“Bangkitlah Wanita Indonesia, Lawan Kekerasan dan Ketidakadilan”
Tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia masih rentan terjadi, terutama bagi kaum hawa yang sering menjadi korban keganasan kaum lelaki. Bentuk kekerasan yang kerap dialami perempuan pun beragam, mulai dari penyelundupan, kekerasan rumah tangga, penyekapan, pemerkosaan, perampokan, penganiayaan, pembunuhan, dan trafficking atau perdagangan perempuan dan anak-anak. Hal ini didominasi banyak faktor termasuk faktor ekonomi.
Adapun angka kekerasan terhadap perempuan pada tahun 2016 lalu mencapai 259 ribu kasus, diantaranya adalah kekerasan komunitas mencapai angka 3.092 kasus, kekerasan seksual sebanyak 2.290 kasus, kekerasan fisik 490 kasus, kekerasan psikis 83 kasus, juga buruh migran 90 kasus dan trafiking 139 kasus.
Untuk mengatasi masalah ini, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Susana Yembise tak duduk diam. Perempuan kelahiran Manokowari, Papua 59 tahun silam ini mengatakan, dirinya turun langsung ke lapangan, bahkan hingga ke pelosok negeri untuk melakukan pencegahan terhadap perempuan dan anak melalui sosialisasi kepada pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota, bahkan hingga ke desa-desa di Indonesia.
“Dengan adanya program Three ands, yakni menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak, mengakhiri perdagangan manusia, dan mengakhiri ketidak adilan atau kesenjangan terhadap kaum perempuan termasuk ekonomi, diharapkan dapat menurunkan angka tersebut,” ungkapnya.
Kepada, M Riz dan Nyong Syarief dari www.fakta.news, di ruang kerjanya Kementerian KPPA, Jl. Medan Merdeka Barat No. 15, Jakarta Pusat, Guru Besar Pendidikan Bahasa Inggris di Universitas Cendrawasi Jayapura ini, menjelaskan berbagai upaya kementeriannya dalam melakukan pencegahan terhadap kekerasan terhadap perempuan dan anak, hingga langkah pencegahan trafficking yang kian marak di Indonesia. Berikut wawancaranya:
Bagaimana kinerja Kemeterian PPPA sejauh ini dalam penanggulangan perempuan dan anak?
Saya di sini hanya melanjutkan tugas menteri terdahulu. Ada program-program yang sudah dicantumkan dalam renstra Kementerian PPPA, itu yang saya lanjutkan. Namun, sesuai dengan aturan Kementerian PPPA, kementerian ini merupakan kementerian koordinatif, tidak sama seperti kemeterian lain pada umumnya, seperti Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang sifatnya teknis dan mempunyai anggaran yang banyak. Sementara anggaran yang kami miliki tidak sampai Rp1 triliun, hanya setengah dari itu.
Nah, tugas Kementerian PPPA ada di klaster III, yakni hanya melakukan koordinasi ke daerah-daerah tingkat provinsi. Jika ada kejadian sesuatu, kanya hanya mengkoordinasikan saja dengan kepala-kepala daerah tersebut. Namun, karena Presiden Joko Widodo meminta agar seluruh Kabinet Kerja turun ke lapangan dengan tujuan “kerja, kerja, kerja” untuk membuat perubahan. Akhirnya saya merombak semua aturan, saya turun hingga ke kabupaten maupun pedesaan. Itu yang saya lakukan saat ini, karena jika kita hanya duduk diam di ruangan tanpa turun ke lapangan, apa yang akan kita rasakan?
Daerah mana saja yang telah anda kunjungi selama menjabat?
Dengan dana yang sekecil ini, saya berusaha membuat gaungnya bisa terasa hingga ke seluruh pelosok negeri ini. Dengan adanya program three ands kita, yakni menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak, mengakhiri perdagangan manusia, dan mengakhiri ketidak adilan atau kesenjangan terhadap kaum perempuan dalam segala hal termasuk juga ekonomi dan lain-lain.
Jika dilihat, saat ini kaum laki-laki masih mendominasi semua lini. Oleh karena itu kami turun ke lapangan dan menyatakan bahwa “sudah saatnya perempuanitu bangkit,” berikan kesempatan kepada perempuan dan mengingatkan kepada pemerintah di daerah, baik tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota, bahwa urusan perempuan dan anak saat ini menjadi urusan wajib daerah juga yang harus dilaksanakan oleh pemerintah daerah.
Selain itu, kami juga mempunyai Gerakan Perempuan Kepala Keluarga Inovator Indonesia (Pekka-Perintis). Gerakan ini lahir dari kegelisahan Kementerian PPPA tentang persoalan kemiskinan perempuan kepala keluarga. Pekka-Perintis dimaksudkan untuk menghimpun, memperkuat, dan mendukung 100.000 Pekka-Perintis, atau satu desa/kelurahan minimal satu Pekka-Perintis.
Mengunjungi Lapas wanita dan anak di Lapas Wamena, Papua (Foto: .ucarecdn.com)
Gerakan ini juga merupakan inisiatif untuk memperluas jangkauan dan memperkuat peran penting perempuan secara umum dan perempuan kepala keluarga miskin secara khusus agar menjadi subyek serta penggerak masyarakat dalam menghapuskan kemiskinan melalui gerakan Three Ends di Indonesia.
Pekka-Perintis ini telah dilatih oleh 104 Promotor Pekka-Perintis dari 34 Provinsi. Promotor telah mendata dan mendokumentasikan 1,800 orang Pekka-Perintis di wilayahnya masing-masing. Hingga saat ini telah terkumpul 1,800 orang Pekka-Perintis dari 34 Provinsi di Indonesia. Mereka adalah perempuan kepala keluarga yang telah mengembangkan berbagai inovasi yang berguna bagi masyarakat sekitarnya.
Saat ini juga sedang dikembangkan Aplikasi Android Pekka-Perintis yang akan dipergunakan untuk menjangkau Pekka-Perintis di seluruh pelosok Indonesia. Pada akhir 2019 diharapkan paling tidak ada satu Pekka-Perintis di setiap desa di Indonesia yang akan menjadi motivator Gerakan Pekka-Perintis di Indonesia. Mereka juga akan menjadi ujung tombak gerakan Three Ends yang telah dicanangkan oleh KPPPA pada tahun ini, yaitu gerakan mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak, mengakhiri perdagangan orang, dan mengakhiri ketidakadilan akses ekonomi untuk perempuan.
Berapa angka tingkat kekerasan perempuan dan anak berdasarkan versi Kementerian PPPA?
Saya melihat, jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yakni 2015 – 2016 cukup tinggi. Tapi sekarang, walaupun kekerasan itu masih ada di beberapa daerah, tapi sudah banyak yang melaporkan. Ini menunjukan bahwa masyarakat sudah mulai sadar untuk itu. Dulu memang masih tersembunyi karena dipandang hal itu adalah aib keluarga jika dilaporkan.
Tapi, sekarang dengan adanya UU, sosialisasi dari pemerintah yang terus dilakukan dengan massif ke seluruh Indonesia, dan juga melibatkan pemerintah daerah, dunia usaha, masyarakat, ELSM, termasuk media untuk mensosialisasikan, akhirnya sudah banyak yang berani melaporkan jika terdapat kekerasan terhada anak maupun perempuan tersebut. Ini kan menandakan masyarakat itu sudah mulai sadar, bahwa kekerasan itu sudah tidak diperbolehkan lagi.
Mengenai tingkat perdagangan orang. Berapa persen tingkat perdagangan orang sejauh ini yang diketahui?
Angka pastinya itu saya kurang hafal, tapi kalau tidak salah Indonesia termasuk di urutan ke tiga di dunia dalam hal perdagangan orang, termasuk anak. Dalam hal ini, kami tetap konsentrasi ke lima provinsi terbesar; Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusat Tenggara Timur (NTT). Kelima daerah ini merupakan kantong-kantong trafficking. Kami banyak mengarahkan program-program ke daerah-daerah itu dan juga mendeteksi dimana isu trafficking. Kami bekerjasama dengan Kepolisian dalam hal ini Bareskrim Polri untuk menangkap oknum-oknum yang menggunakan kesempatan tersebut.
Di dareah juga sudah dibentuk Community Watch. Komunitas ini untuk persoalan perdagangan orang ini atau trafficking teresebut. Di sini kami ingin melibatkan masyarakat, tidak hanya pemerintah yang mengentaskan perdagangan orang, tapi juga masyarakat harus terlibat. Nah, sejauh ini sampai dengan tahun 2017 ini sudah terdapat 125 desa dan 121 Kabupaten/Kota di Indonesia yang memiliki Community Watch. Dianratanya adalah Boyolali, Cilacap, Sambas, Indramayu, Kupang, Pekanbaru, Wonogiri, Singkawang, dan Manado. Pokoknya di daerah-daerah sending area dan kantong transit perdagangan orang.
Mengangkat anak-anak menjadi anak negara karena diterlantarkan orangtuanya (Foto: poskota.news)
Perdagangan orang ini tujuan paling besarnya ke mana?
Trafficking ini kebanyakan ke Arab Saudi dan Malaysia termasuk Turki. Sekarang mereka menjadikan umroh sebagai alasan. Setelah mereka tiba disana, mereka tidak kembali lagi. Itu merupakan laporan yang banyak saya terima. Hal ini perul dikerjasamakan, karena ini adalah masalah nasional untuk menyelamatkan perempuan-perempuan kita dan anaka-anak kita yang di eksploitasi. Begitu juga dengan kekerasan.
Kekerasan masih banyak laporan yang masuk. kekerasan ini agak sulit kami datakan, karena persoalan butuh waktu dan butu proses. Saat ini memang di daerah-daerah sudah banyak yang mulai melapor. Saya sangat senang karena masyarakat sudah mulai berani untuk melaporkan hal ini. Tahun 2018 nanti kami akan mengadakan survei besar-besaran untuk anak. Untuk itu saya minta kerjasama juga dengan BPS (Badan Pusat Statistik) untuk melihat bentuk-bentuk kekerasan, baik fisik, psikis, seksual, dan lain-lain. Untuk sementara ini, kami masih bergantung pada data-data yang di input oleh KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia).
Bagaimana dengan kesehatan anak Indonesia menurut anda?
Ya. Kesehatan ini juga merupakan tugas kita, terutama untuk angka kematian ibu dan anak yang cukup tinggi. Angka kematian ini juga ada hubungannya dengan pernikahan usia dini. Usia anak ini juga menjadi masalah setelah kami ambil datanya di beberapa daerah. Saya sudah membuat satu studi juga bahwa kebanyakan yang meninggal ini adalah anak-anak yang umurnya masih muda. Karena sistim resproduksinya yang belum siap, akhirnya banyak yang meninggal.
Apa langkah koordinatif yang dilakukan dengan Kemenkes terkait angka kematian ini?
Kami tetap punya kegiatan-kegiatan khusus kesehatan berdama dengan Kemenkes, yaitu dengan adanya Puskesmas-Puskesmas Ramah Perempuan dan Anak di seluruh Indonesia. Puskesmas ini sudah sampai ke desa-desa. Jadi kami tetap mendampinginya agar Puskesmas itu memperhatikan ibu-ibu, khususnya yang melahirkan dan bayi-bayinya juga harus diperhatikan dan penanganannya juga harus responsive, termasuk melihat pemenuhan kebutuhan hak-hak anak yang ada di Puskesmas. Puskesmas Ramah Anak ini sudah sebanyak 251 Puskesmas yang tersebar di 13 Provinsi dan 16 Kabupaten. Rumah sakit ramah anak ini kita jadikan sebagai model percontohan kepada Puskesmas lain.
Bagaimana sikap anda terhadap perlakuan anak di daerah-daerah terpencil seperti di Papua?
Kalau saya berfikir mereka kurang di jamah oleh pemerintah. Beberapa waktu lalu kami sempat ke daerah Wamena, Papua. Anak-anak disana memang kelihatan sehat, tapi kurang mendapat perhatian dari pemerintah daerah setempat. Saya juga sempat menanyakan apakah sering ada pemerintah turun ke sini (Wamena)? Mereka menyatakan bahwa jarang ada pemerintah masuk ke daerah tersebut. Nah, ini berarti kurang tersentuh oleh pemerintah, apalagi di daerah-daerah yang terisolasi di daerah terpencil seperti itu. Jadi kami sekarang sudah mulai masuk, kami kerjasamakan dengan tokoh-tokoh adat, tokoh masyarakat, untuk memberikan program kepada mereka.
(***)
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.