Connect with us
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Prof. Dr. Yohana Susana Yembise, Dip. Apling,.MA:

“Bangkitlah Wanita Indonesia, Lawan Kekerasan dan Ketidakadilan”

Menteri PPPA Yohana Susana Yambise(Foto: Nyong Syarief/fakta.news)

Tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia masih rentan terjadi, terutama bagi kaum hawa yang sering menjadi korban keganasan kaum lelaki. Bentuk kekerasan yang kerap dialami perempuan pun beragam, mulai dari penyelundupan, kekerasan rumah tangga, penyekapan, pemerkosaan, perampokan, penganiayaan, pembunuhan, dan trafficking atau perdagangan perempuan dan anak-anak. Hal ini didominasi banyak faktor termasuk faktor ekonomi.

Adapun angka kekerasan terhadap perempuan pada tahun 2016 lalu mencapai 259 ribu kasus, diantaranya adalah kekerasan komunitas mencapai angka 3.092 kasus, kekerasan seksual sebanyak 2.290 kasus, kekerasan fisik 490 kasus, kekerasan psikis 83 kasus, juga buruh migran 90 kasus dan trafiking 139 kasus.

Untuk mengatasi masalah ini, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Susana Yembise tak duduk diam. Perempuan kelahiran Manokowari, Papua 59 tahun silam ini mengatakan, dirinya turun langsung ke lapangan, bahkan hingga ke pelosok negeri untuk melakukan pencegahan terhadap perempuan dan anak melalui sosialisasi kepada pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota, bahkan hingga ke desa-desa di Indonesia.

“Dengan adanya program Three ands, yakni menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak, mengakhiri perdagangan manusia, dan mengakhiri ketidak adilan atau kesenjangan terhadap kaum perempuan termasuk ekonomi, diharapkan dapat menurunkan angka tersebut,” ungkapnya.

Kepada, M Riz dan Nyong Syarief dari www.fakta.news, di ruang kerjanya Kementerian KPPA, Jl. Medan Merdeka Barat No. 15, Jakarta Pusat, Guru Besar Pendidikan Bahasa Inggris di Universitas Cendrawasi Jayapura ini, menjelaskan berbagai upaya kementeriannya dalam melakukan pencegahan terhadap kekerasan terhadap perempuan dan anak, hingga langkah pencegahan trafficking yang kian marak di Indonesia. Berikut wawancaranya:

Bagaimana kinerja Kemeterian PPPA sejauh ini dalam penanggulangan perempuan dan anak?

Saya di sini hanya melanjutkan tugas menteri terdahulu. Ada program-program yang sudah dicantumkan dalam renstra Kementerian PPPA, itu yang saya lanjutkan. Namun, sesuai dengan aturan Kementerian PPPA, kementerian ini merupakan kementerian koordinatif, tidak sama seperti kemeterian lain pada umumnya, seperti Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang sifatnya teknis dan mempunyai anggaran yang banyak. Sementara anggaran yang kami miliki tidak sampai Rp1 triliun, hanya setengah dari itu.

Nah, tugas Kementerian PPPA ada di klaster III, yakni hanya melakukan koordinasi ke daerah-daerah tingkat provinsi. Jika ada kejadian sesuatu, kanya hanya mengkoordinasikan saja dengan kepala-kepala daerah tersebut. Namun, karena Presiden Joko Widodo meminta agar seluruh Kabinet Kerja turun ke lapangan dengan tujuan “kerja, kerja, kerja” untuk membuat perubahan.  Akhirnya saya merombak semua aturan, saya turun hingga ke kabupaten maupun pedesaan. Itu yang saya lakukan saat ini, karena jika kita hanya duduk diam di ruangan tanpa turun ke lapangan, apa yang akan kita rasakan?

Daerah mana saja yang telah anda kunjungi selama menjabat?

Dengan dana yang sekecil ini, saya berusaha membuat gaungnya bisa terasa hingga ke seluruh pelosok negeri ini. Dengan adanya program three ands kita, yakni menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak, mengakhiri perdagangan manusia, dan mengakhiri ketidak adilan atau kesenjangan terhadap kaum perempuan dalam segala hal termasuk juga ekonomi dan lain-lain.

Jika dilihat, saat ini kaum laki-laki masih mendominasi semua lini. Oleh karena itu kami turun ke lapangan dan menyatakan bahwa “sudah saatnya perempuanitu bangkit,” berikan kesempatan kepada perempuan dan mengingatkan kepada pemerintah di daerah, baik tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota, bahwa urusan perempuan dan anak saat ini menjadi urusan wajib daerah juga yang harus dilaksanakan oleh pemerintah daerah.

Selain itu, kami juga mempunyai Gerakan Perempuan Kepala Keluarga Inovator Indonesia (Pekka-Perintis). Gerakan ini lahir dari kegelisahan Kementerian PPPA tentang persoalan kemiskinan perempuan kepala keluarga. Pekka-Perintis dimaksudkan untuk menghimpun, memperkuat, dan mendukung 100.000 Pekka-Perintis, atau satu desa/kelurahan minimal satu Pekka-Perintis.

Ketika meninjau Lapas wanita

Mengunjungi Lapas wanita dan anak di Lapas Wamena, Papua (Foto: .ucarecdn.com)

Gerakan ini juga merupakan inisiatif untuk memperluas jangkauan dan memperkuat peran penting perempuan secara umum dan perempuan kepala keluarga miskin secara khusus agar menjadi subyek serta penggerak masyarakat dalam menghapuskan kemiskinan melalui gerakan  Three Ends di Indonesia.

Pekka-Perintis ini telah dilatih oleh 104 Promotor Pekka-Perintis dari 34 Provinsi. Promotor telah mendata dan mendokumentasikan 1,800 orang Pekka-Perintis di wilayahnya masing-masing. Hingga saat ini telah terkumpul 1,800 orang Pekka-Perintis dari 34 Provinsi di Indonesia.  Mereka adalah perempuan kepala keluarga yang telah mengembangkan berbagai inovasi yang berguna bagi masyarakat sekitarnya.

Saat ini juga sedang dikembangkan Aplikasi Android Pekka-Perintis yang akan dipergunakan untuk menjangkau Pekka-Perintis di seluruh pelosok Indonesia. Pada akhir 2019 diharapkan paling tidak ada satu Pekka-Perintis di setiap desa di Indonesia yang akan menjadi motivator Gerakan Pekka-Perintis di Indonesia.  Mereka juga akan menjadi ujung tombak gerakan Three Ends yang telah dicanangkan oleh KPPPA pada tahun ini, yaitu gerakan mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak, mengakhiri perdagangan orang, dan mengakhiri ketidakadilan akses ekonomi untuk perempuan.

Berapa angka tingkat kekerasan perempuan dan anak berdasarkan versi Kementerian PPPA?

Saya melihat, jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yakni 2015 – 2016 cukup tinggi. Tapi sekarang, walaupun kekerasan itu masih ada di beberapa daerah, tapi sudah banyak yang melaporkan. Ini menunjukan bahwa masyarakat sudah mulai sadar untuk itu. Dulu memang masih tersembunyi karena dipandang hal itu adalah aib keluarga jika dilaporkan.

Tapi, sekarang dengan adanya UU, sosialisasi dari pemerintah yang terus dilakukan dengan massif ke seluruh Indonesia, dan juga melibatkan pemerintah daerah, dunia usaha, masyarakat, ELSM, termasuk media untuk mensosialisasikan, akhirnya sudah banyak yang berani melaporkan jika terdapat kekerasan terhada anak maupun perempuan tersebut. Ini kan menandakan masyarakat itu sudah mulai sadar, bahwa kekerasan itu sudah tidak diperbolehkan lagi.

Mengenai tingkat perdagangan orang. Berapa persen tingkat perdagangan orang sejauh ini yang diketahui?

Angka pastinya itu saya kurang hafal, tapi kalau tidak salah Indonesia termasuk di urutan ke tiga di dunia dalam hal perdagangan orang, termasuk anak. Dalam hal ini, kami tetap konsentrasi ke lima provinsi terbesar; Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusat Tenggara Timur (NTT). Kelima daerah ini merupakan kantong-kantong trafficking. Kami banyak mengarahkan program-program ke daerah-daerah itu dan juga mendeteksi dimana isu trafficking. Kami bekerjasama dengan Kepolisian dalam hal ini Bareskrim Polri untuk menangkap oknum-oknum yang menggunakan kesempatan tersebut.

Di dareah juga sudah dibentuk Community Watch.  Komunitas ini untuk persoalan perdagangan orang ini atau trafficking teresebut. Di sini kami ingin melibatkan masyarakat, tidak hanya pemerintah yang mengentaskan perdagangan orang, tapi juga masyarakat harus terlibat. Nah, sejauh ini sampai dengan tahun 2017 ini sudah terdapat 125 desa dan 121 Kabupaten/Kota di Indonesia yang memiliki Community Watch. Dianratanya adalah Boyolali, Cilacap, Sambas, Indramayu, Kupang, Pekanbaru, Wonogiri, Singkawang, dan Manado. Pokoknya di daerah-daerah sending area dan kantong transit perdagangan orang.

yohanaembise

Mengangkat anak-anak menjadi anak negara karena diterlantarkan orangtuanya (Foto: poskota.news)

Perdagangan orang ini tujuan paling besarnya ke mana?

Trafficking ini kebanyakan ke Arab Saudi dan Malaysia termasuk Turki. Sekarang mereka menjadikan umroh sebagai alasan. Setelah mereka tiba disana, mereka tidak kembali lagi. Itu merupakan laporan yang banyak saya terima. Hal ini perul dikerjasamakan, karena ini adalah masalah nasional untuk menyelamatkan perempuan-perempuan kita dan anaka-anak kita yang di eksploitasi. Begitu juga dengan kekerasan.

Kekerasan masih banyak laporan yang masuk. kekerasan ini agak sulit kami datakan, karena persoalan butuh waktu dan butu proses. Saat ini memang di daerah-daerah sudah banyak yang mulai melapor. Saya sangat senang karena masyarakat sudah mulai berani untuk melaporkan hal ini. Tahun 2018 nanti kami akan mengadakan survei besar-besaran untuk anak. Untuk itu saya minta kerjasama juga dengan BPS (Badan Pusat Statistik) untuk melihat bentuk-bentuk kekerasan, baik fisik, psikis, seksual, dan lain-lain. Untuk sementara ini, kami masih bergantung pada data-data yang di input oleh KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia).

Bagaimana dengan kesehatan anak Indonesia menurut anda?

Ya. Kesehatan ini juga merupakan tugas kita, terutama untuk angka kematian ibu dan anak yang cukup tinggi. Angka kematian ini juga ada hubungannya dengan pernikahan usia dini. Usia anak ini juga menjadi masalah setelah kami ambil datanya di beberapa daerah. Saya sudah membuat satu studi juga bahwa kebanyakan yang meninggal ini adalah anak-anak yang umurnya masih muda. Karena sistim resproduksinya yang belum siap, akhirnya banyak yang meninggal.

Apa langkah koordinatif yang dilakukan dengan Kemenkes terkait angka kematian ini?

Kami tetap punya kegiatan-kegiatan khusus kesehatan berdama dengan Kemenkes, yaitu dengan adanya Puskesmas-Puskesmas Ramah Perempuan dan Anak di seluruh Indonesia. Puskesmas ini sudah sampai ke desa-desa. Jadi kami tetap mendampinginya agar Puskesmas itu memperhatikan ibu-ibu, khususnya yang melahirkan dan bayi-bayinya juga harus diperhatikan dan penanganannya juga harus responsive, termasuk melihat pemenuhan kebutuhan hak-hak anak yang ada di Puskesmas. Puskesmas Ramah Anak ini sudah sebanyak 251 Puskesmas yang tersebar di 13 Provinsi dan 16 Kabupaten. Rumah sakit ramah anak ini kita jadikan sebagai model percontohan kepada Puskesmas lain.

Bagaimana sikap anda terhadap perlakuan anak di daerah-daerah terpencil seperti di Papua?

Kalau saya berfikir mereka kurang di jamah oleh pemerintah. Beberapa waktu lalu kami sempat ke daerah Wamena, Papua. Anak-anak disana memang kelihatan sehat, tapi kurang mendapat perhatian dari pemerintah daerah setempat. Saya juga sempat menanyakan apakah sering ada pemerintah turun ke sini (Wamena)? Mereka menyatakan bahwa jarang ada pemerintah masuk ke daerah tersebut. Nah, ini berarti kurang tersentuh oleh pemerintah, apalagi di daerah-daerah yang terisolasi di daerah terpencil seperti itu. Jadi kami sekarang sudah mulai masuk, kami kerjasamakan dengan tokoh-tokoh adat, tokoh masyarakat, untuk memberikan program kepada mereka.

(***)

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

DPR RI Minta Jepang Ajarkan ‘Smart Farming’ kepada Petani Muda Indonesia

Oleh

Fakta News
DPR RI Minta Jepang Ajarkan ‘Smart Farming’ kepada Petani Muda Indonesia
Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel, saat menerima delegasi dari partai berkuasa di Jepang, Liberal Democratic Party (LDP), di Ruang Delegasi, Gedung Nusantara III, DPR RI, Jakarta, Jumat (3/5/2024). Foto: DPR RI

Jakarta – DPR RI, melalui Wakil Ketua DPR RI Bidang Koordinator Industri dan Pembangunan (Korinbang) Rachmat Gobel, meminta Jepang untuk menerima petani muda Indonesia untuk belajar bertani dengan metode smart farming di negara tersebut. Hal itu ia sampaikan saat menerima delegasi dari partai berkuasa di Jepang, Liberal Democratic Party (LDP), di Ruang Delegasi, Gedung Nusantara III, DPR RI, Jakarta, Jumat (3/5/2024).

“Bukan untuk bekerja dan juga bukan untuk sekolah, tapi belajar praktik bertani yang baik dan berkualitas serta smart farming kepada petani muda Indonesia. Cukup satu tahun saja,” kata Gobel.

Gobel mengatakan, dunia sedangkan dihadapkan pada krisis pangan akibat perubahan iklim dan konflik geopolitik dunia. Perubahan iklim berdampak pada hadirnya cuaca panas yang tinggi atau curah hujan yang berlebihan dan tidak pasti. Sedangkan, konflik geopolitik berdampak pada kenaikan harga pupuk yang tinggi.

“Semua itu berakibat Indonesia melakukan impor beras dengan jumlah yang sangat besar. Padahal Indonesia adalah negara agraris, memiliki lahan yang luas, tanah yang subur, dan jumlah petani yang besar. Namun faktanya Indonesia harus impor beras dari berbagai negara seperti Myanmar, Vietnam, Thailand, India, dan Cina,” jelas Politisi Fraksi Partai NasDem itu.

Di sisi lain, kata Gobel, Jepang adalah negara yang memiliki keunggulan teknologi sehingga bisa menghasilkan produktivitas pertanian yang besar dan kemampuan menghadapi perubahan iklim. Selain itu, katanya, produk pertanian Jepang dikenal dengan cita rasa yang lezat dan memiliki harga yang bagus. Ia juga meminta Jepang mengajarkan pembuatan pupuk organik dan smart farming. Teknologi penggilingan beras Jepang, katanya, juga menghasilkan beras yang berkualitas.

Walaupun sudah melakukan impor beras dengan jumlah sangat besar, kata Gobel, secara ironis harga beras di Indonesia tetap tinggi.

“Harga beras premium di Indonesia mendekati harga beras di Jepang. Padahal kualitasnya sangat berbeda. Tentu ini memprihatinkan,” kata pria yang pernah ditunjuk Presiden Jokowi sebagai Utusan Khusus untuk Jepang tersebut.

Selain itu, katanya, karena jumlah petani di Indonesia sangat besar maka membangun pertanian akan secara otomatis akan meningkatkan kesejahteraan penduduk Indonesia.

“Jumlah penduduk Indonesia juga sangat besar. Jadi memecahkan masalah kebutuhan pokok ini akan sangat fundamental bagi kemajuan dan stabilitas Indonesia. Untuk itu, saya berharap Jepang dan Indonesia bisa meningkatkan kerja sama yang lebih erat di bidang pertanian ini,” jelasnya.

Selain itu, Gobel juga menyampaikan tentang pentingnya Jepang membagi teknologinya dalam pengolahan air bersih. Hingga saat ini, katanya, masalah penyediaan air bersih yang sehat masih merupakan tantangan besar bagi Indonesia.

“Air bersih higienis sangat penting dalam mengatasi stunting dan penyakit kulit. Dua hal ini masih merupakan problem mendasar bagi masyarakat lapis bawah Indonesia dan bagi peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Jepang memiliki kemampuan dan teknologi pengolahan air bersih yang sehat,” katanya.

Jika masalah pertanian dan penyediaan air bersih bisa diatasi Indonesia, kata Gobel, maka ekonomi Indonesia akan tumbuh lebih baik lagi. “Ini tentu saja juga akan baik bagi ekonomi kawasan di Asia Tenggara dan akan memiliki dampak yang baik pula bagi ekonomi Jepang. Jadi ini kerja sama yang sifatnya saling menguntungkan,” katanya.

Adapun Delegasi Jepang itu dipimpin oleh Ketua Badan Riset Kebijakan LDP, Tokai Kisaburo. Sedangkan anggota delegasinya antara lain Ketua Harian Badan Riset Kebijakan LDP Shibayama Masahito dan Kepala Sekretariat Badan Riset Kebijakan LDP Nakai Toyoron. Hadir pula Wakil Dirjen untuk urusan Asia Tenggara dan Asia Barat Daya Kementerian Luar Negeri Jepang Hayashi Makoto serta Duta Besar Jepang untuk Indonesia Yasushi Masahi.

Baca Selengkapnya

BERITA

Tindakan Penyimpangan Turis Nakal di Bali Harus Ditangani secara Bijaksana

Oleh

Fakta News
Tindakan Penyimpangan Turis Nakal di Bali Harus Ditangani secara Bijaksana
Anggota Komisi III DPR RI I Wayan Sudirta dalam foto bersama usai mengikuti pertemuan Kunjungan Kerja Reses Komisi III DPR RI di Denpasar, Bali. Foto: DPR RI

Denpasar – Tim Komisi III DPR RI melakukan Kunjungan Kerja Reses ke Denpasar, Bali. Salah satu yang disoroti Komisi III dalam Kunker Reses ini adalah banyaknya turis yang melakukan tindakan penyimpangan, seperti pelanggaran adat maupun tindakan semena-mena lainnya. Tak ayal,  tindakan tersebut kerap menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat setempat.

Menanggapi hal itu, Anggota Komisi III DPR RI I Wayan Sudirta berharap kepada Kapolda Bali Ida Bagus Kade Putra Narendra agar penanganan yang bijak terhadap pelanggaran, sambil tetap memperhatikan dan menghormati adat serta budaya Bali.

Oleh karena, menurut I Wayan, bahwa Bali memiliki cara tersendiri untuk menangani turis yang berulah. Sehingga, tidak bisa serta merta langsung dilakukan deportasi.

“Karena bagaimana pun orang Bali hidup dari sektor pariwisata. Sehingga sudah tidak asing dengan keberadaan turis. Namun, jangan juga sampai terlalu lemah karena turis yang berulah akan mengotori pariwisata-pariwisata yang ada, sehingga malah Bali bisa jatuh perekonomiannya. Jadi harus dicari solusi yang bijak,” ungkap I Wayan dalam pertemuan di Denpasar, Bali, Jumat (3/5/2024).

Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu pun menyampaikan apresiasinya terhadap Kapolda Bali beserta segenap jajarannya karena telah berhasil menangani banyak kasus dengan pendekatan restorative justice. Selain itu, Polda Bali juga dinilai telah bekerja sama baik dengan lembaga imigrasi yang berada di bawah lingkup Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenkumham Provinsi Bali dalam penanganan kasus penyimpangan turis.

“Saya juga tentunya mengapresiasi Kapolda Bali dan segenap jajaran atas kinerjanya. Bagaimana mereka mengawasi, serta menindak pelaporan-pelaporan yang ada rerlebih mengedepankan restorative justice sebagai jalan keluar penanganan kasus,” pungkasnya.

Menanggapi masukan tersebut, Kapolda Bali Ida Bagus Kade Putra Narendra juga sepakat dengan gagasan I Wayan Sudirta bahwa penanganan terhadap turis yang berulah harus dilakukan dengan hati-hati. Khususnya, mempertimbangkan dampaknya terhadap sektor pariwisata dan kelestarian budaya Bali.

“Kami akan bekerja sama, jika diperlukan lintas sektoral untuk menemukan solusi yang menghormati adat, budaya, dan kepentingan ekonomi masyarakat Bali,” ujar Ida Bagus.

Kunjungan kerja reses ini diharapkan dapat menjadi langkah awal menuju penanganan yang lebih baik terhadap turis nakal di Bali. Dengan pendekatan yang bijaksana dan kolaborasi lintas sektoral antara Kapolda Bali, institusi terkait, serta pemerintah daerah, diharapkan akan tercipta lingkungan pariwisata yang lebih aman, nyaman, dan berkelanjutan bagi wisatawan dan masyarakat setempat.

Baca Selengkapnya

BERITA

Peredaran Narkoba Beralih ke Ranah Daring, Johan Budi Minta Perkuat BNNP

Oleh

Fakta News
Peredaran Narkoba Beralih ke Ranah Daring, Johan Budi Minta Perkuat BNNP
Anggota Komisi III DPR Johan Budi saat bertukar cenderamata usai Rapat Kerja Tim Kunjungan Kerja Reses Komisi III DPR RI dengan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) di Denpasar, Bali, Kamis (02/05/2024). Foto: DPR RI

Denpasar Komisi III DPR RI mengungkapkan kekhawatirannya terhadap meningkatnya modus operandi peredaran narkoba yang beralih ke ranah daring (online) melalui platform media sosial dengan menggunakan modus kamuflase. Pernyataan ini disampaikan Anggota Komisi III DPR Johan Budi dalam Rapat Kerja Tim Kunjungan Kerja Reses Komisi III DPR RI dengan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) di Denpasar, Bali, Kamis (02/05/2024).

“Menarik sekali yang disampaikan BNN Provinsi Bali. Mereka menjelaskan adanya jual beli narkoba melalui online. Nah ini cukup mengagetkan buat saya, kok bisa narkoba ini diperjual belikan melalui online, hal ini terungkap ketika BNNP Bali menangkap tersangka di lapangan,” ungkapnya.

Dalam konteks ini, Johan Budi menekankan perlunya penguatan pada Badan Narkotika Nasional (BNN) untuk menghadapi perubahan modus operandi tersebut. Menurutnya, modus operandi peredaran narkoba akan selalu berubah-ubah. Untuk itu, perlu penguatan-penguatan kepada BNN agar lebih maksimal dalam memberantas peredaran narkoba ini. Selain itu, lanjutnya, kekurangan sumber daya manusia menjadi salah satu faktor, terutama di daerah, ada sebagian yang juga pegawainya atau penyidiknya cuma sedikit.

“Ini problem laten yang perlu segera diperbaiki. Saya sendiri ketika rapat dengan BNN di Komisi III mengusulkan, agar BNN ini diberi penguatan, termasuk penyediaan sumber daya manusia, infrastruktur yang ada di daerah, termasuk soal rehabilitasi,” pungkas Legislator Dapil Jatim VII ini.

Johan menambahkan, pusat rehabilitasi narkoba ini juga menjadi sangat penting dalam kaitannya dengan restorative justice bagi para pengguna narkoba. Pengguna narkoba, tambahnya, di beberapa negara itu dikategorikan sebagai korban, bukan pelaku, bukan tersangka, sehingga pusat rehabilitasi menjadi penting. Jadi yang sebetulnya tersangka itu seharusnya pengedar dan bandar.

“Menurut saya untuk pengguna narkoba dapat diselesaikan melalui restorative justice, dengan mendapatkan kesempatan untuk dilakukan rehabilitasi medis ataupun sosial, tanpa harus menunggu putusan dari pengadilan,” tutup Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini.

Johan berharap pertemuan Kunker Reses ini diharapkan dapat menjadi momentum bagi berbagai pihak, termasuk pemerintah dan lembaga terkait. Selain itu juga untuk mengimplementasikan strategi yang lebih efektif dalam mengatasi peredaran narkoba yang semakin canggih dan menyebar melalui platform digital. Langkah-langkah preventif dan represif yang terintegrasi diharapkan dapat mengurangi dampak negatif peredaran narkoba di masyarakat.

Baca Selengkapnya