Connect with us
DPR RI

My Esti Harap Bansos Bagi Masyarakat Miskin Tak Sekadar Memberikan ‘Ikan’

My Esti Harap Bansos Bagi Masyarakat Miskin Tak Sekadar Memberikan ‘Ikan’
Anggota Komisi VIII DPR RI, My Esti Wijayanti dalam pertemuan Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VIII DPR RI ke Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Kulon Progo pada Selasa (28/11/2023). Foto: DPR RI

Jakarta – Anggota Komisi VIII DPR RI, My Esti Wijayanti dengan gamblang meminta pemerintah agar tak sekadar memberikan bantuan sosial (Bansos) kepada masyarakat miskin, tapi juga melakukan upaya untuk mendongkrak perekonomian mereka. Ia pun mengibaratkan alih-alih sekadar memberikan ‘ikan’ pemerintah sebaiknya juga memberikan kail bagi masyarakat agar nantinya bisa mandiri memenuhi kebutuhannya.

“Kemiskinan ekstrem itu nanti kan kita akan pilah, sehingga yang masih bisa didampingi untuk produktif tidak hanya mendapatkan bantuan PKH ataupun BPNT tetapi ada dukungan untuk usaha. Karena target pemerintah pusat memang ekonomi ekstrem ini beberapa tahun ke depan harus nol sehingga yang di bawah ini yang harus kita berikan bantuan, tentu tidak boleh hanya memberikan ikannya saja tetapi juga kailnya,” ujar My Esti di Kulon Progo, DIY pada Selasa (28/11/2023).

“Karena target pemerintah pusat memang ekonomi ekstrem ini beberapa tahun ke depan harus nol sehingga yang di bawah ini yang harus kita berikan bantuan,”.

Komisi VIII melakukan kunjungan Kerja Spesifik ke Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Kulon Progo pada Selasa (28/11/2023) dalam rangka menjalankan fungsi pengawasan dewan. Legislator Dapil Daerah istimewa  Yogyakarta ini menyampaikan bahwa masih terdapat angka kemiskinan ekstrim dan tingkat kemiskinan yang cukup tinggi di wilayah tersebut.

“Hari ini secara khusus ke Kulon Progo, dari data yang kami miliki memang  ada beberapa wilayah yang masih membutuhkan perhatian secara penuh kalau kita bicara keinginan untuk mengentaskan kemiskinan melalui program-program Kementerian Sosial dan sekaligus kita ingin mengetahui penyaluran-penyaluran bantuan yang selama ini dilakukan oleh kemensos dan juga pendampingan yang dilakukan para pendamping PKH,” tutur My Esti.

Lebih lanjut My Esti menjelaskan bahwa pengawasan dilakukan agar program-program yang disusun di tingkap pusat dapat betul-betul mampu menyelesaikan permasalahan ekonomi dan sosial di tengah masyarakat. Bantuan-bantuan yang diberikan diharap bisa menuntun mereka yang berada di ekonomi bawah bisa graduasi dan mendapatkan penghasilan yang diharapkan.

“Dan juga keinginan kami secara lebih besar supaya persoalan kemiskinan di Kulon Progo bisa segera terurai dengan kita fokus di titik-titik tertentu. Mana yang kemudian harus kita berikan dukungan supaya titik-titik itu bisa terbebas atau mengurangi kemiskinan”, lanjutnya.

Politisi Fraksi PDI-Perjuangan juga mengingatkan agar Pemerintah tetap memantau mereka yang mau merintis usaha melalui bantuan dari program Pahlawan Ekonomi Nusantara (PENA). Ia berharap bantuan PHK bagi penerima PENA tak alih-alih dihentikan tetapi terlebih dahulu dilakukan evaluasi.

“Ada yang protes, PENA yang lima juta itu diberikan kadang PKH nya hilang, ini yang kita tidak mau. Berikan dulu PENA, kemudian lihat dulu apakah pendapatannya sudah meningkat? Dan meningkatnya sudah mencukupi nggak untuk kebutuhan sehari-hari?,” kata Anggota Badan Anggaran ini seraya menyampaikan aspirasi yang diterimanya.

Dalam Kesempatan tersebut, Anggota Komisi VIII DPR RI bersama Kementerian Sosial RI juga menyerahkan bantuan secara simbolis kepada Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Kulon Progo untuk disalurkan kepada masyarakat di sana. Bantuan senilai Rp217.987.091.655 itu terdiri dari Bantuan Program Sembako. Bantuan Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI) dan Bantuan Program Pahlawan Ekonomi Nusantara.

Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah terus berupaya untuk memitigasi kondisi kemiskinan dan kemiskinan ekstrem yang ada di Kulon Progo. Berbagai program digelontorkan sehingga Kulon Progo berhasil mengurangi angka kemiskinan dari tahun ke tahun meski masih menyisakan berbagai pekerjaan rumah.

Dilansir dari paparan Sekretaris Daerah Kabupaten Kulon Progo, dijelaskan bahwa kemiskinan di wilayah tersebut masih berada pada kisaran 16,39% jauh di atas rata-rata nasional dan kemiskinan ekstrem menembus lebih dari 14 ribu jiwa atau 3,31%.

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Target APK Pendidikan Tinggi Tidak Mungkin Tercapai Jika Biaya Kuliah Mahal

Oleh

Fakta News
Target APK Pendidikan Tinggi Tidak Mungkin Tercapai Jika Biaya Kuliah Mahal
Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah saat kunjungan kerja reses di Kota Medan, Sumatera Utara, Senin (06/05/2024). Foto : DPR RI

Medan – Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap mahalnya biaya pendidikan tinggi di perguruan tinggi negeri. Menurutnya, dengan mahalnya biaya pendidikan tinggi itu dapat menghambat pencapaian target pemerintah dalam meningkatkan Angka Partisipasi Kasar (APK) perguruan tinggi. Menurut data tahun 2023, APK untuk laki-laki hanya 29,12 persen dan untuk perempuan 33,87 persen, angka yang jauh dari target yang diharapkan.

Konsekuensinya, tambah Ledia, dengan biaya pendidikan yang sangat mahal  itu banyak calon mahasiswa yang terhambat untuk melanjutkan pendidikan. “Dengan mahalnya perguruan tinggi negeri ini, bagaimana mungkin kita bisa mencapai target APK yang lebih baik jika banyak anak-anak kita yang tidak mampu melanjutkan pendidikan karena biaya?” ujar Ledia kepada Parlementaria, di Kota Medan, Sumatera Utara, Senin (06/05/2024).

Diketahui, Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi (PT) adalah perbandingan antara jumlah penduduk yang masih bersekolah di jenjang pendidikan Perguruan Tinggi (PT) (tanpa memandang usia penduduk tersebut) dengan jumlah penduduk yang memenuhi syarat resmi penduduk usia sekolah di jenjang pendidikan Perguruan Tinggi (PT) (umur 19- 23 tahun).

Ledia pun mengkritik sistem Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang berlaku di banyak perguruan tinggi, yang menurutnya masih memberatkan bagi sebagian besar calon mahasiswa. “Ada perguruan tinggi dengan sistem UKT yang sangat tinggi, dan ada pula yang menengah namun tetap mahal, belum lagi adanya uang pangkal yang harus dibayar di awal,” ujar politisi Alumni Master Psikologi Terapan dari Universitas Indonesia ini.

Ledia juga menyoroti perlunya sebuah sistem pendidikan tinggi yang lebih pro kepada masyarakat, terutama bagi warga negara Indonesia yang memiliki kemampuan akademis namun ada keterbatasan ekonomi. “Kita perlu membuat sistem yang lebih baik, yang lebih mendukung anak-anak kita untuk bisa kuliah tanpa dibebani biaya yang tidak mampu mereka tanggung,” ujar Politisi Fraksi PKS ini.

Lebih lanjut, Ledia menegaskan bahwa pendidikan tinggi harus diakses oleh semua lapisan masyarakat. “Kita membuat kampus itu mandiri, namun bukan berarti kita bisa mengabaikan warga negara Indonesia, terutama anak-anak muda kita yang sebenarnya punya kemampuan dalam akademisnya tapi tidak dalam ekonominya,” ujarnya.

Kebijakan saat ini, menurut Ledia, harus segera dibahas dan diperbaiki, dengan keterlibatan langsung dari kampus-kampus dan pemerintah untuk mencari solusi yang efektif. “Perlu ada diskusi serius antara pemerintah dengan perguruan tinggi untuk menata ulang sistem pendanaan pendidikan tinggi di negara kita,” tutur Ledia.

Dalam mencari solusi, Ledia juga menyarankan agar perguruan tinggi negeri bisa terhubung lebih baik dengan program beasiswa dan bantuan finansial lainnya yang bisa membantu meringankan beban mahasiswa. “Harus ada lebih banyak opsi beasiswa dan bantuan finansial yang dapat diakses oleh mahasiswa yang membutuhkan,” ucap Ledia.

Ledia berharap bahwa dengan perbaikan sistem yang lebih inklusif dan mendukung, Indonesia bisa mencapai tujuan menjadi negara dengan sumber daya manusia yang unggul pada 2045. “Ini semua tentang membangun fondasi yang kuat untuk pendidikan tinggi di Indonesia, memastikan semua anak berhak dan mampu mendapatkan pendidikan yang layak,” pungkasnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

Geramnya Komisi II terhadap Biaya PBB yang Membengkak Akibat Sertifikat Tanah

Oleh

Fakta News
Geramnya Komisi II terhadap Biaya PBB yang Membengkak Akibat Sertifikat Tanah
Anggota Komisi II DPR RI Rosiyati MH Thamrin saat Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi II ke Maros, Sulawesi Selatan, Senin (06/05/2024). Foto : DPR RI

Maros – Anggota Komisi II DPR RI Rosiyati MH Thamrin mengecam kebijakan terkait sertifikat tanah yang merugikan masyarakat. Dalam pernyataannya, ia menyampaikan keprihatinannya terhadap biaya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang melonjak drastis setelah penerbitan sertifikat tanah.

“Sangat disayangkan melihat betapa besarnya biaya PBB yang harus ditanggung masyarakat setelah memiliki sertifikat tanah. Hal ini menjadi hambatan besar bagi petani dan pengguna lahan lainnya untuk mendaftarkan tanah mereka,” ujar Rosiyati MH Thamrin saat Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi II ke Maros, Sulawesi Selatan, Senin (06/05/2024).

Menurutnya, masyarakat enggan membuat sertifikat tanah karena adanya komponen biaya PBB yang meningkat secara signifikan setelah kepemilikan tanah tersebut bersertifikat. Hal ini berdampak negatif terutama bagi para petani dan pengguna lahan lainnya yang mayoritas hidup dengan penghasilan terbatas.

Rosiayati pun menyerukan pentingnya koordinasi antara pemerintah daerah dan Dinas Pajak untuk meninjau ulang kebijakan terkait tarif PBB. “Saya berharap agar Dinas Pajak dapat mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat yang terdampak dan menyesuaikan tarif PBB dengan lebih adil,” tambahnya.

Kemudian, Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu juga menegaskan bahwa pembenahan terhadap kebijakan tersebut penting dilakukan agar masyarakat merasa lebih terbantu dan terjamin hak-haknya atas tanah yang mereka miliki.

“Pemerintah harus fokus pada upaya mempermudah akses masyarakat terhadap kepemilikan tanah dengan biaya yang terjangkau, sehingga tidak menghambat pembangunan dan kesejahteraan masyarakat,” tutupnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

PON XXI Sebentar Lagi, Pembangunan Venue Ternyata Belum Tuntas!

Oleh

Fakta News
PON XXI Sebentar Lagi, Pembangunan Venue Ternyata Belum Tuntas!
Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah saat mengikuti Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi X DPR RI, di Kota Medan Sumatera Utara, Senin (06/05/2024). Foto: DPR RI

Medan – Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah mengungkapkan, kekhawatirannya terkait kesiapan pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI yang dijadwalkan pada September 2024 di Aceh dan Sumatera Utara. Ledia menyatakan bahwa meskipun pemerintah daerah telah berkomitmen dengan mengalokasikan dana besar, masih terdapat kekurangan yang perlu ditangani oleh pemerintah pusat.

“Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah mengeluarkan anggaran sekitar Rp2,1 triliun, dan belum lagi dari Pemerintah Kabupaten/Kota dari APBD untuk pembangunan venue dan lain-lain. Namun, ada beberapa hal penting yang masih harus di-cover oleh pemerintah pusat,” ujar Ledia, Medan, Sumatera Utara, Senin (6/5/2024).

Menurutnya, masih ada kebutuhan dana tambahan untuk menyelesaikan infrastruktur yang belum rampung. “Persoalnnya ada hal yang harus dicover oleh pemerintah pusat, apakah itu bisa selesai atau enggak. Kita belum tahu sampai sekarang pemerintah daerah juga enggak bisa apa-apa, itu sangat tergantung dari pusat,” ujarnya.

Ledia juga menyampaikan bahwa Komisi X DPR RI telah mengusulkan agar penundaan PON hingga awal tahun 2025 untuk memastikan semua persiapan bisa tuntas. “Beberapa dari kami sudah mengusulkan untuk ditunda sampai Januari atau Februari 2025 sehingga penyelenggaraannya bisa berjalan dengan baik dan tidak terburu-buru,” tegas Ledia.

Selain itu, Ledia menekankan bahwa ada kesamaan situasi dengan PON sebelumnya di Papua, yang juga harus diundur karena pandemi COVID-19. “Situasinya serupa dengan apa yang terjadi di Papua. Jika memang belum siap, jangan dipaksakan,” tegasnya.

Ledia juga berharap dengan waktu yang masih ada, bisa di optimalkan dengan baik. “Harapan nanti penyelenggarannya bisa berjalan dengan baik, karena ini baru pertama kali diselenggarakan di dua  provinsi, belum lagi setelah itu ada peparnas untuk disabilitas. Nah jadi memang harusnya lebih matang, kalau memang belum siap jangan dipaksakan,” ungkap Ledia.

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah berkomitmen untuk juga menggunakan venue yang sudah ada dengan memperbaikinya. Namun, Ledia menyatakan, “Sekarang ini yang ditunggu adalah dukungan anggaran dari pemerintah pusat, bisa atau tidak,” ungkapnya.

Ditambah lagi, menurut Ledia, “Telah dianggarkan dari Kementerian Pemuda dan Olahraga sebanyak Rp300 miliar untuk biaya operasional seperti pembayaran wasit dan juri, namun untuk infrastruktur, kecepatan penyelesaian dari pemerintah pusat masih menjadi tanda tanya”.

Kekhawatiran terus mengemuka seiring dengan mendekatnya waktu pelaksanaan PON XXI, dengan banyak pihak berharap agar pemerintah pusat dapat segera mengambil tindakan untuk menyelesaikan persiapan yang masih tertunda.

Baca Selengkapnya