Ini adalah Toa: Yang Suarakan Hati Nurani, Suarakan Pertemanan, Yang Bicara Kebebasan
UNTUK JUANITO “TOA” CARLOS DJAMAL
Ini adalah toa
Yang suarakan hati nurani
Ini adalah toa
Yang suarakan pertemanan
Ini adalah toa
Yang bicara kebebasan
Kesedihan yang kita rasakan masing-masing
adalah kekuatan untuk terus melangkah
bila kita suarakan bersama toa
Ini adalah toaku toamu toakita
Ini adalah toa
Karena suaranya keras
Ini adalah toa
Karena kerjanya wataknya sama keras dengan suaranya
Ini adalah toa
Yang umumkan masa lalu adalah penting
Membentuk diri jadi sekarang
Ini adalah toa
Itulah cukilan puisi dari Pitono Adhi, salah satu sahabat almarhum Juanito Carlos Djamal atau akrab disapa Toa, yang telah meninggalkan kita pada 11 Februari 2019 silam. Puisi yang menggambarkan sekilas pribadi dan sikap almarhum dalam kesehariannya bersama keluarga, sahabat, maupun lingkungan pertemanan selama ini.
Hari ini, tepat 55 tahun lalu Juanito Carlos Djamal atau lebih dikenal dengan panggilan “Nito” di kalangan keluarga dan teman sekolahnya atau “Toa” sebutan teman kampusnya di Institut Teknologi Bandung (ITB), lahir pada 14 Mei 1967—tahun-tahun penuh gejolak.
Almarhum Toa masuk ITB jurusan Arsitek pada 1985, mewarisi situasi carut marut peninggalan generasi 70-an. Dewan Mahasiswa (DM) sudah tidak ada, yang tersisa adalah organisasi bentukan yang meski terus melakukan perlawanan tapi sifatnya sporadis.
Organisasi yang dibolehkan tidak lagi dapat membawa agenda politik, melawan berarti drop out dari kuliah. Mahasiswa tidak saja dijauhkan dari politik, tetapi juga tersekat dengan problem masyarakatnya, menjadi menara gading yang terasing dari kehidupan keseharian.
Almarhum Toa adalah segelintir manusia yang biasa keluar dari pakem yang ditanam Rezim Orde Baru. Perlu diingat melawan pakem menjadi aktivis pembela masyarakat adalah kemewahan pada masa itu. Bukan saja lingkungan tidak mendukung, melainkan resikonya juga berat. Menjadi aktivis pada masa itu resikonya sangat berat, ibaratnya sebelah kaki dipenjara, sebelah lagi di kuburan. Bukan saja harus punya keberanian dan ketabahan lahir batin, melainkan juga harus cerdik dalam bergerak.
Almarhum Toa tidak saja aktif di lembaga peninggalan Dewan Mahasiswa (Dema) yang terus-menerus mempertahankan roh perlawanan terhadap rezim penindas, seperti Pusat Studi Ilmu Kemasyarakatan (PSIK) dan Komite Pembelaan Mahasiswa (KPM), tetapi juga Himpunan dan Unit Aktivitas Kemahasiswaan. Toa pun pernah menjadi Ketua Unit Basket, aktif di Program Pengenalan Lingkungan Kampus (PPLK) yakni program orientasi mahasiswa baru selama setahun penuh.
Dan pada situasi krisis pada 1989, ketika sejumlah aktivis kampus ditangkapi dan dipenjara buntut dari protes kasus Talangsari Lampung pada saat penerimaan mahasiswa baru ITB tahun 1989, yang kemudian lebih dikenal sebagai “Peristiwa 5 Agustus”, almarhum Toa mengambil alih kepemimpinan KPM dan melakukan gerakan perlawanan bawah tanah bersama dengan Suluh Tripambudi, mahasiswa Elektro angkatan 86 yang ditunjuk memimpin KOMPPAK (Komite Mahasiswa Penanggulangan dan Pemulihan Aktivitas Kampus), organisasi kemahasiswaan bentukan FKHJ (Forum Komunikasi Himpunan Jurusan).
Sekali lagi, almarhum Toa adalah salah satu dari sedikit orang pada masa itu yang berani menunjukkan sikap perlawanan. Rumah tempat tinggalnya di Bukit Dago Utara juga merupakan salah satu basis perlawanan dan sering menjadi tempat berkumpul para aktivis. Tidak saja aktivis Bandung, tapi dari Yogyakarta, Jakarta, Semarang, Surabaya Malang, Makasar, Salatiga, dan daerah lainnya.
Ketika terjadi penyerbuan tentara ke IAIN Sunan Gunung Djati di Jatinangor Bandung, almarhum Toa juga ambil bagian dalam mengkonsolidasikan kasus ini menjadi Solidaritas Mahasiswa se-Bandung yang kemudian melahirkan organisasi tingkat kota, yakni Badan Koordinasi Mahasiwa Bandung yang lebih sering disebut “BAKOR”. Almarhum Toa selalu berada dalam pusaran gerakan perlawanan ini. Di mana ada ketidakadilan, di sanalah ia hadir.
Usai tamat di ITB, almarhum Toa menempuh karier profesionalnya. Namun, ketika terjadi puncak perlawanan terhadap Rezim Orde Baru pada 1998, sekali lagi darah perlawanan terhadap ketidakadilan memaksa almarhum Toa turun ke gelanggang.
Dari markas di Jalan Danau Mahalona, almarhum Toa adalah salah seorang yang aktif mendukung gerakan perlawanan mahasiswa 98. Setelah Reformasi 98, almarhum Toa kembali pada kehidupan profesionalnya.
Panggilan nurani almarhum Toa kembali tergerak ketika ancaman Orde Baru muncul lagi. Saat itu, pada 2014, menantu Soeharto, Prabowo Subianto, menjadi calon presiden.
Almarhum Toa bersama teman-temannya melawan dengan mendeklarasikan Komunitas Alumni ITB untuk Jokowi. Mereka berkeyakinan bahwa kembalinya anasir Orde Baru ini akan membawa Indonesia setback, kembali ke masa pemerintahan otoriter.
Deklarasi dukungan kepada Jokowi (Joko Widodo) untuk memimpin Indonesia ini diikuti deklarasi dari kampus-kampus lainnya, seperti UGM, UI, ITS, IPB, Trisakti, UKI, Moestopo, STIEB, UNWIM, Universitas Sam Ratulangi, dan kampus lain di Indonesia. Kampus-kampus tersebut kemudian bersepakat membentuk Komunitas Alumni Perguruan Tinggi (KAPT). Almarhum Toa adalah salah satu organisatornya. Almarhum Toa berkeyakinan bahwa inilah saatnya ORANG BAIK MEMIMPIN INDONESIA.
Setelah Jokowi memenangkan Pemillu 2014, almarhum Toa dan beberapa teman dari organ relawan pendukung Jokowi membentuk Komite Pembela Nawacita (KPN). KPN dibentuk oleh beberapa unsur relawan, di antaranya almarhum Toa, almarhum Viktor Sirait, Roy Maningkas, Hilmar Farid, almarhum Dedy Mawardi, Oesmar Tanjung, Hendrik Sirait, Pitono Adhi Aloysius, Ammarsjah, Panel Barus, Ochip, Joko, Jones, Irwan Firdaus, Misno, Adrian, Robik, Juneidi, Wignyo, Nazar, dan beberapa kawan lainnya.
Diktumnya adalah banyaknya penumpang gelap yang mencoba membelokan agenda Nawacita Presiden Jokowi. Komite ini kemudian berubah nama menjadi Komite Pengggerak Nawacita (KPN) yang mencoba menerjemahkan gagasan Presiden Jokowi pada dua tema, yakni “Keadilan Ekonomi” dan “Membangun dari Pinggiran”.
KPN menerjemahkannya dengan menyosialisasikan program pemerintah melalui “Kabar Nawacita” yang dipimpin Panel Barus dan membangun jembatan infrastruktur desa yang akrab disebut “Jembatan Nawacita”. Almarhum Toa, almarhum Viktor, Misno, dan Nandang menjadi tulang punggung pembangunan jembatan ini.
Alamrhum Toa begitu menghayati dan menunjukkan passion-nya sedemikian rupa sehingga sering program ini diplesetkan menjadi “Jembatan Toacita”. Almarhum Toa merencanakan pembangunan 10 jembatan. Jembatan pertama di Desa Cibatu Kec Cikembar, Sukabumi, sudah terwujud dengan pembiayaan dari kalangan sendiri. Beberapa komisaris yang berasal dari relawan menyisihkan sebagian penghasilannya untuk mewujudkan jembatan ini. Jembatan kedua dan ketiga tertunda, almarhum Toa memfokuskan pada pembangunan Jembatan Nawacita #4, yang pembiayaannya mendapat bantuan dari program CSR Pertamina.
Totalitas almarhum Toa dalam menyelesaikan Jembatan Nawacita #4 ini terlihat jelas, nyaris tidak memedulikan kondisi kesehatannya. Di tengah kesibukannya yang lain, baik sebagai komisaris di PT Rolas Nusantara Medika, yang merupakan penghargaan Presiden Jokowi atas dedikasi almarhum Toa, sebagai ayah yang selalu hadir bagi kedua putrinya, yakni Nayla dan Rayna.
Almarhum Toa juga sangat aktif melakukan kegiatan konsolidasi dukungan Alumni Perguruan Tinggi dan SMA kepada Presiden Jokowi untuk sekali lagi memimpin bumi pertiwi yang kita cintai ini. Almarhum Toa tidak rela Nusantara dirusak oleh kepentingan sempit.
Seperti diketahui, almarhum Toa diakhir hidupnya tengah mengerjakan Jembatan Nawacita di Sukabumi bersama kawan-kawan Komite Penggerak Nawacita (KPN).
Tanpa kenal lelah, ia kuras waktu, pikiran dan energinya untuk mewujudkan pembangunan Jembatan Nawacita yang sangat bermanfaat bagi warga sekitar. Dan untuk menghargai hasil karya beliau, kawan-kawan KPN sepakat untuk memberi nama jembatan yang akan kelar beberapa hari lagi itu dengan Jembatan Juanito Carlos Djamal.
Di mata para sahabat sosok almarhum Toa atau Nito menjadi pemersatu orang-orang dan beragam komunitas. Sikap almarhum ini diharapkan dapat terus dipelihara, dan diteruskan oleh para sahabat, teman, maupun handai taulan.
Selamat Jalan Pejuang, Selamat Jalan Sahabat Kami. Tenanglah di pangkuan Sang Khalik. Kami sahabatmu berjanji untuk meneruskan apa yang telah engkau mulai dan menjalankan amanat terakhirmu.
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.