DILANS-Indonesia: Literasi Krisis Iklim untuk Guru
Kemarin saya mendapat kesempatan mengisi paparan, “Perubahan Iklim: Isu, Mitigasi, dan Adaptasi” pada Training of Trainer Climate Agent of Change bagi Guru dan Kepala Sekolah Program Southeast Asia Climate Change Education Programme (SEA-CEP) Fase I yang masih berlangsung, dilaksanakan dari 17-25 Mei 2022. SEA-CEP merupakan program South East ASEAN for CC education programme (SEAQIS).
Ada sekitar 50 peserta dari sepuluh kota Kota/Kabupten di Jawa yang yang terpilih: Kota Bandung; Kabupaten: Karawang, Cianjur, Purwakarta, Subang, Indramayu, Demak, Blitar, Tasikmalaya, dan Sumedang. Peserta ini berlatar belakang guru SD, SMP, SMA, serta beberapa Kepala Sekolah.
Kegiatan ini juga melibatkan 6 (enam) narsumber berpengalaman di bidangnya termasuk saya dari beberapa organisasi: Bappenas, UNPAD, Thamrin School of Climate Change and Sustainability, Instititute for Essential Service Reform (IESR) dan System Dynamics Center IPB. Pelaksanaanya didukung oleh 8 (delapan) orang fasilitator, dan 5 (lima) orang panitya pelaksana.
Kegiatan ini dilakukan untuk mendukung implementasi pembelajaran terkait perubahan iklim dan topik lain yang mendukung pendidikan lingkungan hidup untuk pembangunan yang berkelanjutan. Berfokus pada peningkatan kualitas pendidik dan tenaga kependidikan di Asia Tenggara dalam meningkatkan kesadaran siswa sebagai generasi penerus terhadap berbagai isu terkait perubahan iklim dan isu-isu lain dalam pencapaian sasaran pembangunan berkelanjutan (SDGs.).
Untuk Indonesia difasilitasi oleh Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Ilmu Pengetahuan Alam (P4TKA IPA), Kementrian Pendidikan, Kebudayaan dan Riset, https://p4tkipa.kemdikbud.go.id/
Saya tertarik dan antusias untuk berpartisipasi sejak awal, karena potensinya untuk melahirkan para kader/aktivis yang menjadi bagian dari Community Organizer (#CO), https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=pfbid0qtb7ZDAnewB26X6HjVgHSpQrgjKfJNmvth5q4MzAKJG3iTv2kLqcZKujFg9N91Evl&id=1313539313. Orang atau kelompok yang dianggap bisa mendorong perubahan yang mendasar dan inklusif. Pendekatan “peternakan” inisiatif yang didasarkan pada program/proyek jangka pendek sudah saya tinggalkan sejak lama. Apalagi yang punya pandangan, “ada uang, ada program/kegiatan”.
Saya selalu mendukung semua inisiatif yang berkarakter “gerakan” (movement), yang memiliki komitmen yang konsisten, progresif, mengajak semua pihak apapaun latar belakang, dan orientasi keberpihakannya. Upaya kolaboratif yang adil dan setara perlu diakomodasi manakala ingin melakukan perubahan yang tidak karikatif.
Apa yang dlakukan tidak diartikan dalam pelaksanaaan kegiatannya kita tidak memerlukan sumberdaya pendanaan, tetapi spirit yang berbeda. Transformasi yang sistemik yang dilakukan cara sitematik, dan konsisten yang akan mendorong suatu perubahan yang tidak karikatif.
Di sisi lain, saya juga punya kewajiban sebagai Climate Reality Leader dan juga En-ROADS Ambassador untuk berbagi ilmu yang sudah saya peroleh ini kepada siapapun.
Saya tidak tahu persis kedalaman dari para peserta, karenanya saya memutuskan untuk mengkombinasikan paparannya menjadi tiga bagian yang keseluhannya direncanakan disampaikan dalam tiga jam pelajaran (3JP) @45 menit:
(1). Paparan versi pendek slide dari the Climate Reality, yang bagi saya sebagai aktivisnya, Climate Reality Leader, https://www.climaterealityproject.org/, harus mampu menyampaikannya dalam 10 menit dan dipahami oleh peserta.
(2). Paparan ringkas tata kelola perubahan iklim baik global, nasional dan beberapa contoh di tingkat sub-nasional
(3). Dialog aksi melalui pendekatan sistem menggunakan simulasi En-ROADS (Energy Rapid Overview and Decision Support) yang dikembangkan oleh Climate Interactive, bersama MIT, en-roads.climateinteractive.org
Antusiasme dan peserta yang luar biasa aktif, dan kritis meminta penjelasa lebih dalam lagi untuk menunjukkan contoh yang lebih kongkrit penerapannya di lapangan. Saya memaparkan tambahan presentasi dengan sedikit pendalaman dari materi yang pernah saya sampaikan pada Climate Leadership Program yang difasilitasi bersama antara Citynet dan ICLEI South East Asia,
https://citynet-ap.org/citynet-urges-climate-leaders-to-develop-and-promote-best-practices-for-local-climate-actions/.
Paparan saya yang diberi judul,”Resilience and Adaptation: Leaving No One Left Behind for Sustainable City”, memamparkan soal kota yang inklusif dari perspektif penyandang disabilitas dan lansia.
Ada satu pertanyaan yang menantang dan kritis dari Kepala Sekolah SMA yang memahami situasi ekonomi dan politik dunia, nasional saat ini yang tidak baik-baik saja, juga gerakan perubahan iklim yang suaranya dianggap masih minimalis terutama di daerah. Saya diminta memberikan pandangan dalam suatu rumusan kata penyemangat untuk memperkuat gerakan ini menjadi membesar dan meluas tidak hanya pada tataran gagasan, tetapi implementasi kongkrit yang membumi di lapangan.
Pertanyaannya tidak sederhana dan mendasar. Saya mengusulkan tiga hal untuk memperluas gerakannya:
Pertama, menerapkan pendekatan dialog yang biasa saya lakukan dan terbukti yang saya rumuskan dalam Bahasa Sunda untuk sering #ngadabrul (berdialog dengan siapapun) dengan siapapun tidak terbatas pada civitas guru dan murid di Sekolah, tetapi lebih luas lagi pada semua pemangku kepentingan yang ada, ntah itu pejabat, anggota DPRD, anggota keluarga, kerabat, media, publik dan siapapun. Berharap setelah #ngadabrul memunculkan banyak gagasan, #ngaburudul (gagasan bermunculan)
Situasi masyarakat di era sosmed yang lebih sigap dalam menggerakkan jempol dalam berbagi informasi haruslah diimbangi secara masif dengan informasi, gagasan, pandangan yang jernih dan otentik. Karena kemampuan untuk menyampaikan gagasan lewat tulisan itu menjadi penting. Saya menyarankan mereka mempelajari buku keren yang ditulis AS Laksana (2021) “Creative Writing”.
Salah satunya melakukan pendekatan dengan mengkonstruksi tiga hal yang kita jumpai dalam keseharian dan mengkaitkannya (asosiasi) sehingga menjadi pikiran yang utuh. Saya mengambil contoh kecil untuk menuliskan tiga hal yang ada di ruangan: dispenser, lantai, dan peserta pelatihan. Menuliskan ini mengasah otak untuk mengsosiasikan secara kritis, dan harus terus terus dilatih.
Kedua, menggunakan platform komunikas yang sejak lama saya pakai: slide presentasi dari the Climate Realiynya Al Gore, dan Platform simulasi En-ROADS yang dikembangkan oleh the Climate Interactive bersama MIT. Keduanya mempunyai kekhasan masing-masing sudah disebarluaskan lewat TOT maupun Ambassador yang tersebar di seluruh dunia dan modulnya sudah diuji dan diperbaharui dengan informasi lebih dari sepuluh tahun.
Pendekatan Al Gore lebih banyak kepada aksi untuk terus menggugah siapapun dalam yang diajukan dalam tiga pertanyaan kritis dan ajakan: What Change?, Can We Change?, Will We Changed? Elaborasi atas tiga hal ini dilengkapi dengan berbagai informasi terkini yang terus diperbaharui sejalan dengan sains dan pengetahuan terkini.
En-ROADS memakai pendekatan lain dengan menerapkan proses dialog untuk mengelaborasi berbagai pilihan aksi didasrkan pada simulasi dari 18 faktor yang mempengaruhi perubahan iklim: energi, elektrifikasi, teknologi, deforestasi, bioenergy, carbon pricing diantaranya.
Berbagai skenario ini didialogkan secara interaktif untuk melihat perubahan suhu permukaan bumi yang sudah ditetapkan dalam Paris Agreement, dimana pada akhir abad 2020 itu tidak lebih dari 2 derajat Celcius. Suhu yang dianggap menjadi “treshold’ yang oleh para ilmuwan kredibel sedunia yang tergabung Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC, https://www.ipcc.ch/sr15/chapter/spm/, 2018)
Ketiga, medorong ajakan untuk menunjukan contoh kongkrit. Siapapun perlu contoh ntah praktek baik atau gagal yang bisa menginpirasi dan mengajak ajakan lebih luas dengan suatu kesadaran dan komitmen secara kolektif disepakati untuk dijalankan.
Contoh terbukti memberikan energi dalam menggerakkan siapapun. Mengatasi krisis iklim memerlukan itu, “Power by Example”. Tidak usah mulaibdari nol, banyak oraktek baik di berbagai pelosok di dunia yang dapat dijadikan rujukan.
Itulah kira-kira pengalaman keseharian kemarin yang ingin saya bagi. Tidak lupa sayapun sepanjang perjalanan melakukan audit aksesibilitas sepanjang jalan, termasuk Gedung P4TK IPA, tempat dimana pelatihan itu berlangsung.
Salam sehat selalu 🙏
#DiLANSIndonesia #climatecrises #ecosocrights #wargaaktifbirokratresponsif #p4tkipa
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.