Connect with us

Wapres Ma’ruf Harapkan Diaspora Indonesia di Jepang Jadi Duta Negara untuk Jaga Hubungan Baik Indonesia – Jepang

Tokyo – Sebagai salah satu agenda kunjungannya di Jepang, Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin dan Ibu Hj. Wury Ma’ruf Amin menghadiri undangan dialog dengan warga negara Indonesia (WNI) di Jepang dan jamuan santap siang di Wisma Duta Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI), 5 Chome 2-26, Higashigotanda, Shinagawa City, Tokyo, Senin (26/9/2022).

Dalam arahannya, Wapres berharap para diaspora Indonesia di Jepang terus berkontribusi positif dan menjadi duta negara dalam menjaga hubungan baik Indonesia – Jepang.

“Kehadiran diaspora Indonesia di Jepang dapat berkontribusi secara positif, menjadi duta Indonesia, memberikan karya terbaik, mematuhi hukum setempat, saling jaga silaturahmi, dan saling membantu,” pesannya.

Lebih jauh, Wapres menuturkan bahwa tahun depan Indonesia dan Jepang akan merayakan 65 tahun hubungan bilateral. Menurutnya, akan ada banyak kegiatan yang disiapkan oleh KBRI Tokyo dan KJRI Osaka yang juga melibatkan diaspora Indonesia di Jepang.

“Saya berharap hubungan persahabatan antara kedua negara yang telah berjalan lebih dari enam dekade akan semakin erat dan memberikan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat kedua negara,” harapnya.

Lebih lanjut, Wapres mengungkapkan bahwa dirinya sore ini akan melakukan kunjungan kehormatan (courtesy call) kepada Perdana Menteri (PM) Jepang Kishida Fumio di Istana Akasaka.

Pertemuan ini, kata Wapres, akan ia manfaatkan untuk menindaklanjuti hasil kunjungan Presiden Joko Widodo ke Jepang akhir Juli 2022 lalu dan membahas beberapa kepentingan Indonesia, khususnya penguatan kerja sama ekonomi, ketenagakerjaan, kesehatan, dan peningkatan kapasitas SDM.

“Saya (juga) ingin mendorong kerjasama potensial Indonesia dan Jepang utamanya pengembangan ekonomi syariah dan industri halal, pada sektor unggulan yaitu makanan, kosmetika, fesyen, dan pariwisata,” sebutnya.

Wapres pun menegaskan bahwa Indonesia siap menjadi mitra utama Jepang dalam mengembangkan bisnis halal dengan memanfaatkan kemampuan UMKM yang terfokus pada kesejahteraan masyarakat.

“Saya harap diaspora Indonesia di Jepang dapat mendukung rencana ini,” pintanya.

Terkait pengembangan UMKM, pada kesempatan ini Wapres mengapresiasi adanya upaya pemberdayaan UMKM di Jepang oleh WNI melalui UKM Center yang difasilitasi oleh KBRI Tokyo dan didukung oleh sinergi perbankan dan kantor BUMN cabang Tokyo. Termasuk pendirian Halal Vending Machine milik WNI di Jepang.

“Hal-hal seperti ini perlu terus dikembangkan untuk mendukung percepatan pemulihan ekonomi nasional pasca pandemi,” harapnya.

Terakhir, Wapres berpesan kepada para diaspora Indonesia di Jepang agar terus menjaga jatidiri sebagai bangsa Indonesia dengan terus memegang teguh dan mengamalkan Pancasila serta menghargai kebhinekaan.

“Pesan saya bagi Bapak/Ibu yang jauh dari tanah air untuk senantiasa menjaga kekayaan Indonesia yang terbesar yaitu Pancasila dan kebhinekaan,” tuturnya.

Jika ada kesulitan, Wapres meminta para diaspora Indonesia agar tidak ragu untuk menghubungi KBRI Tokyo dan KJRI Osaka.

“Namun, Bapak/Ibu diaspora Indonesia juga harus membantu Perwakilan kita di Jepang dengan cara lapor diri melalui aplikasi Portal Peduli WNI, ibaratnya tak kenal maka tak sayang,” pesannya.

Dengan terdatanya para diaspora, tutur Wapres, maka Perwakilan RI akan lebih mudah memberikan bantuan dan perlindungan saat diperlukan.

“Misalnya apabila terjadi bencana alam, datanya sudah ada di KBRI/KJRI,” pungkasnya.

Sebelumnya, Duta Besar Republik Indonesia (Dubes RI) untuk Jepang Heri Akhmadi memperkenalkan para diaspora Indonesia yang hadir secara hybrid di antaranya yang berasal dari KJRI Osaka, Bank Indonesia Tokyo, Bank Negara Indonesia Tokyo, Garuda Indonesia Tokyo, Pertamina Tokyo, APIJ (Asosiasi Pengusaha Indonesia di Jepang), Keluarga Masyarakat Islam Indonesia (KMII), Kerukunan Masyarakat Kristen Indonesia Jepang (KMKI), Kerukunan Masyarakat Hindu, Kerukunan Masyarakat Budha, Indonesian Community in Japan (ICJ), Paguyuban Nagoya, serta Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang.

Kemudian, pada kesempatan ini ia juga menyampaikan suka cita atas kunjungan Wapres beserta Ibu Hj. Wury Ma’ruf Amin ke Jepang dan menyempatkan diri bersua dengan para diaspora Indonesia.

Lebih jauh, Dubes Heri memaparkan kiprahnya dalam rangka memberikan pelayanan dan melindungi WNI yang tinggal di negara berjuluk “negeri matahari terbit” ini.

“KBRI Tokyo telah melakukan upaya maksimal untuk memfasilitasi WNI yang mengalami masalah/musibah antara lain melalui pembinaan kepada masyarakat WNI, terutama daerah-daerah dengan jumlah WNI yang besar,” tuturnya.

Selain itu, ia juga terus melakukan optimalisasi pendataan WNI di Jepang dengan melibatkan masyarakat sebagai Tenaga Harian Lepas (THL) untuk membantu pencatatan WNI yang mulai menetap di Jepang.

“Selain itu, KBRI juga melaksanakan kegiatan Indonesia Friendship Day (IFD) di sejumlah kota besar di Jepang guna melaksanakan pelayanan kekonsuleran sekaligus ramah tamah Dubes RI dengan tokoh masyarakat Indonesia,” ujarnya.

Sebagai informasi, hingga Desember 2021, jumlah total WNI di Jepang mencapai 59.820 orang yang terdiri dari pemegang ijin tinggal permanent resident, temporary resident, pemagang, pelajar, istri/suami WN Jepang, visa untuk aktivitas tertentu dan lain-lain. Dari total jumlah WNI tersebut, pemagang merupakan jumlah terbesar yaitu sekitar 25.007 orang disusul oleh pemilik ijin tinggal permanent resident 7.077 orang, dan tenaga kerja berketerampilan khusus (Specified Skilled Worker/SSW) sebanyak 5.855 orang.

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Target APK Pendidikan Tinggi Tidak Mungkin Tercapai Jika Biaya Kuliah Mahal

Oleh

Fakta News
Target APK Pendidikan Tinggi Tidak Mungkin Tercapai Jika Biaya Kuliah Mahal
Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah saat kunjungan kerja reses di Kota Medan, Sumatera Utara, Senin (06/05/2024). Foto : DPR RI

Medan – Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap mahalnya biaya pendidikan tinggi di perguruan tinggi negeri. Menurutnya, dengan mahalnya biaya pendidikan tinggi itu dapat menghambat pencapaian target pemerintah dalam meningkatkan Angka Partisipasi Kasar (APK) perguruan tinggi. Menurut data tahun 2023, APK untuk laki-laki hanya 29,12 persen dan untuk perempuan 33,87 persen, angka yang jauh dari target yang diharapkan.

Konsekuensinya, tambah Ledia, dengan biaya pendidikan yang sangat mahal  itu banyak calon mahasiswa yang terhambat untuk melanjutkan pendidikan. “Dengan mahalnya perguruan tinggi negeri ini, bagaimana mungkin kita bisa mencapai target APK yang lebih baik jika banyak anak-anak kita yang tidak mampu melanjutkan pendidikan karena biaya?” ujar Ledia kepada Parlementaria, di Kota Medan, Sumatera Utara, Senin (06/05/2024).

Diketahui, Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi (PT) adalah perbandingan antara jumlah penduduk yang masih bersekolah di jenjang pendidikan Perguruan Tinggi (PT) (tanpa memandang usia penduduk tersebut) dengan jumlah penduduk yang memenuhi syarat resmi penduduk usia sekolah di jenjang pendidikan Perguruan Tinggi (PT) (umur 19- 23 tahun).

Ledia pun mengkritik sistem Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang berlaku di banyak perguruan tinggi, yang menurutnya masih memberatkan bagi sebagian besar calon mahasiswa. “Ada perguruan tinggi dengan sistem UKT yang sangat tinggi, dan ada pula yang menengah namun tetap mahal, belum lagi adanya uang pangkal yang harus dibayar di awal,” ujar politisi Alumni Master Psikologi Terapan dari Universitas Indonesia ini.

Ledia juga menyoroti perlunya sebuah sistem pendidikan tinggi yang lebih pro kepada masyarakat, terutama bagi warga negara Indonesia yang memiliki kemampuan akademis namun ada keterbatasan ekonomi. “Kita perlu membuat sistem yang lebih baik, yang lebih mendukung anak-anak kita untuk bisa kuliah tanpa dibebani biaya yang tidak mampu mereka tanggung,” ujar Politisi Fraksi PKS ini.

Lebih lanjut, Ledia menegaskan bahwa pendidikan tinggi harus diakses oleh semua lapisan masyarakat. “Kita membuat kampus itu mandiri, namun bukan berarti kita bisa mengabaikan warga negara Indonesia, terutama anak-anak muda kita yang sebenarnya punya kemampuan dalam akademisnya tapi tidak dalam ekonominya,” ujarnya.

Kebijakan saat ini, menurut Ledia, harus segera dibahas dan diperbaiki, dengan keterlibatan langsung dari kampus-kampus dan pemerintah untuk mencari solusi yang efektif. “Perlu ada diskusi serius antara pemerintah dengan perguruan tinggi untuk menata ulang sistem pendanaan pendidikan tinggi di negara kita,” tutur Ledia.

Dalam mencari solusi, Ledia juga menyarankan agar perguruan tinggi negeri bisa terhubung lebih baik dengan program beasiswa dan bantuan finansial lainnya yang bisa membantu meringankan beban mahasiswa. “Harus ada lebih banyak opsi beasiswa dan bantuan finansial yang dapat diakses oleh mahasiswa yang membutuhkan,” ucap Ledia.

Ledia berharap bahwa dengan perbaikan sistem yang lebih inklusif dan mendukung, Indonesia bisa mencapai tujuan menjadi negara dengan sumber daya manusia yang unggul pada 2045. “Ini semua tentang membangun fondasi yang kuat untuk pendidikan tinggi di Indonesia, memastikan semua anak berhak dan mampu mendapatkan pendidikan yang layak,” pungkasnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

Geramnya Komisi II terhadap Biaya PBB yang Membengkak Akibat Sertifikat Tanah

Oleh

Fakta News
Geramnya Komisi II terhadap Biaya PBB yang Membengkak Akibat Sertifikat Tanah
Anggota Komisi II DPR RI Rosiyati MH Thamrin saat Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi II ke Maros, Sulawesi Selatan, Senin (06/05/2024). Foto : DPR RI

Maros – Anggota Komisi II DPR RI Rosiyati MH Thamrin mengecam kebijakan terkait sertifikat tanah yang merugikan masyarakat. Dalam pernyataannya, ia menyampaikan keprihatinannya terhadap biaya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang melonjak drastis setelah penerbitan sertifikat tanah.

“Sangat disayangkan melihat betapa besarnya biaya PBB yang harus ditanggung masyarakat setelah memiliki sertifikat tanah. Hal ini menjadi hambatan besar bagi petani dan pengguna lahan lainnya untuk mendaftarkan tanah mereka,” ujar Rosiyati MH Thamrin saat Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi II ke Maros, Sulawesi Selatan, Senin (06/05/2024).

Menurutnya, masyarakat enggan membuat sertifikat tanah karena adanya komponen biaya PBB yang meningkat secara signifikan setelah kepemilikan tanah tersebut bersertifikat. Hal ini berdampak negatif terutama bagi para petani dan pengguna lahan lainnya yang mayoritas hidup dengan penghasilan terbatas.

Rosiayati pun menyerukan pentingnya koordinasi antara pemerintah daerah dan Dinas Pajak untuk meninjau ulang kebijakan terkait tarif PBB. “Saya berharap agar Dinas Pajak dapat mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat yang terdampak dan menyesuaikan tarif PBB dengan lebih adil,” tambahnya.

Kemudian, Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu juga menegaskan bahwa pembenahan terhadap kebijakan tersebut penting dilakukan agar masyarakat merasa lebih terbantu dan terjamin hak-haknya atas tanah yang mereka miliki.

“Pemerintah harus fokus pada upaya mempermudah akses masyarakat terhadap kepemilikan tanah dengan biaya yang terjangkau, sehingga tidak menghambat pembangunan dan kesejahteraan masyarakat,” tutupnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

PON XXI Sebentar Lagi, Pembangunan Venue Ternyata Belum Tuntas!

Oleh

Fakta News
PON XXI Sebentar Lagi, Pembangunan Venue Ternyata Belum Tuntas!
Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah saat mengikuti Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi X DPR RI, di Kota Medan Sumatera Utara, Senin (06/05/2024). Foto: DPR RI

Medan – Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah mengungkapkan, kekhawatirannya terkait kesiapan pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI yang dijadwalkan pada September 2024 di Aceh dan Sumatera Utara. Ledia menyatakan bahwa meskipun pemerintah daerah telah berkomitmen dengan mengalokasikan dana besar, masih terdapat kekurangan yang perlu ditangani oleh pemerintah pusat.

“Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah mengeluarkan anggaran sekitar Rp2,1 triliun, dan belum lagi dari Pemerintah Kabupaten/Kota dari APBD untuk pembangunan venue dan lain-lain. Namun, ada beberapa hal penting yang masih harus di-cover oleh pemerintah pusat,” ujar Ledia, Medan, Sumatera Utara, Senin (6/5/2024).

Menurutnya, masih ada kebutuhan dana tambahan untuk menyelesaikan infrastruktur yang belum rampung. “Persoalnnya ada hal yang harus dicover oleh pemerintah pusat, apakah itu bisa selesai atau enggak. Kita belum tahu sampai sekarang pemerintah daerah juga enggak bisa apa-apa, itu sangat tergantung dari pusat,” ujarnya.

Ledia juga menyampaikan bahwa Komisi X DPR RI telah mengusulkan agar penundaan PON hingga awal tahun 2025 untuk memastikan semua persiapan bisa tuntas. “Beberapa dari kami sudah mengusulkan untuk ditunda sampai Januari atau Februari 2025 sehingga penyelenggaraannya bisa berjalan dengan baik dan tidak terburu-buru,” tegas Ledia.

Selain itu, Ledia menekankan bahwa ada kesamaan situasi dengan PON sebelumnya di Papua, yang juga harus diundur karena pandemi COVID-19. “Situasinya serupa dengan apa yang terjadi di Papua. Jika memang belum siap, jangan dipaksakan,” tegasnya.

Ledia juga berharap dengan waktu yang masih ada, bisa di optimalkan dengan baik. “Harapan nanti penyelenggarannya bisa berjalan dengan baik, karena ini baru pertama kali diselenggarakan di dua  provinsi, belum lagi setelah itu ada peparnas untuk disabilitas. Nah jadi memang harusnya lebih matang, kalau memang belum siap jangan dipaksakan,” ungkap Ledia.

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah berkomitmen untuk juga menggunakan venue yang sudah ada dengan memperbaikinya. Namun, Ledia menyatakan, “Sekarang ini yang ditunggu adalah dukungan anggaran dari pemerintah pusat, bisa atau tidak,” ungkapnya.

Ditambah lagi, menurut Ledia, “Telah dianggarkan dari Kementerian Pemuda dan Olahraga sebanyak Rp300 miliar untuk biaya operasional seperti pembayaran wasit dan juri, namun untuk infrastruktur, kecepatan penyelesaian dari pemerintah pusat masih menjadi tanda tanya”.

Kekhawatiran terus mengemuka seiring dengan mendekatnya waktu pelaksanaan PON XXI, dengan banyak pihak berharap agar pemerintah pusat dapat segera mengambil tindakan untuk menyelesaikan persiapan yang masih tertunda.

Baca Selengkapnya