Connect with us

Piawai Memasak, Megawati Dedikasikan Resep Masakan untuk Cegah Stunting

Jakarta – Di tengah kesibukannya, Presiden kelima Republik Indonesia Megawati Sukarnoputri ternyata piawai memasak dan mengolah makanan yang lezat dan bergizi. Tak hanya itu, Megawati juga telah merangkum resep masakannya dalam sebuah buku berjudul Resep Makanan Baduta dan Ibu Hamil untuk Generasi Emas Indonesia.

Kepiawaian memasak ditunjukkan dalam Kick Off Kolaborasi Percepatan Penurunan Stunting yang digelar Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) di Puri Ardhya Garini di Kawasan Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur, Senin (08/08/2022).

“Kurang kerja apa saya. Sebagai presiden, saya tidak pernah ketinggal untuk memasak (di rumah). Minimal satu atau dua menu. Tidak ada alasan untuk perempuan tidak bisa memasak. Ibu-ibu pejabat juga harus bisa memasak,” kata Megawati.

Menurut Megawati, memasak adalah upaya untuk merekatkan hubungan dan kasih sayang dalam berkeluarga. Dan hal itu ia peroleh dari orang tuanya, yang juga Ibu Negara pertama Indonesia Fatmawati.

Karena itu, Megawati mengajak seluruh kaum perempuan untuk bisa memasak dan juga berkarier. Sebab hal tersebut bukanlah suatu pertentangan.

“Kaum perempuan harus bisa masak, apa pun profesinya. Kaum perempuan koq lembek? Ayo bergerak! Tunjukkan bahwa kaum perempuan itu tidak lemah! Saya kalau berbicara lugas, kenyataan yang saya sampaikan, bukan seremonial. Ayo ibu-ibu, bangun!” kata Megawati yang disambut tepukan dan teriakan siap dari para hadirin Kick Off Kolaborasi Percepatan Penurunan Stunting yang didominasi oleh kaum perempuan itu.

Megawati juga menjelaskan kalau permasalahan di Indonesia saat ini adalah stunting, yang tingkat prevalensinya mencapai 24,4%.

“Kalau saya inginnya, stunting di Indonesia itu nol persen,” kata Megawati.

Dalam sambutan sekitar 1,5 jam itu Megawati lebih banyak membahas persoalan prevalensi stunting dan upaya-upaya percepatan penurunan prevalensinya.

Selesai menyampaikan sambutan, Megawati kemudian mendemonstrasikan cara memasak dengan bahan yang murah dan bergizi yang diambil dari buku resep masakannya. Dipandu comedian Cak Lontong dan Akbar, Megawati memasak dua menu makanan, yakni Bobor Daun Kelor dan Opor Singkong. Kedua menu ini merupakan resep untuk Makanan Pendamping ASI bagi bayi usia 12 bulan hingga 24 bulan.

Dalam demonstrasi memasak, Megawati didampingi Dian Erwiany Trisnamurti Hendrati (Hetty) Andika Perkasa, dr. Dwi Kisworo Setyowireni Hasto Wardoyo, Sp.A., dan Hevearitaa Gunaryanti Rahayu.

Bobor Daun Kelor berbahan beras, daun kelor mentah, santan, ikan lele, minyak, buah pir. Total biaya untuk memasak makanan ini hanya sebesar Rp3.700,- Dalam makanan semurah ini tersedia 12 jenis gizi dalam resep makanan ini. Selanjutnya Megawati juga memasak Opor Singkong yang berbahan singkong, daging ayam, tahu, santan. Biaya yang dikeluarkan sebesar Rp3.200,- dan terdapat 12 gizi yang terkandung di dalamnya.

Buku Resep Makanan Baduta dan Ibu Hamil; untuk Generasi Emas Indonesia ditulis oleh Hevearita G. Rahayu berdasarkan resep-resep masakan yang dimiliki Presiden kelima RI Megawati Sukarno Putri. Buku ini sebagai bentuk jawaban atas keprihatinan terhadap masalah stunting yang dialami anak-anak Indonesia. Sumber dan bahan pangan yang kaya gizi sangat melimpah dan beraneka ragam di Indonesia. Namun, anak-anak justru mengalami stunting.

Karena itu sang penulis buku, Heavirita atau biasa disapa Mbak Ita mengatakan buku resep makanan Megawati Sukarno Putri didedikasikan dan ditujukan untuk mengatasi permasalahan utama anak-anak Indonesia, yakni stunting.

Kondisi stunting di Indonesia saat ini cukup mengkhawatirkan di mana satu dari empat balita di Indonesia mengalami stunting. Padahal stunting merupakan ancaman bagi masa depan anak-anak Indonesia.

“Buku ini bisa menjadi edukasi sehingga masyarakat bisa membuat masakan yang betul-betul penuh dengan gizi seimbang untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bagi bagi ibu-ibu hamil dan anak-anak usia di bawah dua tahun,” kata Mbak Ita yang juga Wakil Wali Kota Semarang ini.

Buku setebal 235 halaman dan berisi 164 resep makanan ini menurut Mbak Ita, ditulis dan disusun selama enam bulan. Proses penyusunannya telah mendapat kajian dan telaahan dari ahli gizi.

Dalam pengantar di buku resepnya, Megawati menyatakan penulisan buku Resep Makanan Baduta dan Ibu Hamil untuk Generasi Emas Indonesia didasari oleh semangat berdaulat di bidang pangan, mengangkat keseluruhan khazanah kuliner Nusantara, pentingnya makanan bergizi dengan harga terjangkau, sebagai pedoman praktis dalam mengatasi stunting dengan memberikan resep makanan guna memenuhi kebutuhan gizi bagi ibu hamil dan generasi muda Indonesia dari umur 6 bulan hingga 24 bulan.

Buku resep makanan ini mengambil bahan-bahan makanan yang bisa ditanam secara berdikari atau dibeli dengan harga terjangkau.

Gerakan mencukupi makanan bergizi bagi anak-anak di bawah usia dua tahun (baduta) dilakukan dengan mengedepankan semangat gotong royong.

“Kecukupan gizi sejak berada di dalam kandungan,” pernyataan tegas dari Megawati.

Ketua DPR RI Puan Maharani dalam sambutan di dalam buku ini menyebutkan hadirnya buku resep-resep Megawati ini adalah sebuah wujud nyata dalam upaya membangun sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas dan dalam mengatasi stunting.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan AnakI Gusti Ayu Bintang Darmawati dalam sambutannya mengatakan menu dalam buku ini menyajikan secara rinci tentang kandungan nutrisi, porsi makanan, dan variasi menu yang mencukupi sesuai usia bayi di bawah usia dua tahun. Resep masakan berbasis pangan lokal yang mudah didapat, aman, sehat, dan murah.

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Dr. (H.C) dr. Hasto Wardoyo Sp.OG (K) mengatakan buku berisi berbagai resep, bahan makanan berikut berat bahan makanan serta cara memasak ini ditulis secara rinci.

Buku resep ini juga mencantumkan nilai gizi untuk membantu mengedukasi para ibu di Indonesia mengenai pemenuhan nutrisi anak. Ditambah keterangan tambahan mengenai harga yang dibutuhkan untuk menyediakan makana tersebut sehingga bisa menjadi bahan acuan jika ingin berwirausaha kuliner untuk pemberdayaan ekonomi keluarga.

Menurut dr. Hasto, salah satu upaya pencegahan stunting adalah melalui perbaikan pola makan. dr. Hasto juga mengapresiasi Megawati sebagai Presiden kelima RI dalam memberi inspirasi dan sumbangsih dalam mewujudkan strategi Trisakti untuk percepatan penurunan stunting di Indonesai.

Hadir dalam Kick Off Kolaborasi Percepatan Penurunan Stunting itu Presiden Kelima RI Megawati Sukarno Putri, Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI Yudo Margono, Menteri Sosial Tri Rismaharini, Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Fadjar Prasetyo, Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Laksana Tri Handoko, Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Prof. Drs. KH. Yudian Wahyudi, MA.,Ph.D., Wakil Kepala Staf Angkatan Darat Letjen TNI Agus Subiyanto, Kepala Pusat Kedokteran dan Kesehatan Polri Irjen Polisi dr. Asep Hendradiana, Kepala Rumah Sakit Bhayangkara Brigjen Polisi dr. Hariyanto, Sp.PD.

Selain itu juga hadir Ketua Umum Dharma Pertiwi Hetty Andika Perkasa, Ketua Jalesenastri Vero Yudo Margono, Ketua PIA Ardhya Garini Inong Fadjar Prasetyo, Ketua Dharma Wanita Persatuan BKKBN dr. Dwikisworo Setyowireni Hasto Wardoyo,Sp.A, anggota DPR RI Ribka Tjiptaning, Sri Rahayu, dan Sadarestuwati, serta Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto.

Hadir secara virtual Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, Ibu I Gusti Ayu Bintang Darmawanita, SE., M.Si.

Acara Kick Off Kolaborasi Percepatan Penurunan Stunting dengan tema Kolaborasi Demi Anak Negeri untuk Mewujudkan SDM Unggu Indonesia Maju ini dipandu oleh master of ceremony (MC) Gilang Dirga dan Azizah Hanum. n (KIS/FBA/AND/AHS)

 

 

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Sudah Saatnya Sistem Zonasi dalam PPDB Dihapuskan

Oleh

Fakta News

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 14 tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) pada TK, SD,SMP, SMA, SMK atau bentuk lain yang sederajat, menelorkan kriteria seleksi masuk sekolah dengan mempertimbangkan urutan prioritas berupa usia dan jarak tempat tinggal ke sekolah sesuai dengan zonasi yang ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai kewenangannya (Sistem Zonasi).

PPDB bertujuan untuk menjamin penerimaan peserta didik baru berjalan secara objektif, transparan, akuntabel, nondiskriminatif, dan berkeadilan dalam rangka mendorong peningkatan akses layanan pendidikan. Namun dalam perjalananya apakah tujuan ideal dari PPDB menggunakan system zonasi tersebut sudah tercapai atau jsutru jauh panggang dari api?

Pertanyaan mendasar tentang penerapan sistem zonasi yang medasarkan pada upaya pemerataan pendidikan adalah apakah lokasi sekolah yang dibangun pemerintah sudah merata pada semua wilayah (anggaplah skala kecamatan) di Indonesia.

Bahwa faktanya pendirian sekolah (di setiap jenjang pendidikan) tidaklah didasarkan pada sebaran dan populasi penduduk, sehingga banyak dijumpai tidak meratanya sebaran sekolah di hampir setiap daerah. Satu sisi beberapa sekolah terdapat dalam satu wilayah (kecamatan), tapi banyak juga dalam satu desa/kelurahan dan kecamatan yang belum tersedia sekolah. Hal ini justru menyebabkan puluhan hingga ratusan calon peserta didik tidak mendaptkan sekolah dikarenakan “kalah” dalam konteks jarak rumah dengan sekolah yang jauh, di luar jarak zonasi yang diperkenankan.

Banyaknya calon siswa yang secara domisili jauh dari sekolah menyebabkan pupusnya kesempatan untuk bisa mengakses pendidikan secara layak, sesuai yang diamanatkan undang-undang. Fakta itu tidak saja di daerah terpencil ataupun luar jawa, bahkan di kota besar sekelas Surabaya juga masih dijumpai. Belum lagi munculnya fenomena pindah KK untuk bisa menjadi dasar untuk memenuhi kriteria zonasi. Ada yang pindah KK ke saudaranya, mencari tempat domisili (apartemen, beli/sewa rumah, dsb.) hingga tawaran pindah KK yang dilakukan oknum, calo, perantara dengan mematok tarif tertentu untuk bisa mengegolkan masuk ke sekolah yang diinginkan.

Atas polemik itu, dimuculkan kebijakan baru berupa jalur baru PPDB selain jalur zonasi, yakni jalur afirmasi (keluarga miskin), jalur prestasi (akademik) dan jalur prestasi non-akademik (olah raga, seni, budaya dsb.) yang persentasenya terus diutak-atik dengan pertimbangan yang kurang jelas. Apakah kebijakan tersebut tepat dan sesuai sasaran? .
Alih-alih memberikan solusi, tapi justru menambah permasalahan baru dalam dunia pendidikan. Awalnya sempat membuat lega dan menjadi oase bagi sebagian masyarakat yang berharap putra-putrinya tetap bisa masuk ke sekolah yang diinginkan, namun nyata justru menimbulkan permasalahan baru karena tidak semudah yang dibayangkan dalam mengakses “jalur alternatif” tersebut.

Beberapa kendala dan permasalahan ternyata sering muncul dan jadi rasan-rasan di kalangan Masyarakat terutama para ibu-ibu. Ada banyak sinyalemen dan desas-desus yang berkenbang mengenai sulitnya ditembus serta penyelewengan dari “jalur alternatif” tersebut. Jalur afirmasi khususnya bagi keluarga miskin (gakin, gamis, SKTM, KIS, KIP, dll) ternyata sulit diakses. Beberapa sekolah juga “enggan” untuk menerima dan memaksimalkan kuota untuk jalur gakin karena nantinya merka akan gratis dan tidak boleh dikenakan pungutan apapun. Ada juga kemunculan gakin baru/dadakan jelang PPDB.

Demikian halnya dengan jalur presetasi baik akademik maupun non akademik. Banyak yang merasa memenuhi kriteria, tapi dalam pengurusannya “dipersulit’ hingga batas pengajuan persyaratan yang diminta tidak bisa terpenuhi. Setali tiga uang, beberapa kabar yang beredar justru muncul anak-anak yang tiba-tiba “berprestasi” dan bisa masuk ke sekolah yang diinginkan. Maka muncullah banyak isu tak sedap tentang “permainan” hingga sejumlah nominal yang harus disiapkan untuk menebus jalur tersebut.

Ada pula fenomena munculnya jalur khusus, yakni “jalur rekom” yang bisa muncul mulai dari yang logis hingga yang tidak masuk akal. Yang logis semisal orang tua yang bekerja di wilayah dekat sekolah bisa meminta rekom agar anaknya bisa diterima di sekolah tersebut. Ada pula jalur rekomendasi mulai dari para pejabat di lingkup pemerintahan, maupun stakeholder pendidikan berbagai lini, yang berlangsung massif baik prodeo maupun “bertarif”. Tentunya hal tersebut berlangsung ekslusif, karen hanya orang-orang tertentu yang mempunyai akses dan koneksi erat saja yang bisa memanfaatkannya.

Semua sinyalemen dan desas-desus tersebut memang sulit dibuktikan hingga ke ranah hukum namun seperti sudah menjadi rahasia umum di masyarakat. Sistem Zonasi dalam PPDB yang ditujukan untuk pemerataan pendidikan justru dalam prakteknya memunculkan berbagai permasalahan yang menambah carut marut permasalahan di dunia pendidikan. Amanat untuk menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen Pendidikan telah gagal diwujudkan. Sudah saatnya sistem zonasi dalam PPDB dengan pertimbangan utama jarak rumah siswa dengan sekolah, dihapuskan, dikembalikan pada sekolah dengan mempertimbangkan aspek sosial kemasyakartan, kompetensi, ketersediaan kuota, prestasi, dan keadilan.

Pemerintah hendaknya melaksanakan tugas utamanya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan lebih fokus pada penggodokan kurikulum pendidikan yang lebih canggih dan modern untuk dapat mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat sehingga potensi peserta didik dapat berkembang agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

 

Radian Jadid
*Kepala Sekolah Rakyat Kejawan
*Wakil Sekretaris LKKNU PW Jatim
*Ketua Harian Paguyuban Angkatan 93 ITS

Baca Selengkapnya

BERITA

Wacana Kenaikan Tarif KRL Ancam Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat Berpenghasilan Rendah

Oleh

Fakta News
Wacana Kenaikan Tarif KRL Ancam Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat Berpenghasilan Rendah
Anggota Komisi V DPR RI Toriq Hidayat. Foto: DPR RI

Jakarta – Wacana kenaikan tarif Commuter Line oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI) akan menempatkan masyarakat Jabodetabek pada tantangan baru yang mengancam kesejahteraan ekonomi mereka. Hal tersebut pun lantas menuai sorotan dari Anggota Komisi V DPR RI Toriq Hidayat.

“Kenaikan tarif KRL Jabodetabek akan memberikan dampak yang signifikan. Terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah (MBR). Kenaikan tarif bisa memperberat beban ekonomi mereka. Dan Ini juga dapat mengakibatkan kesenjangan sosial dan ekonomi yang lebih besar,” ujar Toriq dalam siaran pers yang diterima Parlementaria, Senin (29/4/2024).

Politisi Fraksi PKS tersebut menegaskan bahwa kenaikan tarif tidak sejalan dengan kondisi ekonomi masyarakat, terutama masa pasca pandemi dan ketidakpastian ekonomi yang menyertainya. Dalam beberapa bulan terakhir, harga-harga bahan pokok terus melonjak secara dramatis.

“Kami tahu betul paska pandemi masyarakat terpaksa mengalokasikan sebagian besar pendapatan mereka hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar. Kenaikan tarif hanya akan menambah beban ekonomi mereka. Terutama mereka yang bergantung pada angkutan publik ini setiap hari,” tandasnya.

Terkait hal itu, Toriq menegaskan akan berupaya keras menyerukan kepada Kementerian Perhubungan selaku regulator agar mendengarkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Serta, kemudian meninjau kembali rencana kenaikan tarif ini dan mencari solusi yang lebih adil dan berkelanjutan.

“Kami akan terus memantau perkembangan situasi ini. Dan memastikan bahwa keputusan terkait tarif transportasi publik nantinya harus ada partisipasi aktif dari publik dan memperhitungkan kepentingan dan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh” tutup Toriq.

Sebagaimana diketahui, PT KAI Commuter (KCI) telah mengusulkan kenaikan tarif KRL Jabodetabek yang belum berubah sejak 2016. Saat ini usulan tersebut masih dibahas Pemerintah. Direktur Operasi dan Pemasaran KCI Broer Rizal mengatakan, pihaknya masih menunggu keputusan Pemerintah untuk menaikkan tarif KRL Jabodetabek.

Pasalnya, ketentuan tarif KRL Jabodetabek merupakan kewenangan Kemenhub selaku regulator. “Itu kebijakan dari Pemerintah ya. Kalau kami hanya eksekutor untuk melaksanakan apa yang menjadi keputusan Pemerintah. Usulan dan pembahasannya sudah dilakukan di Kemenhub,” ujarnya saat konferensi pers Angkutan Lebaran 2024 di Jakarta, Selasa lalu (24/4).

Baca Selengkapnya

BERITA

Sukamta: Kota Yogya Perlu Siapkan Peta Jalan Penanganan Sampah Jangka Panjang

Oleh

Fakta News
Sukamta: Kota Yogya Perlu Siapkan Peta Jalan Penanganan Sampah Jangka Panjang
Anggota DPR RI Sukamta. Foto: DPR RI

Jakarta – Anggota DPR RI dari Dapil Provinsi DIY Sukamta menilai Kota Yogyakarta perlu menyiapkan peta jalan (roadmap) untuk penanganan sampah jangka panjang yang menyangkut peningkatkan kasadaran masyarakat. Edukasi secara terus menerus harus dilakukan baik di sekolah, rumah tangga, dan masyarakat.

Tak hanya itu peraturan yang kuat untuk pengurangan sampah juga sangat dibutuhkan. Sukamta mencontohkan perlunya kebijakan kantong plastik berbayar atau larangan penggunaaan kantong belanja plastik sekali pakai. Adapun jangka pendeknya saat ini bisa dengan optimalisasi penampungan di TPST Piyungan.

“Kalau saya dengar, TPST ini kalau ada alat dan SDM yang memamadai masih bisa dimanfaatkan secara optimal untuk sementara waktu hingga 200-300 ton per hari. Pemkot bisa komunikasikan hal ini dengan Pemda DIY. Rencana optimalisasi 3 TPS 3R di Nitikan, Karangmiri dan Kranon bisa segera direalisasi, meski daya tampung 3 TPS ini masih terbatas,” kata Sukamta sebagaimana keterangan kepada media, di Jakarta, Kamis (25/4/2024).

Di sisi lain, Politisi Fraksi PKS ini, menilai di level provinsi, di area perkotaan saat ini masih sering ditemukan sampah di jalan maupun tempat penampungan yang penuh. Menurutnya, Pemerintah perlu memberikan honor kepada para petugas pengambil sampah sebagai salah satu upaya mencegah buang sampah sembarangan.

“Menurut kami perlu ada stimulan atau honor untuk para petugas pengambil sampah rumah tangga, di level RT, RW dan kampung. Ini supaya masyarakat tidak buang sembarangan,” kata Anggota Komisi I DPR RI tersebut.

Sukamta meyakini dengan adanya dana stimulan atau honor tersebut maka para petugas pengambil sampah akan menjalankan tugasnya dengan baik khususnya pengambilan sampah dengan sistem terpilah. “Selama ini warga sudah diminta memilah, akan tetapi (saat) di  (tempat) pembuangan dicampur lagi. Ini perlu jadi perhatian, sehingga perlu ada petugas khusus memilah,” ujarnya.

Sukamta menegaskan dirinya banyak mendapatkan aspirasi dari masyarakat terkait penanganan sampah di Jogja. Hal ini kembali mencuat setelah rencana penutupan TPST secara permanen, sehingga banyak ditemukan sampah di pinggir jalan, salah satunya di perbatasan antara Kota Jogja dengan Bantul atau sebelah utara Gembira Loka.

Baca Selengkapnya