengan Dr. Hilmar Faried.

RUU Pemajuan Kebudayaan disahkan menjadi UU baru April lalu, nah bagaimana pelaksanaan UU itu saat ini, utamanya menyangkut soal apa yang sudah berjalan dari UU ini?

Setelah Undang-undang (UU) No.5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan diundangkan, semester kedua tahun 2017 ini, kami fokuskan untuk melakukan sosialisasi internal pemerintah dan sosialisasi pada masyarakat atas keberadaan dan manfaat UU ini. Kami sadar, bahwa UU ini memberikan paradigma baru tentang bagaimana negara menempatkan, mengurus, dan melayani kebudayaan di Indonesia. Paradigma baru tentunya tidak dengan mudah bisa dijalankan tanpa proses pembelajaran yang terus-menerus. Sosialisasi juga disiapkan dengan berbagai metode untuk subjek yang berbeda.

Selain itu, kami juga sedang menyiapkan berbagai aturan turunan yang diamanatkan oleh UU ini. Sebuah Peraturan Pemerintah (PP) tentang Sistem Pendataan Kebudayaan Terpadu dan sebuah Peraturan  Presiden (Perpres) tentang Tata Cara Penyusunan Pokok Pikiran Daerah Kabupaten/Kota, Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah Provinsi, dan Strategi Kebudayaan, diharapkan bisa selesai dalam tahun 2017 ini, sehingga proses penyusunan Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah Kabupaten/Kota sampai Rencana Induk Pemajuan Kebudayaan bisa berjalan di sepanjang tahun 2018-2019.

PP lainnya yang merupakan turunan UU ini akan menyusul berikutnya dalam sepanjang tahun 2018. Berbagai bentuk sosialisasi UU ini akan juga terus dilaksanakan sepanjang 2018-2019 nanti.

UU ini memiliki 9 manfaat yang bakal diperoleh masyarakat, nah apa sajakah itu?

Pemajuan Kebudayaan dalam UU ini memang ditujukan untuk: mengembangkan nilai-nilai luhur budaya bangsa, memperkaya keberagaman budaya, memperteguh jati diri bangsa, memperteguh persatuan dan kesatuan bangsa, mencerdaskan kehidupan bangsa, meningkatkan citra bangsa, mewujudkan masyarakat madani, meningkatkan kesejahteraan rakyat, melestarikan warisan budaya bangsa, mempengaruhi arah perkembangan peradaban dunia,

Seluruh sepuluh tujuan di atas, berusaha dicapai sehingga Kebudayaan menjadi haluan pembangunan nasional.

Manfaat bahwa kebudayaan sebagai investasi bukan biaya, maksudnya apa dan apa yang melatarbelakangi hingga hal ini disebut sebagai manfaat?

Dalam pasal 47 UU No.5/2017 ini dinyatakan bahwa pendanaan Pemajuan Kebudayaan didasarkan atas pertimbangan investasi. Pernyataan ini dimaksudkan, bahwa dalam melakukan perencanaan pendanaan dan pelaksanaan kerja Pemajuan Kebudayaan tidak berada dalam kerangka biaya semata yang notabene dilihat dari perspektif pengeluaran dana saja. Kecenderungan perspektif “biaya” dalam kebudayaan ini, terutama didasari oleh sifat umum kebudayaan yang intangible (tak benda) sehingga sering dianggap sulit untuk diukur capaian-capaian riil-nya.

UU ini menegaskan sebaliknya. Pemajuan Kebudayaan haruslah dilihat dari perspektif investasi masa depan, harus bisa menggunakan kerangka manfaat jangka panjang dan bersifat sistemik. Manfaat dari Pemajuan Kebudayaan, tidak serta-merta muncul seketika saat ia dimulai. Diperlukan strategi berkesinambungan, dan perencanaan jangka panjang untuk mencapai tujuan pembangunan nasional. Inilah yang dimaksud dengan “pertimbangan investasi”.

Kemudian juga yang dimaksud sistem pendataan kebudayaan terpadu?

Sistem Pendataan Kebudayaan Terpadu, adalah sistem data utama kebudayaan yang mengintegrasikan seluruh data kebudayaan dari berbagai sumber. Sistem ini nantinya akan menginterkoneksikan pusat-pusat data yang berhubungan dengan kebudayaan dan objek pemajuan kebudayaan yang dimiliki atau dikelola oleh berbagai kementerian, lembaga pemerintah, maupun masyarakat dan pihak swasta. Data yang terhimpun di dalamnya merupakan data acuan utama dalam proses pemajuan kebudayaan, dan dapat diakses, di-input, dan dimutakhirkan oleh setiap orang melalui mekanisme yang akan diatur kemudian dalam Peraturan Pemerintah.

Sistem Pendataan Kebudayaan Terpadu ini, disiapkan untuk mengintegrasikan kerja berbagai Kementerian dan Lembaga dalam upaya kerja-kerja pemajuan kebudayaan, sehingga menghasilkan strategi dan kebijakan yang terintegrasi. Data, strategi, dan kebijakan yang terintegrasi akan mendorong mekanisme birokrasi dan pelayanan publik yang efektif dan efisien, tepat guna, dan berbasis data empiris.

Juga yang dimaksud pokok pikiran kebudayaan daerah; strategi kebudayaan; rencana induk pemajuan kebudayaan; dana perwalian kebudayaan; dan pemanfaatan kebudayaan?

Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (baik tingkat Kabupaten/Kota maupun tingkat Provinsi) dan Strategi Kebudayaan, adalah rangkaian dokumen perencanaan Pemajuan Kebudayaan yang disusun oleh Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat, dan masyarakat melalui para ahli. Rangkaian dokumen perencanaan ini dimulai dari penyusunan Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah Kabupaten/Kota yang dilaksanakan oleh Pemda Kabupaten/Kota dengan masyarakat setempat, lalu naik ke penyusunan Pokok Pikiran Kebudayaan Provinsi yang dilakukan oleh Pemda Provinsi dengan masyarakat, kemudian semua dokumen tersebut diramu menjadi sebuah abstraksi tingkat nasional yang merumuskan visi dan misi Pemajuan Kebudayaan untuk jangka waktu 20 tahun.

Dokumen abstraksi nasional ini, disebut sebagai Strategi Kebudayaan. Melalui mekanisme penyusunan berjenjang ini maka data, permasalahan dan berbagai bentuk pilihan jalan keluar berdasar pada data-data empiris dari seluruh penjuru Indonesia. Fakta-fakta empiris tersebut tentunya dapat membantu perumusan visi jangka panjang, menengah dan pendek atas segala bentuk kerja Pemajuan Kebudayaan.

Strategi Kebudayaan kemudian menjadi dokumen dasar untuk penyusunan Rencana Induk Pemajuan Kebudayaan (RIPK). RIPK ini merupakan sebuah dokumen rencana kerja Pemerintah Pusat bidang Pemajuan Kebudayaan, terutama mengenai pembagian kerja antara lebih dari 18 Kementerian/Lembaga yang mengurusi bidang kebudayaan.

Dana Perwalian Kebudayaan adalah sebuah mekanisme pendanaan Pemajuan Kebudayaan yang berada di luar tata kelola APBN dan APBD. Mekanisme alternatif ini ditujukan untuk mempermudah berlangsungnya kerja-kerja Pemajuan Kebudayaan –terutama yang dijalankan oleh masyarakat– pada kegiatan-kegiatan yang sulit dilaksanakan dalam kerangka pembiayaan berbasis APBN/APBD yang cenderung rigid. Tentu saja mekanisme Dana Perwalian Kebudayaan ini, pada pelaksanaannya harus dibarengi dengan mekanisme transparansi dan akuntabilitas yang memadai.

Pemanfaatan Objek Kebudayaan dalam konteks UU ini, adalah upaya pendayagunaan Objek Kebudayaan untuk menguatkan ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan dalam mewujudkan tujuan nasional. Pemanfaatan dilakukan untuk membangun karakter bangsa, meningkatkan ketahanan budaya, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan meningkatkan peran aktif dan pengaruh Indonesia dalam hubungan internasional.

Terhadap orang yang berkontribusi atau berprestasi luar biasa dalam pemajuan kebudayaan, dalam UU disebutkan bakal mendapat penghargaan, dalam bentuk apakah penghargaan itu nantinya?

Tentang apa saja bentuk penghargaan, kriteria, tata cara, dan mekanisme tentang penghargaan ini nantinya akan diatur dalam Peraturan Pemerintah yang sedang kami susun dan direncanakan selesai dan ditetapkan dalam tahun 2018 yang akan datang.

Penting untuk diketahui bahwa UU ini tidak hanya akan mendorong adanya mekanisme pemberian penghargaan bagi orang atau kelompok atau organisasi yang berkontribusi atau berprestasi luar biasa dalam pemajuan kebudayaan, akan tetapi juga mendorong adanya pemberian fasilitas pengembangan karya bagi setiap SDM Kebudayaan yang berjasa dan/atau berprestasi luar biasa dalam pemajuan kebudayaan.

Selain itu, UU ini juga mendorong terbentuknya mekanisme insentif yang ditujukan bagi setiap orang yang berkontribusi dalam pemajuan kebudayaan. Ketiganya (penghargaan, pemberian fasilitas, dan insentif) akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah seperti yang telah saya sebutkan sebelumnya.

Obyek kebudayaan apa saja yang dilindungi UU ini?

Objek Pemajuan Kebudayaan dalam UU No.5/2017 ini meliputi taksonomi tradisi lisan, manuskrip, adat-istiadat, ritus, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, seni, bahasa, permainan rakyat, dan olahraga tradisional. Deskripsi batasan masing-masing objek dapat dilihat dalam bagian penjelasan dalam Undang-undang.

Penting untuk dipahami bahwa pengelompokan 10 objek Pemajuan Kebudayaan ini jangan dipandang menggunakan perspektif kategorial, melainkan menggunakan pendekatan taksonomi. Misalnya: Batik. Batik sebagai motif adalah bagian dari seni (rupa), sementara canting dan malam yang digunakan dalam membatik adalah bagian dari teknologi tradisional. Metode/cara membatik adalah bagian dari pengetahuan tradisional.

Tata cara mengenakan batik adalah bagian dari adat-istiadat, dan penggunaan kain batik dengan motif spesifik tertentu dalam sebuah upacara keraton adalah bagian dari ritus. Dengan perspektif taksonomi ini maka kita bisa melihat bahwa budaya adalah sebuah kesatuan ekosistem yang multifaset, holistik, dan tidak terpisahkan satu sama lain. Objek-objek Pemajuan Kebudayaan yang tadi saya sebutkan, tidak hanya dilindungi. Objek Pemajuan Kebudayaan dilingkupi oleh Undang-undang ini dalam rangkaian pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan.

Ministry-Opening-Remarks-by-Dr-Hilmar-Farid

Dirjen Kebudayaan Kemendiknas, Dr. Hilmar Farid

UU tersebut mengamanahkan kepada pengemban UU ini untuk membuat rencana induk pemajuan kebudayaan untuk kurun waktu 20 tahun, nah apakah rencana induk ini sudah dibuat?

Rencana Induk Pemajuan Kebudayaan, merupakan dokumen berjenjang terakhir dari rangkaian empat jenis dokumen perencanaan pemajuan kebudayaan. Yang pertama harus disusun adalah Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah Kabupaten/Kota, lalu dokumen di jenjang berikutnya yaitu Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah Provinsi, lalu Strategi Kebudayaan di tingkat nasional, baru kemudian dielaborasi dalam Rencana Induk Pemajuan Kebudayaan. Proses penyusunan dokumen perencanaan berjenjang ini akan dimulai pada tahun 2018, jadi ditargetkan RIPK selesai pada taun 2019.

Rencana induk ini secara garis besar isinya apa saja?

Rencana Induk Pemajuan Kebudayaan (RIPK) adalah sebuah dokumen pedoman bagi Pemerintah Pusat dalam melaksanakan pemajuan kebudayaan. Dokumen ini secara garis besar akan berisi: isi dan misi pemajuan kebudayaan, tujuan dan sasaran,  perencanaan, pembagian wewenang, dan alat ukur capaian.

Kenapa juga ditentukan kurun waktunya hingga 20 tahun, dan apa yang melatarbelakangi waktu sepanjang itu?

Sebagai sebuah rencana induk dan dokumen perencanaan yang menjadi pedoman Pemerintah Pusat dalam melaksanakan program-program pemajuan kebudayaan, maka layaknya dokumen ini berisi tahapan kerja jangka panjang, menengah, dan pendek. Dengan meliputi tahapan kerja jangka panjang, menengah, dan pendek ini maka kerja Pemerintah Pusat dalam pemajuan kebudayaan bisa berkesinambungan dalam mencapai tujuan pembangunan nasional.

Selain itu, RIPK ini akan termuat dalam dokumen RPJP (Rencana Pembangunan Jangka Panjang) dan RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) baik tingkat pusat maupun daerah. Karena tuntutan berkesinambungan inilah maka perencanaan 20 tahun menjadi penting (jangka panjang) dan dapat ditinjau kembali setiap 5 tahun (jangka menengah).

Bagaimana tanggapan Anda mengenai serbuan budaya asing di era semakin teknologi informasi yang semakin maju?

Semangat UU ini dalam menghadapi peradaban dunia dan globalisasi juga sangat visioner, sesuai dengan Pasal 32 UUD 1945 yang berbunyi, “Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.”

Tercermin dalam pasal 32 UUD 1945, maupun keseluruhan tujuan dari UU ini adalah bagaimana kebudayaan Indonesia didorong untuk mempengaruhi perkembangan peradaban dunia. Kata kuncinya adalah mempengaruhi, dan bukan sebaliknya. Melalui UU ini, pemerintah dan masyarakat Indonesia bekerjasama dalam meningkatkan peran budaya Indonesia dalam dialog-dialog internasional, peningkatan upaya perdamaian dunia, dan menjadi contoh tentang pengelolaan keberagaman budaya yang kaya.  Teknologi informasi hanya salah satu cara diseminasi yang bisa digunakan untuk memberi pengaruh tersebut, banyak sekali berbagai metode dan cara lainnya, akan tetapi ini mengingatkan kita bahwa pemahaman akan identitas budaya sendiri menjadi sangat penting sehingga sewaktu kita menggunakan teknologi informasi kita dapat dengan efektif dan efisien mempengaruhi dunia.

Apakah UU Pemajuan Kebudayaan ini, juga bertujuan untuk menangkal membanjirnya budaya asing yang masuk Indonesia?

Saya rasa permasalahan utamanya bukan pada “menangkal banjir”, tapi bagaimana pada sikap kita “menghadapi dan memanfaatkan banjir” tersebut. Di sinilah kekuatan UU ini yang salah satunya ditujukan untuk peningkatan ketahanan (resiliency) budaya kita. Berdasarkan tujuan ini, maka memang UU ini disiapkan untuk menjadi alat peningkatan ketahanan budaya kita, dengan segala kemampuan kita dalam melakukan asimilasi, adaptasi, akulturasi dan inovasi dalam bidang kebudayaan.

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

DPR RI Minta Jepang Ajarkan ‘Smart Farming’ kepada Petani Muda Indonesia

Oleh

Fakta News
DPR RI Minta Jepang Ajarkan ‘Smart Farming’ kepada Petani Muda Indonesia
Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel, saat menerima delegasi dari partai berkuasa di Jepang, Liberal Democratic Party (LDP), di Ruang Delegasi, Gedung Nusantara III, DPR RI, Jakarta, Jumat (3/5/2024). Foto: DPR RI

Jakarta – DPR RI, melalui Wakil Ketua DPR RI Bidang Koordinator Industri dan Pembangunan (Korinbang) Rachmat Gobel, meminta Jepang untuk menerima petani muda Indonesia untuk belajar bertani dengan metode smart farming di negara tersebut. Hal itu ia sampaikan saat menerima delegasi dari partai berkuasa di Jepang, Liberal Democratic Party (LDP), di Ruang Delegasi, Gedung Nusantara III, DPR RI, Jakarta, Jumat (3/5/2024).

“Bukan untuk bekerja dan juga bukan untuk sekolah, tapi belajar praktik bertani yang baik dan berkualitas serta smart farming kepada petani muda Indonesia. Cukup satu tahun saja,” kata Gobel.

Gobel mengatakan, dunia sedangkan dihadapkan pada krisis pangan akibat perubahan iklim dan konflik geopolitik dunia. Perubahan iklim berdampak pada hadirnya cuaca panas yang tinggi atau curah hujan yang berlebihan dan tidak pasti. Sedangkan, konflik geopolitik berdampak pada kenaikan harga pupuk yang tinggi.

“Semua itu berakibat Indonesia melakukan impor beras dengan jumlah yang sangat besar. Padahal Indonesia adalah negara agraris, memiliki lahan yang luas, tanah yang subur, dan jumlah petani yang besar. Namun faktanya Indonesia harus impor beras dari berbagai negara seperti Myanmar, Vietnam, Thailand, India, dan Cina,” jelas Politisi Fraksi Partai NasDem itu.

Di sisi lain, kata Gobel, Jepang adalah negara yang memiliki keunggulan teknologi sehingga bisa menghasilkan produktivitas pertanian yang besar dan kemampuan menghadapi perubahan iklim. Selain itu, katanya, produk pertanian Jepang dikenal dengan cita rasa yang lezat dan memiliki harga yang bagus. Ia juga meminta Jepang mengajarkan pembuatan pupuk organik dan smart farming. Teknologi penggilingan beras Jepang, katanya, juga menghasilkan beras yang berkualitas.

Walaupun sudah melakukan impor beras dengan jumlah sangat besar, kata Gobel, secara ironis harga beras di Indonesia tetap tinggi.

“Harga beras premium di Indonesia mendekati harga beras di Jepang. Padahal kualitasnya sangat berbeda. Tentu ini memprihatinkan,” kata pria yang pernah ditunjuk Presiden Jokowi sebagai Utusan Khusus untuk Jepang tersebut.

Selain itu, katanya, karena jumlah petani di Indonesia sangat besar maka membangun pertanian akan secara otomatis akan meningkatkan kesejahteraan penduduk Indonesia.

“Jumlah penduduk Indonesia juga sangat besar. Jadi memecahkan masalah kebutuhan pokok ini akan sangat fundamental bagi kemajuan dan stabilitas Indonesia. Untuk itu, saya berharap Jepang dan Indonesia bisa meningkatkan kerja sama yang lebih erat di bidang pertanian ini,” jelasnya.

Selain itu, Gobel juga menyampaikan tentang pentingnya Jepang membagi teknologinya dalam pengolahan air bersih. Hingga saat ini, katanya, masalah penyediaan air bersih yang sehat masih merupakan tantangan besar bagi Indonesia.

“Air bersih higienis sangat penting dalam mengatasi stunting dan penyakit kulit. Dua hal ini masih merupakan problem mendasar bagi masyarakat lapis bawah Indonesia dan bagi peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Jepang memiliki kemampuan dan teknologi pengolahan air bersih yang sehat,” katanya.

Jika masalah pertanian dan penyediaan air bersih bisa diatasi Indonesia, kata Gobel, maka ekonomi Indonesia akan tumbuh lebih baik lagi. “Ini tentu saja juga akan baik bagi ekonomi kawasan di Asia Tenggara dan akan memiliki dampak yang baik pula bagi ekonomi Jepang. Jadi ini kerja sama yang sifatnya saling menguntungkan,” katanya.

Adapun Delegasi Jepang itu dipimpin oleh Ketua Badan Riset Kebijakan LDP, Tokai Kisaburo. Sedangkan anggota delegasinya antara lain Ketua Harian Badan Riset Kebijakan LDP Shibayama Masahito dan Kepala Sekretariat Badan Riset Kebijakan LDP Nakai Toyoron. Hadir pula Wakil Dirjen untuk urusan Asia Tenggara dan Asia Barat Daya Kementerian Luar Negeri Jepang Hayashi Makoto serta Duta Besar Jepang untuk Indonesia Yasushi Masahi.

Baca Selengkapnya

BERITA

Tindakan Penyimpangan Turis Nakal di Bali Harus Ditangani secara Bijaksana

Oleh

Fakta News
Tindakan Penyimpangan Turis Nakal di Bali Harus Ditangani secara Bijaksana
Anggota Komisi III DPR RI I Wayan Sudirta dalam foto bersama usai mengikuti pertemuan Kunjungan Kerja Reses Komisi III DPR RI di Denpasar, Bali. Foto: DPR RI

Denpasar – Tim Komisi III DPR RI melakukan Kunjungan Kerja Reses ke Denpasar, Bali. Salah satu yang disoroti Komisi III dalam Kunker Reses ini adalah banyaknya turis yang melakukan tindakan penyimpangan, seperti pelanggaran adat maupun tindakan semena-mena lainnya. Tak ayal,  tindakan tersebut kerap menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat setempat.

Menanggapi hal itu, Anggota Komisi III DPR RI I Wayan Sudirta berharap kepada Kapolda Bali Ida Bagus Kade Putra Narendra agar penanganan yang bijak terhadap pelanggaran, sambil tetap memperhatikan dan menghormati adat serta budaya Bali.

Oleh karena, menurut I Wayan, bahwa Bali memiliki cara tersendiri untuk menangani turis yang berulah. Sehingga, tidak bisa serta merta langsung dilakukan deportasi.

“Karena bagaimana pun orang Bali hidup dari sektor pariwisata. Sehingga sudah tidak asing dengan keberadaan turis. Namun, jangan juga sampai terlalu lemah karena turis yang berulah akan mengotori pariwisata-pariwisata yang ada, sehingga malah Bali bisa jatuh perekonomiannya. Jadi harus dicari solusi yang bijak,” ungkap I Wayan dalam pertemuan di Denpasar, Bali, Jumat (3/5/2024).

Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu pun menyampaikan apresiasinya terhadap Kapolda Bali beserta segenap jajarannya karena telah berhasil menangani banyak kasus dengan pendekatan restorative justice. Selain itu, Polda Bali juga dinilai telah bekerja sama baik dengan lembaga imigrasi yang berada di bawah lingkup Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenkumham Provinsi Bali dalam penanganan kasus penyimpangan turis.

“Saya juga tentunya mengapresiasi Kapolda Bali dan segenap jajaran atas kinerjanya. Bagaimana mereka mengawasi, serta menindak pelaporan-pelaporan yang ada rerlebih mengedepankan restorative justice sebagai jalan keluar penanganan kasus,” pungkasnya.

Menanggapi masukan tersebut, Kapolda Bali Ida Bagus Kade Putra Narendra juga sepakat dengan gagasan I Wayan Sudirta bahwa penanganan terhadap turis yang berulah harus dilakukan dengan hati-hati. Khususnya, mempertimbangkan dampaknya terhadap sektor pariwisata dan kelestarian budaya Bali.

“Kami akan bekerja sama, jika diperlukan lintas sektoral untuk menemukan solusi yang menghormati adat, budaya, dan kepentingan ekonomi masyarakat Bali,” ujar Ida Bagus.

Kunjungan kerja reses ini diharapkan dapat menjadi langkah awal menuju penanganan yang lebih baik terhadap turis nakal di Bali. Dengan pendekatan yang bijaksana dan kolaborasi lintas sektoral antara Kapolda Bali, institusi terkait, serta pemerintah daerah, diharapkan akan tercipta lingkungan pariwisata yang lebih aman, nyaman, dan berkelanjutan bagi wisatawan dan masyarakat setempat.

Baca Selengkapnya

BERITA

Peredaran Narkoba Beralih ke Ranah Daring, Johan Budi Minta Perkuat BNNP

Oleh

Fakta News
Peredaran Narkoba Beralih ke Ranah Daring, Johan Budi Minta Perkuat BNNP
Anggota Komisi III DPR Johan Budi saat bertukar cenderamata usai Rapat Kerja Tim Kunjungan Kerja Reses Komisi III DPR RI dengan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) di Denpasar, Bali, Kamis (02/05/2024). Foto: DPR RI

Denpasar Komisi III DPR RI mengungkapkan kekhawatirannya terhadap meningkatnya modus operandi peredaran narkoba yang beralih ke ranah daring (online) melalui platform media sosial dengan menggunakan modus kamuflase. Pernyataan ini disampaikan Anggota Komisi III DPR Johan Budi dalam Rapat Kerja Tim Kunjungan Kerja Reses Komisi III DPR RI dengan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) di Denpasar, Bali, Kamis (02/05/2024).

“Menarik sekali yang disampaikan BNN Provinsi Bali. Mereka menjelaskan adanya jual beli narkoba melalui online. Nah ini cukup mengagetkan buat saya, kok bisa narkoba ini diperjual belikan melalui online, hal ini terungkap ketika BNNP Bali menangkap tersangka di lapangan,” ungkapnya.

Dalam konteks ini, Johan Budi menekankan perlunya penguatan pada Badan Narkotika Nasional (BNN) untuk menghadapi perubahan modus operandi tersebut. Menurutnya, modus operandi peredaran narkoba akan selalu berubah-ubah. Untuk itu, perlu penguatan-penguatan kepada BNN agar lebih maksimal dalam memberantas peredaran narkoba ini. Selain itu, lanjutnya, kekurangan sumber daya manusia menjadi salah satu faktor, terutama di daerah, ada sebagian yang juga pegawainya atau penyidiknya cuma sedikit.

“Ini problem laten yang perlu segera diperbaiki. Saya sendiri ketika rapat dengan BNN di Komisi III mengusulkan, agar BNN ini diberi penguatan, termasuk penyediaan sumber daya manusia, infrastruktur yang ada di daerah, termasuk soal rehabilitasi,” pungkas Legislator Dapil Jatim VII ini.

Johan menambahkan, pusat rehabilitasi narkoba ini juga menjadi sangat penting dalam kaitannya dengan restorative justice bagi para pengguna narkoba. Pengguna narkoba, tambahnya, di beberapa negara itu dikategorikan sebagai korban, bukan pelaku, bukan tersangka, sehingga pusat rehabilitasi menjadi penting. Jadi yang sebetulnya tersangka itu seharusnya pengedar dan bandar.

“Menurut saya untuk pengguna narkoba dapat diselesaikan melalui restorative justice, dengan mendapatkan kesempatan untuk dilakukan rehabilitasi medis ataupun sosial, tanpa harus menunggu putusan dari pengadilan,” tutup Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini.

Johan berharap pertemuan Kunker Reses ini diharapkan dapat menjadi momentum bagi berbagai pihak, termasuk pemerintah dan lembaga terkait. Selain itu juga untuk mengimplementasikan strategi yang lebih efektif dalam mengatasi peredaran narkoba yang semakin canggih dan menyebar melalui platform digital. Langkah-langkah preventif dan represif yang terintegrasi diharapkan dapat mengurangi dampak negatif peredaran narkoba di masyarakat.

Baca Selengkapnya