Connect with us

DEFA Turut Menjadi Andalan ASEAN untuk Mewujukan Epicentrum of Growth

Presiden Jokowi didampingi Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menlu Retno LP Marsudi memberikan pernyataan pers, di JCC, Jakarta, Kamis (07/09/2023)

Jakarta – Digelar di Jakarta sejak Selasa lalu, rangkaian agenda Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-43 tiba pada puncaknya pada Kamis (7/09). Didampingi oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan sejumlah Menteri lain, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo setidaknya telah memimpin 12 pertemuan yang diikuti oleh seluruh Pemimpin Negara ASEAN maupun negara mitra. Di samping itu juga dilakukan sejumlah pertemuan bilateral dengan para Pemimpin Negara yang hadir.

“Walaupun ditengah situasi yang sulit, Keketuaan Indonesia menghasilkan banyak hal sebagai upaya menjaga perdamaian, menjaga stabilitas, dan menjaga kemakmuran kawasan,” tegas Presiden Joko Widodo dalam sesi Press Conference KTT ASEAN 2023 di Jakarta Convention Center, Kamis (7/09). Dalam kegiatan tersebut, Presiden Joko Widodo turut didampingi oleh Menko Airlangga dan Menteri Luar RI Negeri Retno Marsudi.

Beberapa isu penting dalam KTT ke-43 ASEAN yang menjadi diskusi utama dan deliverables yakni mewujudkan ekosistem kendaraan listrik ASEAN, Digital Economy Framework Agreement (DEFA), ketahanan energi, implementasi Chiang Mai Initiatives dan Local Currency Transaction (LCT), ketahanan pangan, ASEAN Outlook on Indo-Pacific, dan terkait investasi dalam ASEAN Indo-Pacific Forum.

“Salah satu yang juga menjadi andalan dari epicentrum of growth itu adalah Digital Economic Framework Agreement. Jadi ini adalah masterplan yang dibuat dikepemimpinan Indonesia dimana Digital Economic Framework Agreement itu mencakup sebuah perjanjian yang sangat dalam mengenai digitalisasi, termasuk digital talent, kemudian digital id, cyber security, retraining, reskilling, infrastruktur, interoperability di ASEAN. Kalau tanpa ini, ekonomi di ASEAN diperkirakan tahun 2030 adalah 1 triliun (USD). Nah, ini bisa meningkat menjadi 2 triliun (USD). Target perjanjian ini diharapkan akan diselesaikan di tahun 2025 dan drafting-nya sudah disiapkan dan Thailand bertugas untuk mengikuti ini sampai 2025,” kata Menko Airlangga dalam Press Conference KTT ASEAN ke-43.

Selanjutnya untuk mewujudkan ekosistem kendaraan listrik, ASEAN Leaders Declaration on the Developing Electric Vehicle Ecosystem menjadi deliverables penting dalam Keketuaan Indonesia di ASEAN tahun 2023. Potensi kekayaan alam berupa nikel menjadi bahan baku utama dalam pengembangan kendaraan listrik dan mewujudkan end-to-end EV industry ecosystem di ASEAN. Usulan Indonesia terhadap ASEAN Plus Three (APT) Leaders Declaration on Developing Electric Vehicle Ecosystem mendapat dukungan penuh dari negara-negara APT yakni Republik Rakyat Tiongkok (RRT), Jepang, dan Korea.

“Kalau DEFA itu kita membuat ekosistem digital jadi public private partnership dan kita sudah melihat banyak perjanjian yang tidak bisa mengikuti terhadap perkembangan transformasi dari pada AI. DEFA kita sudah melihat hampir seluruh perjanjiannya itu, dan itu semua sudah kita petakan. Jadi, DEFA itu kita sudah deep dive untuk kepentingan digital ke depan,” ujar Menko Airlangga dalam sesi doorstop dengan awak media.

Sementara itu terkait ketahanan energi, Menko Airlangga mengatakan bahwa salah satu yang juga dijadikan leaders declaration adalah interkonektivitas daripada energi di dalamnya memperkuat Trans- ASEAN Power Grid. ASEAN mengedepankan pengembangan energi hijau dengan potensi hingga 32 gigawatt (GW).

Dalam KTT ASEAN ke-43 ini juga menyepakati untuk mendorong implementasi Chiang Mai Initiatives dan Local Currency Transaction (LCT). Sebelumnya pada KTT ke-42 ASEAN telah disepakati ASEAN Leaders Declaration (ALD) on Regional Cross-Border Payment and LCT. Indonesia juga telah mengimplementasikan kerja sama LCT dengan Malaysia dan Thailand pada tahun 2018, dengan Jepang pada tahun 2020, dan dengan Tiongkok pada tahun 2021. Transaksi LCT yang sebelumnya dikenal sebagai Local Currency Settlement (LCS) pada Januari sampai dengan April 2023 mencapai USD2.1 miliar. Transaksi LCT dengan Malaysia yang mencapai USD202.7 juta per bulan merupakan kontribusi terbesar dalam pertumbuhan transaksi LCT di tahun 2023.

“Kita punya Chiang Mai Initiative sekarang ada 240 billion melalui ADB, ini akan diperbaiki mekanismenya karena mekanismenya lebih tidak sederhana dibandingkan IMF, jadi itu menjadi PR ke depan,” pungkas Menko Airlangga.

Kemudian tentang ASEAN Outlook on Indo-Pacific (AOIP), Jepang, Republik Rakyat Tiongkok (RRT), Korea, serta Amerika Serikat telah memberikan dukungan penuh baik berupa pembiayaan maupun technical assistance terhadap program riil dari AOIP. Inisiatif AOIP tersebut penting untuk menjaga stabilitas keamanan serta mewujudkan prosperity di ASEAN dengan dukungan penuh dari para mitra ASEAN.

Dalam ASEAN Indo-Pacific Forum tahun ini terdapat concrete deliverables yang berisi 93 proyek dengan nilai sekitar USD38.2 miliar. Secara lebih rinci, terdapat 81 proyek dengan nilai USD34.53 miliar pada sub tema infrastruktur hijau dan rantai suplai resilien, 4 proyek dengan nilai USD736.36 juta pada sub tema pembiayaan berkelanjutan dan inovatif, dan 8 proyek dengan nilai USD2.94 miliar transformasi digital inklusif.

Terkait dengan ketahanan pangan, deliverables ASEAN dibawah Keketuaan Indonesia menghasilkan ASEAN Leaders Declaration on Strengthening Food Security and Nutrition in Time of Crises. Negara-negara ASEAN dan mitra sepakat bahwa ketahanan pangan di ASEAN penting untuk mitigasi terhadap bencana alam serta perubahan iklim yang saat ini sedang terjadi.

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Target APK Pendidikan Tinggi Tidak Mungkin Tercapai Jika Biaya Kuliah Mahal

Oleh

Fakta News
Target APK Pendidikan Tinggi Tidak Mungkin Tercapai Jika Biaya Kuliah Mahal
Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah saat kunjungan kerja reses di Kota Medan, Sumatera Utara, Senin (06/05/2024). Foto : DPR RI

Medan – Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap mahalnya biaya pendidikan tinggi di perguruan tinggi negeri. Menurutnya, dengan mahalnya biaya pendidikan tinggi itu dapat menghambat pencapaian target pemerintah dalam meningkatkan Angka Partisipasi Kasar (APK) perguruan tinggi. Menurut data tahun 2023, APK untuk laki-laki hanya 29,12 persen dan untuk perempuan 33,87 persen, angka yang jauh dari target yang diharapkan.

Konsekuensinya, tambah Ledia, dengan biaya pendidikan yang sangat mahal  itu banyak calon mahasiswa yang terhambat untuk melanjutkan pendidikan. “Dengan mahalnya perguruan tinggi negeri ini, bagaimana mungkin kita bisa mencapai target APK yang lebih baik jika banyak anak-anak kita yang tidak mampu melanjutkan pendidikan karena biaya?” ujar Ledia kepada Parlementaria, di Kota Medan, Sumatera Utara, Senin (06/05/2024).

Diketahui, Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi (PT) adalah perbandingan antara jumlah penduduk yang masih bersekolah di jenjang pendidikan Perguruan Tinggi (PT) (tanpa memandang usia penduduk tersebut) dengan jumlah penduduk yang memenuhi syarat resmi penduduk usia sekolah di jenjang pendidikan Perguruan Tinggi (PT) (umur 19- 23 tahun).

Ledia pun mengkritik sistem Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang berlaku di banyak perguruan tinggi, yang menurutnya masih memberatkan bagi sebagian besar calon mahasiswa. “Ada perguruan tinggi dengan sistem UKT yang sangat tinggi, dan ada pula yang menengah namun tetap mahal, belum lagi adanya uang pangkal yang harus dibayar di awal,” ujar politisi Alumni Master Psikologi Terapan dari Universitas Indonesia ini.

Ledia juga menyoroti perlunya sebuah sistem pendidikan tinggi yang lebih pro kepada masyarakat, terutama bagi warga negara Indonesia yang memiliki kemampuan akademis namun ada keterbatasan ekonomi. “Kita perlu membuat sistem yang lebih baik, yang lebih mendukung anak-anak kita untuk bisa kuliah tanpa dibebani biaya yang tidak mampu mereka tanggung,” ujar Politisi Fraksi PKS ini.

Lebih lanjut, Ledia menegaskan bahwa pendidikan tinggi harus diakses oleh semua lapisan masyarakat. “Kita membuat kampus itu mandiri, namun bukan berarti kita bisa mengabaikan warga negara Indonesia, terutama anak-anak muda kita yang sebenarnya punya kemampuan dalam akademisnya tapi tidak dalam ekonominya,” ujarnya.

Kebijakan saat ini, menurut Ledia, harus segera dibahas dan diperbaiki, dengan keterlibatan langsung dari kampus-kampus dan pemerintah untuk mencari solusi yang efektif. “Perlu ada diskusi serius antara pemerintah dengan perguruan tinggi untuk menata ulang sistem pendanaan pendidikan tinggi di negara kita,” tutur Ledia.

Dalam mencari solusi, Ledia juga menyarankan agar perguruan tinggi negeri bisa terhubung lebih baik dengan program beasiswa dan bantuan finansial lainnya yang bisa membantu meringankan beban mahasiswa. “Harus ada lebih banyak opsi beasiswa dan bantuan finansial yang dapat diakses oleh mahasiswa yang membutuhkan,” ucap Ledia.

Ledia berharap bahwa dengan perbaikan sistem yang lebih inklusif dan mendukung, Indonesia bisa mencapai tujuan menjadi negara dengan sumber daya manusia yang unggul pada 2045. “Ini semua tentang membangun fondasi yang kuat untuk pendidikan tinggi di Indonesia, memastikan semua anak berhak dan mampu mendapatkan pendidikan yang layak,” pungkasnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

Geramnya Komisi II terhadap Biaya PBB yang Membengkak Akibat Sertifikat Tanah

Oleh

Fakta News
Geramnya Komisi II terhadap Biaya PBB yang Membengkak Akibat Sertifikat Tanah
Anggota Komisi II DPR RI Rosiyati MH Thamrin saat Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi II ke Maros, Sulawesi Selatan, Senin (06/05/2024). Foto : DPR RI

Maros – Anggota Komisi II DPR RI Rosiyati MH Thamrin mengecam kebijakan terkait sertifikat tanah yang merugikan masyarakat. Dalam pernyataannya, ia menyampaikan keprihatinannya terhadap biaya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang melonjak drastis setelah penerbitan sertifikat tanah.

“Sangat disayangkan melihat betapa besarnya biaya PBB yang harus ditanggung masyarakat setelah memiliki sertifikat tanah. Hal ini menjadi hambatan besar bagi petani dan pengguna lahan lainnya untuk mendaftarkan tanah mereka,” ujar Rosiyati MH Thamrin saat Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi II ke Maros, Sulawesi Selatan, Senin (06/05/2024).

Menurutnya, masyarakat enggan membuat sertifikat tanah karena adanya komponen biaya PBB yang meningkat secara signifikan setelah kepemilikan tanah tersebut bersertifikat. Hal ini berdampak negatif terutama bagi para petani dan pengguna lahan lainnya yang mayoritas hidup dengan penghasilan terbatas.

Rosiayati pun menyerukan pentingnya koordinasi antara pemerintah daerah dan Dinas Pajak untuk meninjau ulang kebijakan terkait tarif PBB. “Saya berharap agar Dinas Pajak dapat mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat yang terdampak dan menyesuaikan tarif PBB dengan lebih adil,” tambahnya.

Kemudian, Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu juga menegaskan bahwa pembenahan terhadap kebijakan tersebut penting dilakukan agar masyarakat merasa lebih terbantu dan terjamin hak-haknya atas tanah yang mereka miliki.

“Pemerintah harus fokus pada upaya mempermudah akses masyarakat terhadap kepemilikan tanah dengan biaya yang terjangkau, sehingga tidak menghambat pembangunan dan kesejahteraan masyarakat,” tutupnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

PON XXI Sebentar Lagi, Pembangunan Venue Ternyata Belum Tuntas!

Oleh

Fakta News
PON XXI Sebentar Lagi, Pembangunan Venue Ternyata Belum Tuntas!
Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah saat mengikuti Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi X DPR RI, di Kota Medan Sumatera Utara, Senin (06/05/2024). Foto: DPR RI

Medan – Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah mengungkapkan, kekhawatirannya terkait kesiapan pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI yang dijadwalkan pada September 2024 di Aceh dan Sumatera Utara. Ledia menyatakan bahwa meskipun pemerintah daerah telah berkomitmen dengan mengalokasikan dana besar, masih terdapat kekurangan yang perlu ditangani oleh pemerintah pusat.

“Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah mengeluarkan anggaran sekitar Rp2,1 triliun, dan belum lagi dari Pemerintah Kabupaten/Kota dari APBD untuk pembangunan venue dan lain-lain. Namun, ada beberapa hal penting yang masih harus di-cover oleh pemerintah pusat,” ujar Ledia, Medan, Sumatera Utara, Senin (6/5/2024).

Menurutnya, masih ada kebutuhan dana tambahan untuk menyelesaikan infrastruktur yang belum rampung. “Persoalnnya ada hal yang harus dicover oleh pemerintah pusat, apakah itu bisa selesai atau enggak. Kita belum tahu sampai sekarang pemerintah daerah juga enggak bisa apa-apa, itu sangat tergantung dari pusat,” ujarnya.

Ledia juga menyampaikan bahwa Komisi X DPR RI telah mengusulkan agar penundaan PON hingga awal tahun 2025 untuk memastikan semua persiapan bisa tuntas. “Beberapa dari kami sudah mengusulkan untuk ditunda sampai Januari atau Februari 2025 sehingga penyelenggaraannya bisa berjalan dengan baik dan tidak terburu-buru,” tegas Ledia.

Selain itu, Ledia menekankan bahwa ada kesamaan situasi dengan PON sebelumnya di Papua, yang juga harus diundur karena pandemi COVID-19. “Situasinya serupa dengan apa yang terjadi di Papua. Jika memang belum siap, jangan dipaksakan,” tegasnya.

Ledia juga berharap dengan waktu yang masih ada, bisa di optimalkan dengan baik. “Harapan nanti penyelenggarannya bisa berjalan dengan baik, karena ini baru pertama kali diselenggarakan di dua  provinsi, belum lagi setelah itu ada peparnas untuk disabilitas. Nah jadi memang harusnya lebih matang, kalau memang belum siap jangan dipaksakan,” ungkap Ledia.

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah berkomitmen untuk juga menggunakan venue yang sudah ada dengan memperbaikinya. Namun, Ledia menyatakan, “Sekarang ini yang ditunggu adalah dukungan anggaran dari pemerintah pusat, bisa atau tidak,” ungkapnya.

Ditambah lagi, menurut Ledia, “Telah dianggarkan dari Kementerian Pemuda dan Olahraga sebanyak Rp300 miliar untuk biaya operasional seperti pembayaran wasit dan juri, namun untuk infrastruktur, kecepatan penyelesaian dari pemerintah pusat masih menjadi tanda tanya”.

Kekhawatiran terus mengemuka seiring dengan mendekatnya waktu pelaksanaan PON XXI, dengan banyak pihak berharap agar pemerintah pusat dapat segera mengambil tindakan untuk menyelesaikan persiapan yang masih tertunda.

Baca Selengkapnya