Connect with us
DPR RI

Ketua BKSAP Promosikan Peran Parlemen dalam Pemberantasan Korupsi di Forum GOPAC

Ketua BKSAP Promosikan Peran Parlemen dalam Pemberantasan Korupsi di Forum GOPAC
Ketua BKSAP DPR RI Dr. Fadli Zon saat memimpin Dialog Parlemen tentang 20 tahun Konvensi Antikorupsi PBB (UNCAC) di Doha, Qatar. Foto: DPR RI

Jakarta – Delegasi Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI yang tergabung dalam Organisasi Parlemen Dunia Anti-Korupsi (GOPAC) aktif mempromosikan pentingnya peran dan keterlibatan parlemen dalam pemberantasan korupsi global pada rangkaian Dialog Parlemen tentang Konvensi Antikorupsi PBB/Parliamentary Dialogue on UNCAC dan Annual General Meeting yang berlangsung di Doha, Qatar, pada 8-9 Maret 2023.

Ketua BKSAP DPR RI yang juga merupakan Wakil Ketua jaringan antar parlemen global anti-korupsi GOPAC, Dr. Fadli Zon, dalam memimpin Dialog Parlemen tentang 20 tahun Konvensi Antikorupsi PBB (UNCAC), menekankan perlunya komitmen kuat parlemen dan pihak terkait untuk memastikan efektivitas implementasi konvensi tersebut.

“Parlemen harus berada di garis terdepan untuk memastikan implementasi penuh UNCAC di tiap negara. Karena efektivitas dan kesuksesan implementasi UNCAC bergantung pada situasi sosial politik dan sistem hukum yang berbeda, parlemen harus mampu mengadaptasi komitmen global ini agar sesuai dengan konteks nasional masing-masing negara, dan memastikan implementasinya di tingkat nasional untuk pemberantasan korupsi dan memenuhi kebutuhan rakyat secara substansial,” tutur Fadli dalam pernyataan resminya membuka forum diskusi pada hari pertama penyelenggaraan konferensi, Rabu (8/3/2023).

Sebagai satu-satunya instrumen internasional yang mengikat secara hukum tentang anti-korupsi, sejak diadopsi pada tahun 2003 dalam Sidang Umum PBB, UNCAC telah mencapai kepatuhan yang hampir universal dengan disetujui dan diterapkan oleh 189 negara di seluruh dunia. Termasuk juga Indonesia, yang telah menandatangani Konvensi tersebut pada 18 Desember 2003 di Merida, Meksiko, dan secara penuh meratifikasinya dalam UU No. 7 tahun 2006 pada 19 September 2006.

Pada dialog yang dipimpin Fadli Zon tersebut, para ahli dan anggota parlemen yang hadir sepakat bahwa peran parlemen sangat signifikan, tidak hanya dalam menerjemahkan komitmen global UNCAC dalam kerangka kebijakan nasional melalui ratifikasi, tetapi juga dalam pengawasan terhadap implementasinya yang dilakukan oleh pemerintah.

Resolusi PBB 8/14 yang diadopsi pada Conference of the State Parties (CoSP) UNCAC sesi ke-8 tahun 2019 juga menegaskan bahwa parlemen dan anggota parlemen memiliki peran kunci dalam pemberantasan korupsi. “Kami mengharapkan kemitraan yang lebih kuat dan strategis antara parlemen dengan pemerintah, organisasi masyarakat sipil, mitra internasional dan lembaga pembangunan untuk memperkuat peran dan kapasitas parlemen dalam bidang ini,” lanjut Fadli.

Sebelum rangkaian forum utama dimulai, Fadli Zon diundang untuk melakukan pertemuan bilateral dengan Ketua Parlemen Qatar, H.E. Hassan bin Abdullah Al-Ghanim pada Rabu (8/3). Pada pertemuan tersebut, Ketua Parlemen Qatar meminta dukungan dari DPR RI terkait kerja sama Emergency Item terkait ‘Kriminalisasi penghinaan terhadap agama dan penyebaran kebencian, serta mempromosikan koeksistensi, toleransi, perdamaian, dan keamanan internasional’ yang diajukan Qatar pada Sidang Umum Inter-Parliamentary Union (IPU) yang akan diselenggarakan di Manama, Bahrain, pada 11-15 Maret 2023.

Fadli Zon yang akan menjadi Ketua Delegasi DPR RI pada sidang IPU mendatang, menyatakan siap bersinergi dan berdiskusi lebih lanjut terkait dukungan Indonesia terhadap isu tersebut. “Tidak hanya anti-korupsi yang kita bahas dan sepakati bersama dalam forum ini, tetapi juga kesamaan pandangan bahwa Islamofobia juga harus dikecam dan dihentikan, karena hal tersebut menunjukkan intoleransi yang nyata dan memicu konflik,” tuturnya dalam mendukung Emergency Item yang diajukan oleh Ketua Parlemen Qatar tersebut.

Pada hari kedua, Kamis (9/3), Fadli Zon yang juga merupakan Ketua jaringan regional GOPAC di Asia Tenggara (SEAPAC) turut mendampingi Ketua GOPAC, H.E. Dr. Ali Fetais Al-Marri dalam memimpin Annual General Meeting/Rapat Tahunan organisasi. Pada penyampaian laporan tiap kawasan, Fadli Zon menjelaskan fokus SEAPAC untuk memperkuat kapasitas parlemen Asia Tenggara dalam bidang anti-korupsi.

“Di tahun 2023, SEAPAC telah sepakat untuk menyusun berbagai produk riset dan analisis terkait isu anti-korupsi di kawasan untuk memperkuat kapasitas parlemen, salah satunya terkait panduan pengawasan transparansi dan pengelolaan utang luar negeri, serta status implementasi UNCAC di negara-negara Asia Tenggara,” ujar Fadli Zon pada rapat tersebut.

Di sela-sela rangkaian kegiatan selama dua hari ini, delegasi DPR RI yang juga terdiri dari Wakil Ketua BKSAP Mardani Ali Sera dan Achmad Hafisz Tohir, serta Anggota BKSAP Ina Ammania dan Ravindra Airlangga, juga bertemu dan mengeksplorasi potensi kerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan di bidang anti-korupsi global melalui kerangka GOPAC; antara lain Mantan Ketua Komite Ad-Hoc Negosiasi UNCAC H.E. Muhyieddeen Shaban, Ketua Anti-Korupsi dan Kejahatan Ekonomi UNODC Giovanni Gallo, Direktur Kerja Sama dan Inklusi Sosial UNITAR Alex Meija, serta para anggota parlemen yang mewakili wilayah Afrika, Arab, Amerika Latin, dan Oseania.

Forum ini dihadiri oleh delegasi parlemen dari 26 negara, dari total 64 parlemen dunia yang tergabung dalam jaringan GOPAC. Pertemuan ini dilaksanakan setiap tahun untuk memfasilitasi pertukaran informasi dan praktik terbaik antar anggota parlemen mengenai berbagai kerja sama anti-korupsi meliputi pencegahan, penegakkan hukum dan pemidanaan, kerja sama internasional, bantuan teknis, pemulihan aset dan mekanisme peninjauan implementasi Konvensi Anti-Korupsi PBB.

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Target APK Pendidikan Tinggi Tidak Mungkin Tercapai Jika Biaya Kuliah Mahal

Oleh

Fakta News
Target APK Pendidikan Tinggi Tidak Mungkin Tercapai Jika Biaya Kuliah Mahal
Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah saat kunjungan kerja reses di Kota Medan, Sumatera Utara, Senin (06/05/2024). Foto : DPR RI

Medan – Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap mahalnya biaya pendidikan tinggi di perguruan tinggi negeri. Menurutnya, dengan mahalnya biaya pendidikan tinggi itu dapat menghambat pencapaian target pemerintah dalam meningkatkan Angka Partisipasi Kasar (APK) perguruan tinggi. Menurut data tahun 2023, APK untuk laki-laki hanya 29,12 persen dan untuk perempuan 33,87 persen, angka yang jauh dari target yang diharapkan.

Konsekuensinya, tambah Ledia, dengan biaya pendidikan yang sangat mahal  itu banyak calon mahasiswa yang terhambat untuk melanjutkan pendidikan. “Dengan mahalnya perguruan tinggi negeri ini, bagaimana mungkin kita bisa mencapai target APK yang lebih baik jika banyak anak-anak kita yang tidak mampu melanjutkan pendidikan karena biaya?” ujar Ledia kepada Parlementaria, di Kota Medan, Sumatera Utara, Senin (06/05/2024).

Diketahui, Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi (PT) adalah perbandingan antara jumlah penduduk yang masih bersekolah di jenjang pendidikan Perguruan Tinggi (PT) (tanpa memandang usia penduduk tersebut) dengan jumlah penduduk yang memenuhi syarat resmi penduduk usia sekolah di jenjang pendidikan Perguruan Tinggi (PT) (umur 19- 23 tahun).

Ledia pun mengkritik sistem Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang berlaku di banyak perguruan tinggi, yang menurutnya masih memberatkan bagi sebagian besar calon mahasiswa. “Ada perguruan tinggi dengan sistem UKT yang sangat tinggi, dan ada pula yang menengah namun tetap mahal, belum lagi adanya uang pangkal yang harus dibayar di awal,” ujar politisi Alumni Master Psikologi Terapan dari Universitas Indonesia ini.

Ledia juga menyoroti perlunya sebuah sistem pendidikan tinggi yang lebih pro kepada masyarakat, terutama bagi warga negara Indonesia yang memiliki kemampuan akademis namun ada keterbatasan ekonomi. “Kita perlu membuat sistem yang lebih baik, yang lebih mendukung anak-anak kita untuk bisa kuliah tanpa dibebani biaya yang tidak mampu mereka tanggung,” ujar Politisi Fraksi PKS ini.

Lebih lanjut, Ledia menegaskan bahwa pendidikan tinggi harus diakses oleh semua lapisan masyarakat. “Kita membuat kampus itu mandiri, namun bukan berarti kita bisa mengabaikan warga negara Indonesia, terutama anak-anak muda kita yang sebenarnya punya kemampuan dalam akademisnya tapi tidak dalam ekonominya,” ujarnya.

Kebijakan saat ini, menurut Ledia, harus segera dibahas dan diperbaiki, dengan keterlibatan langsung dari kampus-kampus dan pemerintah untuk mencari solusi yang efektif. “Perlu ada diskusi serius antara pemerintah dengan perguruan tinggi untuk menata ulang sistem pendanaan pendidikan tinggi di negara kita,” tutur Ledia.

Dalam mencari solusi, Ledia juga menyarankan agar perguruan tinggi negeri bisa terhubung lebih baik dengan program beasiswa dan bantuan finansial lainnya yang bisa membantu meringankan beban mahasiswa. “Harus ada lebih banyak opsi beasiswa dan bantuan finansial yang dapat diakses oleh mahasiswa yang membutuhkan,” ucap Ledia.

Ledia berharap bahwa dengan perbaikan sistem yang lebih inklusif dan mendukung, Indonesia bisa mencapai tujuan menjadi negara dengan sumber daya manusia yang unggul pada 2045. “Ini semua tentang membangun fondasi yang kuat untuk pendidikan tinggi di Indonesia, memastikan semua anak berhak dan mampu mendapatkan pendidikan yang layak,” pungkasnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

Geramnya Komisi II terhadap Biaya PBB yang Membengkak Akibat Sertifikat Tanah

Oleh

Fakta News
Geramnya Komisi II terhadap Biaya PBB yang Membengkak Akibat Sertifikat Tanah
Anggota Komisi II DPR RI Rosiyati MH Thamrin saat Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi II ke Maros, Sulawesi Selatan, Senin (06/05/2024). Foto : DPR RI

Maros – Anggota Komisi II DPR RI Rosiyati MH Thamrin mengecam kebijakan terkait sertifikat tanah yang merugikan masyarakat. Dalam pernyataannya, ia menyampaikan keprihatinannya terhadap biaya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang melonjak drastis setelah penerbitan sertifikat tanah.

“Sangat disayangkan melihat betapa besarnya biaya PBB yang harus ditanggung masyarakat setelah memiliki sertifikat tanah. Hal ini menjadi hambatan besar bagi petani dan pengguna lahan lainnya untuk mendaftarkan tanah mereka,” ujar Rosiyati MH Thamrin saat Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi II ke Maros, Sulawesi Selatan, Senin (06/05/2024).

Menurutnya, masyarakat enggan membuat sertifikat tanah karena adanya komponen biaya PBB yang meningkat secara signifikan setelah kepemilikan tanah tersebut bersertifikat. Hal ini berdampak negatif terutama bagi para petani dan pengguna lahan lainnya yang mayoritas hidup dengan penghasilan terbatas.

Rosiayati pun menyerukan pentingnya koordinasi antara pemerintah daerah dan Dinas Pajak untuk meninjau ulang kebijakan terkait tarif PBB. “Saya berharap agar Dinas Pajak dapat mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat yang terdampak dan menyesuaikan tarif PBB dengan lebih adil,” tambahnya.

Kemudian, Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu juga menegaskan bahwa pembenahan terhadap kebijakan tersebut penting dilakukan agar masyarakat merasa lebih terbantu dan terjamin hak-haknya atas tanah yang mereka miliki.

“Pemerintah harus fokus pada upaya mempermudah akses masyarakat terhadap kepemilikan tanah dengan biaya yang terjangkau, sehingga tidak menghambat pembangunan dan kesejahteraan masyarakat,” tutupnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

PON XXI Sebentar Lagi, Pembangunan Venue Ternyata Belum Tuntas!

Oleh

Fakta News
PON XXI Sebentar Lagi, Pembangunan Venue Ternyata Belum Tuntas!
Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah saat mengikuti Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi X DPR RI, di Kota Medan Sumatera Utara, Senin (06/05/2024). Foto: DPR RI

Medan – Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah mengungkapkan, kekhawatirannya terkait kesiapan pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI yang dijadwalkan pada September 2024 di Aceh dan Sumatera Utara. Ledia menyatakan bahwa meskipun pemerintah daerah telah berkomitmen dengan mengalokasikan dana besar, masih terdapat kekurangan yang perlu ditangani oleh pemerintah pusat.

“Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah mengeluarkan anggaran sekitar Rp2,1 triliun, dan belum lagi dari Pemerintah Kabupaten/Kota dari APBD untuk pembangunan venue dan lain-lain. Namun, ada beberapa hal penting yang masih harus di-cover oleh pemerintah pusat,” ujar Ledia, Medan, Sumatera Utara, Senin (6/5/2024).

Menurutnya, masih ada kebutuhan dana tambahan untuk menyelesaikan infrastruktur yang belum rampung. “Persoalnnya ada hal yang harus dicover oleh pemerintah pusat, apakah itu bisa selesai atau enggak. Kita belum tahu sampai sekarang pemerintah daerah juga enggak bisa apa-apa, itu sangat tergantung dari pusat,” ujarnya.

Ledia juga menyampaikan bahwa Komisi X DPR RI telah mengusulkan agar penundaan PON hingga awal tahun 2025 untuk memastikan semua persiapan bisa tuntas. “Beberapa dari kami sudah mengusulkan untuk ditunda sampai Januari atau Februari 2025 sehingga penyelenggaraannya bisa berjalan dengan baik dan tidak terburu-buru,” tegas Ledia.

Selain itu, Ledia menekankan bahwa ada kesamaan situasi dengan PON sebelumnya di Papua, yang juga harus diundur karena pandemi COVID-19. “Situasinya serupa dengan apa yang terjadi di Papua. Jika memang belum siap, jangan dipaksakan,” tegasnya.

Ledia juga berharap dengan waktu yang masih ada, bisa di optimalkan dengan baik. “Harapan nanti penyelenggarannya bisa berjalan dengan baik, karena ini baru pertama kali diselenggarakan di dua  provinsi, belum lagi setelah itu ada peparnas untuk disabilitas. Nah jadi memang harusnya lebih matang, kalau memang belum siap jangan dipaksakan,” ungkap Ledia.

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah berkomitmen untuk juga menggunakan venue yang sudah ada dengan memperbaikinya. Namun, Ledia menyatakan, “Sekarang ini yang ditunggu adalah dukungan anggaran dari pemerintah pusat, bisa atau tidak,” ungkapnya.

Ditambah lagi, menurut Ledia, “Telah dianggarkan dari Kementerian Pemuda dan Olahraga sebanyak Rp300 miliar untuk biaya operasional seperti pembayaran wasit dan juri, namun untuk infrastruktur, kecepatan penyelesaian dari pemerintah pusat masih menjadi tanda tanya”.

Kekhawatiran terus mengemuka seiring dengan mendekatnya waktu pelaksanaan PON XXI, dengan banyak pihak berharap agar pemerintah pusat dapat segera mengambil tindakan untuk menyelesaikan persiapan yang masih tertunda.

Baca Selengkapnya