Connect with us

Alotnya Menetapkan Konservasi di Laut Internasional

Tuna Sirip Biru yang perlu perlindungan di laut internasional(foto: New York Times)

Alotnya Menetapkan Konservasi di Laut Internasional
Lebih dari setengah samudera di dunia, tak ada satu negarapun yang mengklaim memilikinya. Sehingga, kekayaan yang ada di dalamnya mudah dijarah. Kini negara-negara di dunia untuk pertama kalinya, sepakat untuk melindungi sumber daya berharga dari laut lepas.
Setelah perundingan para diplomat di PBB berjalan dua tahun, seperti yang dilansir New York Times, Rabu (2/7/2017), akhir Juli 2017 lalu, mereka sepakat merekomendasikan untuk memulai negosiasi perjanjian menyangkut penetapan kawasan konservasi (perlindungan) laut di perairan di luar yurisdiksi nasional dari negara-negara yang bersepakat.
Dengan kesepakan tersebut, pada gilirannya mulailah persekongkolan diplomatik tingkat tinggi mengenai berapa banyak dan berapa luas wilayah laut lepas yang harus dilindungi serta bagaimana cara menegakkannya.
Dengan kata lain, menyepakati peraturan terkait perlindungan wilayah konservasi di laut lepas.
“Lautan di laut lepas menyimpan cadangan keanekaragaman hayati terbesar di planet ini,” kata Peter Thomson, duta besar Fiji dan presiden Majelis Umum PBB saat ini, dalam sebuah wawancara setelah perundingan tersebut. “Kami tidak dapat melanjutkan dengan cara yang tidak bertanggung jawab jika kita khawatir melindungi keanekaragaman hayati dan melindungi kehidupan laut,” imbuhnya.
Tanpa sistem internasional yang baru, lanjut Thomson, untuk mengatur semua aktivitas manusia di laut lepas, perairan internasional tersebut tetap menjadi “zona bajak laut.”
Dalam rangkaian pelanggaran hukum di laut lepas ini, pengamat hukum laut Ian Urbina mengungkapkan, bahwa kejahatan dan kekerasan di perairan internasional sering kali tidak dihukum.
Kesepakatan untuk menetapkan kawasan konservasi di laut lepas yang terkesan ambisius itu, cenderung bertabrakan. Hal itu, tampak dari tawar-menawar diplomatik yang keras. Beberapa negara menolak pembentukan badan internasional untuk mengatur laut lepas, dengan alasan bahwa organisasi dan peraturan negara yang ada sudah mencukupi.
Kepentingan komersial kenyataannya memang sangat kuat. Lihat saja, kapal Rusia dan Norwegia pergi ke laut lepas untuk memancing krill; Kapal Jepang dan Cina pergi ke sana untuk tuna. India dan China mengeksplorasi dasar laut di perairan internasional untuk mendapatkan mineral berharga. Banyak negara enggan mengadopsi peraturan baru yang akan membatasi mereka.
Jadi, negosiasi perlu menjawab pertanyaan kritis. Bagaimana kawasan konservasi laut dipilih? Berapa banyak samudera akan disisihkan sebagai tempat yang tak boleh diganggu kelestariannya? Akankah ekstraksi semua sumber daya laut dilarang dari cadangan tersebut – seperti yang disebut daerah tanpa mengambil – atau akankah sebagian aktivitas manusia diperbolehkan? Paling tidak, bagaimana perlindungan cadangan baru akan diberlakukan?
Pertentangan Keras
Atas pertanyaan tersebut, seperti Rusia, misalnya, keberatan menggunakan upaya konservasi “jangka panjang” dalam dokumen yang keluar dari perundingan terakhir pada bulan Juli, dan bukannya memilih tindakan terikat waktu. Maladewa, berbicara untuk negara-negara kepulauan, berpendapat bahwa negosiasi perjanjian baru sangat penting untuk melindungi keanekaragaman hayati.
Kemudian beberapa negara, terutama yang telah membuat kesepakatan dengan tetangganya tentang apa yang diizinkan di perairan internasional bersama mereka, ingin badan pengelolaan perikanan regional dapat memimpin dalam menentukan kawasan lindung laut di laut lepas. Yang lain mengatakan, bahwa tambal sulam badan regional, yang biasanya didominasi oleh negara-negara kuat, tidak mencukupi, karena mereka cenderung hanya menyetujui standar yang paling tidak ketat. Seperti misi Amerika Serikat untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, menolak berkomentar.
Terlepas dari perdebatan itu, negosiasi perjanjian baru akan dimulai pada awal tahun 2018. Majelis Umum PBB, yang terdiri dari 193 negara, pada akhirnya akan mengambil keputusan.
Sebuah petunjuk tentang diplomasi yang sulit, diperkirakan akan muncul saat negosiasi perjanjian tentang kawasan perlindungan laut di laut internasional itu nanti. Seperti ketika negara-negara yang termasuk dalam Komisi Konservasi Sumber Daya Air Laut Antartika, sebuah organisasi regional, menyetujui konsensus untuk menunjuk area seluas 600.000 mil persegi sebagai zona tanpa penangkapan ikan. Saat itu, butuh beberapa bulan untuk menekan Moskow, termasuk sebuah intervensi oleh John F. Kerry, yang kemudian menjadi sekretaris negara Amerika Serikat.
Diskusi seputar kawasan lindung laut di laut lepas, juga dapat menawarkan planet ini suatu cara untuk mencegah munculnya beberapa dampak pemanasan global. Ada bukti ilmiah yang berkembang, bahwa menciptakan tempat-tempat suci yang besar dan tidak terganggu dapat membantu ekosistem laut dan populasi pesisir untuk mengatasi dampak perubahan iklim, seperti kenaikan permukaan air laut, badai yang lebih kuat, pergeseran dalam distribusi spesies dan pengasaman laut.
Paling tidak, dengan menciptakan kawasan konservasi juga memungkinkan spesies rentan untuk bertelur dan bermigrasi, termasuk ke daerah di mana penangkapan ikan diperbolehkan.
M Riz

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Wacana Kenaikan Tarif KRL Ancam Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat Berpenghasilan Rendah

Oleh

Fakta News
Wacana Kenaikan Tarif KRL Ancam Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat Berpenghasilan Rendah
Anggota Komisi V DPR RI Toriq Hidayat. Foto: DPR RI

Jakarta – Wacana kenaikan tarif Commuter Line oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI) akan menempatkan masyarakat Jabodetabek pada tantangan baru yang mengancam kesejahteraan ekonomi mereka. Hal tersebut pun lantas menuai sorotan dari Anggota Komisi V DPR RI Toriq Hidayat.

“Kenaikan tarif KRL Jabodetabek akan memberikan dampak yang signifikan. Terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah (MBR). Kenaikan tarif bisa memperberat beban ekonomi mereka. Dan Ini juga dapat mengakibatkan kesenjangan sosial dan ekonomi yang lebih besar,” ujar Toriq dalam siaran pers yang diterima Parlementaria, Senin (29/4/2024).

Politisi Fraksi PKS tersebut menegaskan bahwa kenaikan tarif tidak sejalan dengan kondisi ekonomi masyarakat, terutama masa pasca pandemi dan ketidakpastian ekonomi yang menyertainya. Dalam beberapa bulan terakhir, harga-harga bahan pokok terus melonjak secara dramatis.

“Kami tahu betul paska pandemi masyarakat terpaksa mengalokasikan sebagian besar pendapatan mereka hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar. Kenaikan tarif hanya akan menambah beban ekonomi mereka. Terutama mereka yang bergantung pada angkutan publik ini setiap hari,” tandasnya.

Terkait hal itu, Toriq menegaskan akan berupaya keras menyerukan kepada Kementerian Perhubungan selaku regulator agar mendengarkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Serta, kemudian meninjau kembali rencana kenaikan tarif ini dan mencari solusi yang lebih adil dan berkelanjutan.

“Kami akan terus memantau perkembangan situasi ini. Dan memastikan bahwa keputusan terkait tarif transportasi publik nantinya harus ada partisipasi aktif dari publik dan memperhitungkan kepentingan dan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh” tutup Toriq.

Sebagaimana diketahui, PT KAI Commuter (KCI) telah mengusulkan kenaikan tarif KRL Jabodetabek yang belum berubah sejak 2016. Saat ini usulan tersebut masih dibahas Pemerintah. Direktur Operasi dan Pemasaran KCI Broer Rizal mengatakan, pihaknya masih menunggu keputusan Pemerintah untuk menaikkan tarif KRL Jabodetabek.

Pasalnya, ketentuan tarif KRL Jabodetabek merupakan kewenangan Kemenhub selaku regulator. “Itu kebijakan dari Pemerintah ya. Kalau kami hanya eksekutor untuk melaksanakan apa yang menjadi keputusan Pemerintah. Usulan dan pembahasannya sudah dilakukan di Kemenhub,” ujarnya saat konferensi pers Angkutan Lebaran 2024 di Jakarta, Selasa lalu (24/4).

Baca Selengkapnya

BERITA

Sukamta: Kota Yogya Perlu Siapkan Peta Jalan Penanganan Sampah Jangka Panjang

Oleh

Fakta News
Sukamta: Kota Yogya Perlu Siapkan Peta Jalan Penanganan Sampah Jangka Panjang
Anggota DPR RI Sukamta. Foto: DPR RI

Jakarta – Anggota DPR RI dari Dapil Provinsi DIY Sukamta menilai Kota Yogyakarta perlu menyiapkan peta jalan (roadmap) untuk penanganan sampah jangka panjang yang menyangkut peningkatkan kasadaran masyarakat. Edukasi secara terus menerus harus dilakukan baik di sekolah, rumah tangga, dan masyarakat.

Tak hanya itu peraturan yang kuat untuk pengurangan sampah juga sangat dibutuhkan. Sukamta mencontohkan perlunya kebijakan kantong plastik berbayar atau larangan penggunaaan kantong belanja plastik sekali pakai. Adapun jangka pendeknya saat ini bisa dengan optimalisasi penampungan di TPST Piyungan.

“Kalau saya dengar, TPST ini kalau ada alat dan SDM yang memamadai masih bisa dimanfaatkan secara optimal untuk sementara waktu hingga 200-300 ton per hari. Pemkot bisa komunikasikan hal ini dengan Pemda DIY. Rencana optimalisasi 3 TPS 3R di Nitikan, Karangmiri dan Kranon bisa segera direalisasi, meski daya tampung 3 TPS ini masih terbatas,” kata Sukamta sebagaimana keterangan kepada media, di Jakarta, Kamis (25/4/2024).

Di sisi lain, Politisi Fraksi PKS ini, menilai di level provinsi, di area perkotaan saat ini masih sering ditemukan sampah di jalan maupun tempat penampungan yang penuh. Menurutnya, Pemerintah perlu memberikan honor kepada para petugas pengambil sampah sebagai salah satu upaya mencegah buang sampah sembarangan.

“Menurut kami perlu ada stimulan atau honor untuk para petugas pengambil sampah rumah tangga, di level RT, RW dan kampung. Ini supaya masyarakat tidak buang sembarangan,” kata Anggota Komisi I DPR RI tersebut.

Sukamta meyakini dengan adanya dana stimulan atau honor tersebut maka para petugas pengambil sampah akan menjalankan tugasnya dengan baik khususnya pengambilan sampah dengan sistem terpilah. “Selama ini warga sudah diminta memilah, akan tetapi (saat) di  (tempat) pembuangan dicampur lagi. Ini perlu jadi perhatian, sehingga perlu ada petugas khusus memilah,” ujarnya.

Sukamta menegaskan dirinya banyak mendapatkan aspirasi dari masyarakat terkait penanganan sampah di Jogja. Hal ini kembali mencuat setelah rencana penutupan TPST secara permanen, sehingga banyak ditemukan sampah di pinggir jalan, salah satunya di perbatasan antara Kota Jogja dengan Bantul atau sebelah utara Gembira Loka.

Baca Selengkapnya

BERITA

Pemerintah Perlu Lakukan Dialog Multilateral Redam Konflik di Timur Tengah

Oleh

Fakta News
Pemerintah Perlu Lakukan Dialog Multilateral Redam Konflik di Timur Tengah
Anggota Komisi I DPR RI Helmy Faishal Zaini. Foto: DPR RI

Jakarta – Anggota Komisi I DPR RI Helmy Faishal Zaini meminta pemerintah melakukan upaya untuk meredam konflik yang ada di Timur Tengah, salah satu caranya melalui jalur diplomasi.

“Pemerintah perlu mengambil pendekatan diplomasi yang kuat dengan mempromosikan perdamaian dan menekankan pentingnya dialog multilateral,” kata Anggota Komisi I DPR RI Helmy Faishal Zaini dalam keterangan kepada media, di Jakarta, Sabtu (27/4/2024).

Menurut Helmy, konflik tersebut harus diredam lantaran dampaknya sangat berpengaruh ke Indonesia, salah satunya dari segi perekonomian. “Stabilitas perekonomian Indonesia bisa terganggu lantaran terjadi fluktuasi harga minyak dan gangguan dari segi perdagangan,” ujar Politisi Fraksi PKB ini.

Jika kondisi ini dibiarkan, dia meyakini masyarakat akan merasakan dampak langsung lantaran tercekik harga kebutuhan pokok yang melambung. “Dengan memperkuat kerja sama internasional, meningkatkan keamanan domestik, dan memperkuat resiliensi ekonomi, Indonesia dapat mengurangi dampak negatif dari konflik di Timur Tengah,” kata Helmy.

Senada, Anggota Komisi I DPR RI Muhamad Farhan menjelaskan dampak dari konflik di Timur Tengah yang harus diwaspadai Indonesia.

Beberapa di antaranya terhambatnya impor minyak mentah dan bahan pangan dasar seperti beras, kedelai, dan gandum, jika perairan Teluk Persia, Hormuz dan Suez terganggu akibat dampak konflik itu. “Sebab akan mempengaruhi arus masuk kebutuhan pokok, akibatnya harga akan naik dan inflasi tinggi,” kata Farhan.

Maka dari itu, kata dia, Indonesia juga perlu melakukan antisipasi dengan mengeluarkan kebijakan ekonomi guna menghindari harga pangan yang tinggi.

Di tengah agresi Israel ke Jalur Gaza yang terus berlangsung sejak 7 Oktober 2023, kata Farhan, kawasan Timur Tengah semakin memanas akibat eskalasi perseteruan antara Iran dan Israel.

Permusuhan terbaru antara kedua musuh bebuyutan tersebut dipicu serangan Israel terhadap Konsulat Iran di Damaskus, Suriah pada 1 April lalu.

Iran menuding Israel bertanggung jawab atas serangan fatal terhadap fasilitas diplomatiknya yang menewaskan sedikitnya tujuh anggota Korps Garda Revolusi Islam Iran, termasuk dua jenderal penting.

Iran kemudian melancarkan serangan balasan dengan menembakkan puluhan rudal balistik dan ratusan pesawat nirawak ke Israel pada 13 April. Israel mengklaim serangan itu berhasil digagalkan dan hanya menyebabkan kerusakan ringan pada sebuah pangkalan militernya.

Baca Selengkapnya