Connect with us
DPR RI

Rayakan Hari Kasih Sayang di TPS, Pemuda Kota Solo Sampaikan Harapan Pemilu 2024

Rayakan Hari Kasih Sayang di TPS, Pemuda Kota Solo Sampaikan Harapan Pemilu 2024
Salah satu pemuda saat memasukkan surat suara yang telah dipilih pada Pemilu 2024 di TPS yang berlokasi di SD Muhammadiyah 16, Laweyan, Kota Solo. Foto: DPR RI

Jakarta – Seluruh kota-kota di Indonesia saat ini siap serentak merayakan hari kasih sayang di tempat pemungutan surat suara (TPS). Pun, pemilih muda di Kota Solo, termasuk Gen Z dan milenial, tidak luput mewarnai momen krusial ini. Bagi mereka, memilih golput dan menjadi apatis bukan pilihan di hari ‘Kasih Suara’.

Kota Solo kini dikenal menjadi salah satu kota yang penduduknya didominasi oleh kaum muda. Berdasarkan laporan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Solo, ada sekitar lebih dari 40 persen pemilih muda dari total 439.009 orang yang ditetapkan dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).

Masing-masing dari mereka tersebar di 1.773 TPS. Terpantau, sebagian dari mereka menyadari bahwa setiap satu coblos yang ditorehkan di dalam surat suara mewakili harapan dan impian masa depan bangsa Indonesia. Tidak heran jika TPS banyak disambangi oleh pemuda-pemudi.

Satu di antaranya adalah La’salina Zerlindah Mufarihana (20). Dirinya mengungkapkan Pemilu 2024 menjadi pengalaman pertama banginya untuk memilih para calon pemimpin eksekutif dan legislatif. Walaupun antusias nan bingung, ia konsisten untuk memutuskan datang ke TPS di pagi hari.

“(Aku) ke TPS karena enggak mau golput. Kalau golput, nanti takut surat suaranya disalahgunakan. Sebisa mungkin untuk memilih toh ini demi kebaikan negara dan bangsa kita juga,” ucap Zerlindah kepada Parlementaria usai mencoblos surat suara di Laweyan, Kota Solo, Jawa Tengah, Rabu (14/2/2024).

Ia pun bercerita kondisi TPS, di mana ia memilih, tergelar dengan tenang dan damai. Masing-masing petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dan Panitia Pengawas (Panwas), ungkapnya, menjalankan tugas sebaik-baiknya. Baginya, pengalaman pertama memilih calon pemimpin bangsa bukan momok yang menakutkan.

Walaupun begitu, Zerlindah menyayangkan sosialiasi dari KPU dan Bawaslu kurang maksimal dilakukan sehingga ia kerap kebingungan menyiapkan diri untuk Pemilu 2024. Tidak kehabisan akal, dirinya mengalokasikan waktu untuk mencari tahu lebih banyak informasi soal Pemilu 2024 dari lingkaran pertemanan beserta konten digital yang berasal dari akun influencer TikTok dan instagram.

Ia menegaskan bahwa pemilih muda itu bukan pemilih yang bodoh. “Sekarang banyak salah pengunaan kekuasaan ya. Banyak suara anak muda ga didengar sama pemerintah. Padahal kita berusaha menyuarakan (apa yang terjadi di sekitar),” pungkasnya.

Tidak berhenti menjadi pemilih, Parlementaria juga bertemu dengan sejumlah pemuda yang ikut andil dalam Pemilu 2024 sebagai petugas. Satria Adhi (24) berpartisipasi sebagai petugas KPPS yang melayani 270 pemilih di TPS yang berlokasi di SD Muhammadiyah 16, Laweyan, Kota Solo.

“Saya termotivasi karena mencari pengalaman. Saya (juga) masih muda dan saya juga ingin membantu masyarakat supaya pemilu ini berjalan dengan baik,” tuturnya kepada Parlementaria di sela-sela waktu tugas.

Pengalaman menjadi petugas KPPS membuatnya terkoneksi dengan berbagai elemen masyarakat dari berbagai latar belakang dan usia. Ia menilai pengalaman ini membuat lebih paham bagaimana dirinya harus menempatkan diri dan berkontribusi nyata.

Di sisi lain, dirinya pun memahami terkadang teknologi tidak selalu ramah untuk publik. Sebagai contoh, implementasi dari Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) yang dinilai memperlambat kerja petugas karena kendala jaringan dan server. Tidak hanya itu saja, waktu untuk bimtek, uji coba, dan sosialiasi yang terlalu mepet sehingga para petugas menjadi kelimpungan.

“Saya berharap aplikasi pemilu ini dibenahi. Repot juga petugas kalau sistemnya gagal terus. Ke depannya, sosialisasi pemilu juga diperluas karena ini masih ada yang dari mulut ke mulut saja, masih ada orang yang belum tahu (untuk mempersiapkan pemilu),” tandas Satria.

Pada kesempatan yang sama, pemuda juga bisa berkontribusi aktif dalam Pemilu 2024 sebagai Panitia Pengawas (Panwas). Di antaranya Adik Wulandari (28) yang bertugas mengawasi proses tahapan pemilu di Laweyan, Kota Solo.

Dirinya menyakini pemuda bisa secara aktif melibatkan diri sebagai Panwas untuk memastikan pemilu berjalan dengan langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (luber dan jurdil). Tanpa dukungan pemuda, ucapnya, akan terputus regenerasi bangsa khususnya dalam konteks kepemiluan.

“Keterlibatan pemuda itu penting. Yang sepuh bisa berbagi pengetahuan dan pengalaman, yang muda bisa belajar dari mereka jadi wawasannya luas. Perlu ada keseimbangan,” tutup Adik.

Suara rakyat adalah suara Tuhan (Vox PopuliVox Dei). Sebuah peribahasa latin yang kerap disandingkan dalam konteks pemilu. Di mana, Tuhan menitipkan suara-Nya lewat tangan rakyat yang penuh dengan keberagaman latar belakang. Pemuda, termasuk Gen Z dan milenial, adalah bagian perpanjangan tangan. Melihat antusiasme mereka, maka bangsa dinilai perlu hadir memberi ruang untuk mereka menyampaikan aspirasi pada Pemilu 2024.

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Fikri Faqih Minta Pemerintah Perketat Pengawasan Tur Belajar

Oleh

Fakta News
Fikri Faqih Minta Pemerintah Perketat Pengawasan Tur Belajar
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih. Foto: DPR RI

Jakarta – Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih meminta pemerintah memperketat pengawasan terhadap kegiatan study tour (tur belajar) yang sudah menjadi kegiatan ‘wajib’ di sekolah-sekolah. Hal tersebut Fikri sampaikan menyusul tragedi kecelakaan bus yang membawa siswa SMK Lingga Kencana Kota Depok saat melakukan study tour ke Ciater, Subang, Jawa Barat, baru-baru ini.

“Perlu dievaluasi menyeluruh mengenai tujuan, manfaat, dan kelayakan program yang sudah menjadi agenda tahunan di sekolah tersebut,” kata Fikri dalam rilis yang diterima Parlementaria, di Jakarta, Rabu (15/5/2024).

Lebih lanjut, ia menyampaikan belasungkawa kepada para keluarga korban tragedi kecelakaan tersebut. Maka dari itu, dirinya mendesak pihak yang bertanggung jawab dihukum sesuai dengan perundangan yang berlaku. Ia pun meminta pemerintah pusat dan daerah untuk mengevaluasi kegiatan study tour agar lebih terarah dan sesuai dengan asas, tujuan, dan kemanfaatan dalam Pendidikan para siswa.

“Misalnya perjalanan tur ke museum, pusat konservasi alam, atau instansi yang memberi edukasi dalam bidang-bidang tertentu,” imbuh Politisi Fraksi PKS ini.

Selain itu, kegiatan study tour yang bertujuan ke lokasi yang jauh, bahkan lintas provinsi dan lintas pulau sebaiknya ditinjau ulang. “Kegiatan ini tentu berbiaya besar dan bisa memberatkan bagi orangtua/wali siswa, kemudian ada faktor kelayakan dan keamanan yang harus dipenuhi dalam perjalanan tur jarak jauh tersebut,” urai Mantan Kepala Sekolah di suatu SMK di daerah Tegal tersebut.

Kegiatan study tour yang dilakukan di dalam kota juga dapat menjadi opsi yang terbaik, selain lebih murah dan lebih singkat waktu tempuhnya. “Tentu disesuaikan dengan tujuan dan manfaat yang mau diambil, karena kemungkinan besar masih banyak potensi di sekitar kota atau kabupaten sesuai domisili sekolah yang dapat menambah wawasan bagi siswa,” tambah dia.

Dengan begitu, sebenarnya kegiatan study tour dalam kota  juga dapat membantu meningkatkan perekonomian UMKM di wilayah asal/ domisili sekolah tersebut. “Wawasan siswa juga tetap diperkaya melalui pengenalan potensi alam, ekonomi, sosial dan budaya di daerahnya sendiri,” tutupnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

Tak Hanya Kriteria Fisik, Penerapan KRIS Harus Pastikan Ketersediaan Tenaga Kesehatan dan Obat

Oleh

Fakta News
Tak Hanya Kriteria Fisik, Penerapan KRIS Harus Pastikan Ketersediaan Tenaga Kesehatan dan Obat
Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani. Foto: DPR RI

Jakarta – Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani menyatakan perlu ada kajian lebih lanjut pasca dihapuskannya kelas BPJS Kesehatan menjadi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) yang diwajibkan terhadap rumah sakit. Sebab, menurutnya, perubahan sistem tersebut, pasti akan memunculkan beberapa konsekuensi dari masyarakat yang menjadi peserta BPJS Kesehatan. Konsekuensi tersebut tidak hanya terkait keharusan memenuhi kriteria fisik, melainkan juga harus memastikan adanya ketersediaan tenaga kesehatan dan juga obat-obatan yang terstandardisasi.

“Banyak rumah sakit yang tidak siap untuk mengimplementasikan Kelas Rawat Inap Standar. Kenapa? Karena memang kalau kita bicara tentang kemampuan rumah sakit, (maka juga terkait) cash flow rumah sakit untuk membuat penyesuaian. Jadi kita minta untuk dilakukan kajian, kenapa? karena ketika kelas rawat inap standar ini diterapkan, diimplementasikan sudah pasti akan terjadi beberapa fenomena ya,” ujar Netty kepada Parlementaria di Gedung Nusantara II, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (15/5/2024).

Diketahui, penghapusan Kelas BPJS Kesehatan menjadi KRIS tersebut merupakan amanat UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). UU tersebut lalu diturunkan dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.  Salah satunya yakni mengatur penerapan fasilitas ruang perawatan rumah sakit dengan 12 kriteria. Namun implementasinya selalu diundur oleh Pemerintah karena banyak rumah sakit yang tidak siap.

Konsekuensi yang akan terjadi di antaranya yakni adanya gejolak di antara peserta BPJS Kesehatan. Adanya KRIS ini bisa diartikan akan tidak adanya perbedaan antara kelas satu, dua dan tiga karena setiap kelas akan mendapatkan layanan yang sama dengan kamar yang sama. Untuk itu perlu pengkajian, baik mengenai Premi BPJS, Imigrasi Peserta, dan Insentif untuk rumah sakit swasta.

“Jika semua peserta akan mendapatkan layanan yang sama, berarti kan kita harus mulai menghitung atau melibatkan aktuaria untuk menghitung paket INA-CBG. Apakah betul jarum suntiknya, obatnya, alat infusnya itu sama? kalau kemudian semuanya mendapatkan layanan yang sama. Nah ini saya minta kemarin supaya dilakukan kajian apakah Premi BPJS nya masih seperti itu?,” ujarnya.

Imigrasi peserta juga dikhawatirkan akan terjadi, karena pasti banyak peserta yang menganggap tidak adanya perbedaan pelayanan yang didapatkan antara kelas satu, dua dan tiga sehingga semua akan memilih kelas yang rendah saja. “Karena (masyarakat) pasti berpikirnya sama-sama? (Ibaratnya) kok Tuan dengan Pekerja, (bayar preminya) sama. Atasan dengan bawahan (bayar preminya) sekarang  sama gitu, bisa di ruangan yang sama, itu analoginya yang paling mudah,” jelas Politisi Fraksi PKS itu.

Kemudian insentif untuk rumah sakit swasta juga perlu dipikirkan, karena dengan adanya KRIS ini membuat rumah sakit swasta juga perlu melakukan penyesuaian. “Karena kan enggak ada anggaran dari pemerintah untuk rumah sakit swasta, berbeda dengan rumah sakit pemerintah. Ya pastinya mereka mendapatkan anggaran untuk bisa melakukan penyesuaian ruangan, tirai, kamar mandi dan seterusnya,” tambahnya

Namun, menurut Legislator dapil Jawa Barat VIII itu, catatan penting dalam penerapan KRIS ini bukan hanya soal kriteria fisik mengenai fasilitas pelayanan ruang inap saja, yang terpenting juga ketersediaan tenaga kesehatan dan obat bagi para pasien.

“Jadi jangan cuma kemudian kita merasa sudah memberikan layanan terbaik ketika kita bicara fisik, padahal kemudian ada dokter yang tidak datang pada jam prakteknya atau ketika pasien masih banyak dokter sudah pulang atau obat-obatan sebagiannya masih cost sharing, harus ambil dari kocek pasien. Nah hal seperti ini menurut saya perlu dibenahi. Kenapa? karena bagaimanapun ketika kita bicara kesehatan, yang sakit tidak bisa menunggu, yang miskin tidak dapat diabaikan,” tegasnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

Forum WWF 2024 Diharapkan Turunkan Konflik Air di Seluruh Dunia

Oleh

Fakta News
Forum WWF 2024 Diharapkan Turunkan Konflik Air di Seluruh Dunia
Wakil Ketua BKSAP Putu Supadma Rudana, saat mengikuti rapat bersama Ms. Yoon Jin selaku Director of 10th World Water Forum di Ruang Delegasi Nusantara III, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (7/5/2024). Foto: DPR RI

Jakarta – Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Putu Supadma Rudana mengatakan, melalui WWF 2024 diharapkan akan melahirkan komitmen bersama terkait air yang disepakati oleh seluruh Parlemen yang ada. Hal ini disampaikan dalam rangka World Water Forum (WWF) 2024 yang akan diselenggarakan di Bali pada 18-25 Mei 2024 mendatang.

“Yang pertama kan jelas untuk meng-evaluasi SDGs Nomor 6 tentang Air dan Sanitasi. Yang kedua bagaimana perspektif ini masa lalu ini harus dihadirkan. Contoh di Bali, karena saya orang Bali, ada Tri Hita Karana hubungan harmoni antara alam manusia dan Sang Pencipta. Yang kedua bagaimana di Bali, air yang disebut tirta selalu dimuliakan ada tempat sucinya, ada bagaimana kita melakukan penyucian dengan air juga, ada bagaimana air ini juga sangat dihormati, dihargai,” kata Putu usai rapat di ruang delgasi, Gedung Parlemen, Jakarta, Rabu (15/5/2024).

Putu menilai pengelolaan air yang benar dapat menurunkan potensi terjadi konflik. Menurutnya, sudah banyak negara yang mengalami konflik karena air contohnya di Sungai Nil. Sementara itu telah terjadi perselisihan selama 10 tahun antara Mesir dan Ethiopia mengenai pasokan air di Sungai Nil. Kedua pihak mencari solusi internasional, namun perundingan yang dipimpin oleh Departemen Luar Negeri AS – dan diikuti oleh Uni Eropa dan PBB – hanya menghasilkan sedikit kesepakatan setelah empat tahun.

“Nah tentu kita harus merawat menata air bagaimana kita juga jangan sampai air ini menimbulkan konflik. Karena banyak negara sudah mulai ada konflik terhadap air di Sungai Nil, jadi Afrika ini sudah menjadi konflik. Nah tentu karena belum menuju potensi itu tentu kita harus mengelola bersama. Kita cari komitmen bersama agar akses terhadap air ini khususnya air bersih bisa diterima oleh masyarakat. Jadi artinya bisa diterima langsung dan masyarakat mendapat kesejahteraan jangan ada beban biaya yang tinggi untuk akses terhadap air,” ungkapnya.

“Nah tentu forum ini sangat monumental sehingga kita berpikir awal sudah baik kita tentu harus sukseskan ke depan. Dan forum ini juga kita memiliki komitmen bagaimana menggerakkan aksi parlemen untuk peduli terhadap air dan pada akhirnya memberikan kesejahteraan kepada masyarakat,” tambahnya. Dengan tema WWF kali ini, “Mobilizing Parliamentary Action on Water For Shared Prosperity”, Putu menjelaskan Parlemen di WWF ingin mengeluarkan sebuah dokumen antara komitmen bersama maupun deklarasi.

Baca Selengkapnya