Connect with us

Koperasi Modern Akan Lahir di Roemah Bersama Alumni

Jakarta – Roemah Bersama Alumni yang bekerjasama dengan Fortusis Jawa Barat menggelar diskusi terbuka mengenai koperasi modern dengan mengusung tema “Peran dan Tantangan Perkoperasian di Provinsi Jawa Barat” pada Jumat 19 Juli 2023, di Sekretariat Roemah Bersama Alumni berada di Jalan Imam Bonjol Nomor 16, Kota Bandung.

Ketua Ikatan Alumni ITB Gembong Primadjaja, yang menjadi narasumber dalam acara ini menyampaikan keberadaan koperasi yang telah ada sejak 100 tahun lalu merupakan alat perjuangan untuk mensejahterakan masyarakat. Untuk itu menyambut pergeseran tatanan ekonomi dunia yang terbuka dan bersaing ketat, fungsi koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat harus dapat dikembalikan dan dijalankan dengan maksimal.

“Koperasi merupakan satu satunya lembaga yang sudah 100 tahun kita miliki, kita berharap banyak lembaga ini bisa menjadi alat perjuangan untuk mensejahterakan masyarakat secara luas. Namun dalam perkembangannya, koperasi masih perlu kita lakukan modernisasi agar betul-betul bisa menjawab tantangan masa sekarang ini,” kata Gembong.

Dari hasil diskusi ini Gembong berharap dapat membentuk Center of Excellence untuk memajukan koperasi di Indonesia, khususnya di Jawa Barat,” tambah Gembong.

Menurut Gembang, salah satu kendala di Jawa Barat kenapa koperasi nya tidak berkembang adalah Pertama, soal anggaran yang disisihkan pemerintah Jawa Barat sangat sedikit dan belum mencukupi. Kedua, belum ada pengarahan para ahli koperasi untuk melakukan pengembangan koperasi itu sendiri, karena kita punya universitas khusus koperasi yaitu IKOPIN tapi lulusannya tidak semuanya terjun atau kerja ke sektor koperasi.

“Kedepan diharapkan temen-temen dari IKOPIN dibantu dengan universitas-universitas lain yang mempunyai kompetensi yang melengkapi kompetensi alumdi dari IKOPIN untuk bersama-sama mengembangkan koperasi di Indonesia khususnya di Jawa Barat,” kata Gembong.

Menurut Gembong, keberlanjutan dari pertemuan ini, pertama, akan dibentuk tim untuk memulai diskusi sebetulnya permasalahan apa yang dihadapi saat ini, pemetaan kembali dan mencarikan solusi yang terbaik. Kedua, digitalisasi data base akan kita mulai segera jadi kita akan tahu bahwa dari data yang ada di Jawa Barat ini ada 28.000 koperasi, tapi apakah angka itu akurat atau tidak akan dibuktikan nanti pada saat kita melakukan digitalisasi.

“Dari digitalisasi tersebut kita akan mampu melihat kemana mengintegrasikan koperasi satu dengan koperasi yang lainnya sehingga satu dengan yang lainnya menjadi terhubung dalam bentuk Penghulu dan Penghilir. Dimana dengan adanya interaksi hulu dan hilir itu nanti, maka kita juga akan memetakan market dari produk-produk yang dihasilkan oleh koperasi-koperasi tersebut,” ujarnya.

Gembong menambahkan, memang saat ini koperasi di Indonesia terutama di Jawa Barat bergerak dibidang simpan pinjam saja, padahal koperasi itu sendiri tidak hanya simpan pinjam saja dalam aktifitasnya.

“Koperasi diharapkan menjadi “Rumah Bersama Bagi UKM” dalam upaya mereka menjadi UKM yang naik kelas. Maka dari itu, Rumah Bersama ini harus dibenahi agar UKM nyaman dan mudah bergabung didalam koperasi,” ujar Gembong.

“Peluang dan potensi koperasi sangat besar, lanjut Gembong, karena Jawa Barat mempunyai potensi produk yang luar biasa, bahkan menjadi daerah yang sangat kreatif dibandingkan dengan daerah lain dimana banyak masyarakat di Jawa Barat ini yang terjun di koperasi untuk mengembangkan produk-produk baru untuk dijual ke masyarakat, tentunya ini soal integrasi yang dapat dilihat seberapa besar dan cepat koperasi ini segera dimodernisasi yang dampaknya menjadi harapan perekonomian di Indonesia,” jelas Gembong.

Menurut Gembong, upaya mandiri dengan berdirinya koperasi agar kita dapat mengelola sendiri ekonomi kita yang menjadi spirit agar tidak terlilit atau terjerat lintah darat yang memberikan pinjaman dengan bunga tinggi.

“Tentunya dengan perkembangan waktu, setelah kita merdeka sampai saat sekarang ini bentuk koperasi yang dulu dan dengan semangat yang lama tersebut harus dirubah, dikembangkan lebih modern dan sasarannya juga harus berbeda,” paparnya.

“Kalau dulu kita melawan kolonialisme, sekarang ini yang kita lawan adalah Neo Kolonialisme dimana para pemodal menguasai seluruh sendi-sendi produksi dan masyarakat sebagai konsumennya,” imbuh Gembong.

Menurut Gembong, kedepan, kita harus punya filosofi baru bahwa masyarakat itu juga bisa berproduksi secara masal bersama-sama dengan masyarakat luas. Sistem koperasi harus dirubah, edukasi tentang koperasi dengan pelatihan, penerapan teknologi juga penting karena saat sekarang tidak lebih dari 2% UKM berbasis teknologi, sehingga peningkatan pemakaian teknologi didalam pengelolaan produk-produk di koperasi juga harus ditingkatkan.

“Selain itu, payung hukum koperasi juga harus dibenahi dan merupakan PR juga bagi kami, karena bila regulasinya tidak dibenahi atau diperbaharui maka koperasi juga sulit berkembang,” pungkas Gembong Primadjaja.

Sementara itu, Ketua Dewan Koperasi Indonesia Wilayah Jawa Barat, Nurodi menyampaikan bahwa di Jawa Barat mempunyai lembaga pendidikan koperasi yang tidak dipunyai oleh wilayah lain, yaitu Institut Managemen Koperasi Indonesia atau IKOPIN yang sekarang menjadi Universitas Koperasi Indonesia.

Setelah 40 tahun sejak 7 Mei 1984, akhirnya Institut Manajemen Koperasi Indonesia (Ikopin) berubah menjadi Universitas Koperasi Indonesia atau Ikopin University berdasarkan pada Surat Keputusan (SK) Mendikbudristek Nomor 0310/E1/KB.03.00/2022 pada tanggal 18 Januari 2022.

“Sebagai lembaga pendidikan koperasi, harapannya juga dapat menyesuaikan kurikulumnya dengan perkembangan koperasi terkini. Karena dengan mengamati kondisi perekonomian di Provinsi Jawa Barat cukup prihatin dengan koperasi yang ada sekarang ini,” kata Nurodi.

Menurut Nurodi, hampir tidak ada kebijakan dari pemerintahan Provinsi Jawa Barat yang berpihak kepada koperasi. Indikatornya bisa dilihat dari anggaran yang diberikan kepada Dinas Koperasi dan Usaha Kecil yang sangat kecil sekali untuk pembinaan koperasi.

Akan tetapi, lanjut Nurodi, kalau untuk UKM luar biasa besar sekali anggarannya, padahal koperasi adalah Rumah Besarnya UKM sehingga ketika akan membangun UKM ya rumah besarnya yaitu koperasinya dulu yang harus dibangun, hingga hari ini itu tidak terjadi.

“Kita ketahui, bahwa UKM itu juga diurus oleh lintas dinas, seperti Dinas Perikanan ada UKM nya, dinas perindustrian ada UKM nya juga, dan lainnya yang masing-masing dinas memiliki anggaran UKM, sedangkan koperasi kan tidak ada di dinas yang lain, hanya satu yaitu Dinas Koperasi dan Usaha Kecil,” paparnya.

“Saya melihat struktur anggaran dibidang koperasi sangat kecil di Jawa Barat. Saat saya di Sumedang, bidang koperasi anggarannya hanya Rp 100 juta pertahun, sementara binaan koperasinya ada ratusan koperasi yang harus dideteksi, sehingga akan menjadi kewajaran bila ada koperasi yang menjadi maling uang rakyat yang kasusnya masih bergulir sampai saat ini,” imbuh Nurodi.

Karena koperasi tidak bisa diawasi oleh pemerintah atau dalam hal ini Dinas Koperasi karaena tidak ada anggaran. Dan ini sangat mengerikan sekali.

“Langkah pertama memang anggaran Dinas Koperasi dan Usaha Kecil harus ditambah karena ada fungsi pengawasan yang tidak dapat dijangkau oleh dinas terkait untuk pengawasan.,” ungkap Nurodi.

Nurodi melanjutkan, langkah kedua, bahwa koperasi itu Ilmu Pengetahuan, dia tidak bisa dibiarkan begitu saja tanpa edukasi dan literasi, karena itu Dekopin yang mempunyai tugas sesuai undang-undang adalah edukasi, fasilitasi dan Vokasi mendorong pemerintah untuk terus memperkuat Pendidikan Koperasi untuk masyarakat, kalo secara umum adalah IKOPIN tapi untuk masyarakat harus terus dibangun sistem Pendidikan Koperasi ke basis-basis masyarakat yang jelas.

“Sekarang ini begitu gampang mendirikan koperasi tanpa mengetahui atau tidak paham ilmu koperasi itu sendiri, sehingga akan ngaco dalam perjalannya dan tidak sesuai menjalankan prinsip-prinsip dasar koperasi,” kata Nurodi.

Kita punya ideologi bernegara yaitu Pancasila dan tafsirnya dibidang ekonomi adalah Koperasi, kita belum punya sistem ekonomi Pancasila seperti apa. Kalau dinegara eropa sudah jelas sistem ekonominya kapitalis karena ideologi bernegaranya liberal.

“Di negara Skandinavia idiologinya sosialis meskipun sistem ekonominya koperasi, tapi di Indonesia belum jelas sistem ekonominya dan posisinya mau dimana, sehingga kedepan pemerintah perlu didorong untuk membuat undang-undang sistem ekonomi Indonesia itu seperti apa, yang tentunya berdasarkan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945,” ujar Nurodi.

Dengan tidak memiliki sistem ekonomi, kita akan sulit mengukur apakah ideologi Pancasila sudah terealisir dalam kehidupan ekonomi. Dari mana kita bisa mengukurnya, koperasi saja tidak berkembang. Sistem konglomerasi kan tidak cocok denga Pancasila, tapi pada prakteknya sudah berjalan, tambah Nurodi.

Yang jelas banyak penyimpangan dalam segala hal dan tidak sesuai dengan Ideologi Pancasila, pertanyaannya “mau merubah tidak ?”, dan jelas bila pemerintah dapat merubah sistem ekonomi maka rakyatnya akan mengikuti perubahan itu.

“Jangan terlalu jauh ketimpangan yang terjadi, jamganlah petani disibukkan untuk mencari pupuk yang jelas sudah dipermainkan oleh pemodal besar dan tengkulak-tengkulak gabah menikmati hasil pertanian dengan berfoya-foya,” pungkas Nurodi.

Diskusi terbuka yang dipandu oleh Budhi Hermansyah berinteraktif efektif hingga menjelang siang yang ditutup oleh Dwi Subawanto, Pelaku Koperasi yang mengusulkan lembaga sertifikasi koperasi.

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Fikri Faqih Minta Pemerintah Perketat Pengawasan Tur Belajar

Oleh

Fakta News
Fikri Faqih Minta Pemerintah Perketat Pengawasan Tur Belajar
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih. Foto: DPR RI

Jakarta – Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih meminta pemerintah memperketat pengawasan terhadap kegiatan study tour (tur belajar) yang sudah menjadi kegiatan ‘wajib’ di sekolah-sekolah. Hal tersebut Fikri sampaikan menyusul tragedi kecelakaan bus yang membawa siswa SMK Lingga Kencana Kota Depok saat melakukan study tour ke Ciater, Subang, Jawa Barat, baru-baru ini.

“Perlu dievaluasi menyeluruh mengenai tujuan, manfaat, dan kelayakan program yang sudah menjadi agenda tahunan di sekolah tersebut,” kata Fikri dalam rilis yang diterima Parlementaria, di Jakarta, Rabu (15/5/2024).

Lebih lanjut, ia menyampaikan belasungkawa kepada para keluarga korban tragedi kecelakaan tersebut. Maka dari itu, dirinya mendesak pihak yang bertanggung jawab dihukum sesuai dengan perundangan yang berlaku. Ia pun meminta pemerintah pusat dan daerah untuk mengevaluasi kegiatan study tour agar lebih terarah dan sesuai dengan asas, tujuan, dan kemanfaatan dalam Pendidikan para siswa.

“Misalnya perjalanan tur ke museum, pusat konservasi alam, atau instansi yang memberi edukasi dalam bidang-bidang tertentu,” imbuh Politisi Fraksi PKS ini.

Selain itu, kegiatan study tour yang bertujuan ke lokasi yang jauh, bahkan lintas provinsi dan lintas pulau sebaiknya ditinjau ulang. “Kegiatan ini tentu berbiaya besar dan bisa memberatkan bagi orangtua/wali siswa, kemudian ada faktor kelayakan dan keamanan yang harus dipenuhi dalam perjalanan tur jarak jauh tersebut,” urai Mantan Kepala Sekolah di suatu SMK di daerah Tegal tersebut.

Kegiatan study tour yang dilakukan di dalam kota juga dapat menjadi opsi yang terbaik, selain lebih murah dan lebih singkat waktu tempuhnya. “Tentu disesuaikan dengan tujuan dan manfaat yang mau diambil, karena kemungkinan besar masih banyak potensi di sekitar kota atau kabupaten sesuai domisili sekolah yang dapat menambah wawasan bagi siswa,” tambah dia.

Dengan begitu, sebenarnya kegiatan study tour dalam kota  juga dapat membantu meningkatkan perekonomian UMKM di wilayah asal/ domisili sekolah tersebut. “Wawasan siswa juga tetap diperkaya melalui pengenalan potensi alam, ekonomi, sosial dan budaya di daerahnya sendiri,” tutupnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

Tak Hanya Kriteria Fisik, Penerapan KRIS Harus Pastikan Ketersediaan Tenaga Kesehatan dan Obat

Oleh

Fakta News
Tak Hanya Kriteria Fisik, Penerapan KRIS Harus Pastikan Ketersediaan Tenaga Kesehatan dan Obat
Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani. Foto: DPR RI

Jakarta – Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani menyatakan perlu ada kajian lebih lanjut pasca dihapuskannya kelas BPJS Kesehatan menjadi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) yang diwajibkan terhadap rumah sakit. Sebab, menurutnya, perubahan sistem tersebut, pasti akan memunculkan beberapa konsekuensi dari masyarakat yang menjadi peserta BPJS Kesehatan. Konsekuensi tersebut tidak hanya terkait keharusan memenuhi kriteria fisik, melainkan juga harus memastikan adanya ketersediaan tenaga kesehatan dan juga obat-obatan yang terstandardisasi.

“Banyak rumah sakit yang tidak siap untuk mengimplementasikan Kelas Rawat Inap Standar. Kenapa? Karena memang kalau kita bicara tentang kemampuan rumah sakit, (maka juga terkait) cash flow rumah sakit untuk membuat penyesuaian. Jadi kita minta untuk dilakukan kajian, kenapa? karena ketika kelas rawat inap standar ini diterapkan, diimplementasikan sudah pasti akan terjadi beberapa fenomena ya,” ujar Netty kepada Parlementaria di Gedung Nusantara II, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (15/5/2024).

Diketahui, penghapusan Kelas BPJS Kesehatan menjadi KRIS tersebut merupakan amanat UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). UU tersebut lalu diturunkan dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.  Salah satunya yakni mengatur penerapan fasilitas ruang perawatan rumah sakit dengan 12 kriteria. Namun implementasinya selalu diundur oleh Pemerintah karena banyak rumah sakit yang tidak siap.

Konsekuensi yang akan terjadi di antaranya yakni adanya gejolak di antara peserta BPJS Kesehatan. Adanya KRIS ini bisa diartikan akan tidak adanya perbedaan antara kelas satu, dua dan tiga karena setiap kelas akan mendapatkan layanan yang sama dengan kamar yang sama. Untuk itu perlu pengkajian, baik mengenai Premi BPJS, Imigrasi Peserta, dan Insentif untuk rumah sakit swasta.

“Jika semua peserta akan mendapatkan layanan yang sama, berarti kan kita harus mulai menghitung atau melibatkan aktuaria untuk menghitung paket INA-CBG. Apakah betul jarum suntiknya, obatnya, alat infusnya itu sama? kalau kemudian semuanya mendapatkan layanan yang sama. Nah ini saya minta kemarin supaya dilakukan kajian apakah Premi BPJS nya masih seperti itu?,” ujarnya.

Imigrasi peserta juga dikhawatirkan akan terjadi, karena pasti banyak peserta yang menganggap tidak adanya perbedaan pelayanan yang didapatkan antara kelas satu, dua dan tiga sehingga semua akan memilih kelas yang rendah saja. “Karena (masyarakat) pasti berpikirnya sama-sama? (Ibaratnya) kok Tuan dengan Pekerja, (bayar preminya) sama. Atasan dengan bawahan (bayar preminya) sekarang  sama gitu, bisa di ruangan yang sama, itu analoginya yang paling mudah,” jelas Politisi Fraksi PKS itu.

Kemudian insentif untuk rumah sakit swasta juga perlu dipikirkan, karena dengan adanya KRIS ini membuat rumah sakit swasta juga perlu melakukan penyesuaian. “Karena kan enggak ada anggaran dari pemerintah untuk rumah sakit swasta, berbeda dengan rumah sakit pemerintah. Ya pastinya mereka mendapatkan anggaran untuk bisa melakukan penyesuaian ruangan, tirai, kamar mandi dan seterusnya,” tambahnya

Namun, menurut Legislator dapil Jawa Barat VIII itu, catatan penting dalam penerapan KRIS ini bukan hanya soal kriteria fisik mengenai fasilitas pelayanan ruang inap saja, yang terpenting juga ketersediaan tenaga kesehatan dan obat bagi para pasien.

“Jadi jangan cuma kemudian kita merasa sudah memberikan layanan terbaik ketika kita bicara fisik, padahal kemudian ada dokter yang tidak datang pada jam prakteknya atau ketika pasien masih banyak dokter sudah pulang atau obat-obatan sebagiannya masih cost sharing, harus ambil dari kocek pasien. Nah hal seperti ini menurut saya perlu dibenahi. Kenapa? karena bagaimanapun ketika kita bicara kesehatan, yang sakit tidak bisa menunggu, yang miskin tidak dapat diabaikan,” tegasnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

Forum WWF 2024 Diharapkan Turunkan Konflik Air di Seluruh Dunia

Oleh

Fakta News
Forum WWF 2024 Diharapkan Turunkan Konflik Air di Seluruh Dunia
Wakil Ketua BKSAP Putu Supadma Rudana, saat mengikuti rapat bersama Ms. Yoon Jin selaku Director of 10th World Water Forum di Ruang Delegasi Nusantara III, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (7/5/2024). Foto: DPR RI

Jakarta – Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Putu Supadma Rudana mengatakan, melalui WWF 2024 diharapkan akan melahirkan komitmen bersama terkait air yang disepakati oleh seluruh Parlemen yang ada. Hal ini disampaikan dalam rangka World Water Forum (WWF) 2024 yang akan diselenggarakan di Bali pada 18-25 Mei 2024 mendatang.

“Yang pertama kan jelas untuk meng-evaluasi SDGs Nomor 6 tentang Air dan Sanitasi. Yang kedua bagaimana perspektif ini masa lalu ini harus dihadirkan. Contoh di Bali, karena saya orang Bali, ada Tri Hita Karana hubungan harmoni antara alam manusia dan Sang Pencipta. Yang kedua bagaimana di Bali, air yang disebut tirta selalu dimuliakan ada tempat sucinya, ada bagaimana kita melakukan penyucian dengan air juga, ada bagaimana air ini juga sangat dihormati, dihargai,” kata Putu usai rapat di ruang delgasi, Gedung Parlemen, Jakarta, Rabu (15/5/2024).

Putu menilai pengelolaan air yang benar dapat menurunkan potensi terjadi konflik. Menurutnya, sudah banyak negara yang mengalami konflik karena air contohnya di Sungai Nil. Sementara itu telah terjadi perselisihan selama 10 tahun antara Mesir dan Ethiopia mengenai pasokan air di Sungai Nil. Kedua pihak mencari solusi internasional, namun perundingan yang dipimpin oleh Departemen Luar Negeri AS – dan diikuti oleh Uni Eropa dan PBB – hanya menghasilkan sedikit kesepakatan setelah empat tahun.

“Nah tentu kita harus merawat menata air bagaimana kita juga jangan sampai air ini menimbulkan konflik. Karena banyak negara sudah mulai ada konflik terhadap air di Sungai Nil, jadi Afrika ini sudah menjadi konflik. Nah tentu karena belum menuju potensi itu tentu kita harus mengelola bersama. Kita cari komitmen bersama agar akses terhadap air ini khususnya air bersih bisa diterima oleh masyarakat. Jadi artinya bisa diterima langsung dan masyarakat mendapat kesejahteraan jangan ada beban biaya yang tinggi untuk akses terhadap air,” ungkapnya.

“Nah tentu forum ini sangat monumental sehingga kita berpikir awal sudah baik kita tentu harus sukseskan ke depan. Dan forum ini juga kita memiliki komitmen bagaimana menggerakkan aksi parlemen untuk peduli terhadap air dan pada akhirnya memberikan kesejahteraan kepada masyarakat,” tambahnya. Dengan tema WWF kali ini, “Mobilizing Parliamentary Action on Water For Shared Prosperity”, Putu menjelaskan Parlemen di WWF ingin mengeluarkan sebuah dokumen antara komitmen bersama maupun deklarasi.

Baca Selengkapnya