Buka Ijtima Sanawi DPS se-Indonesia 2021, Wapres Minta Pengawasan Kepatuhan Kesyariahan dalam Digitalisasi Ekonomi Syariah Diperkuat
Jakarta – Selain menjadi kebutuhan yang tidak dapat terelakkan di tengah pandemi Covid-19, digitalisasi diyakini mampu mengakselerasi pertumbuhan ekonomi syariah di Indonesia, karena berpotensi menarik generasi muda sebagai penduduk mayoritas yang sudah melek teknologi informasi.
Agar digitalisasi ekonomi syariah dapat menjadi pilihan rasional bagi semua orang, pelaku pasar pun dituntut untuk menyediakan produk dan layanan syariah yang lebih kompetitif, mudah diakses, efektif, dan efisien. Untuk itu, diperlukan penguatan aspek pengawasan kepatuhan kesyariahan oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS).
“Fungsi dan peran DPS sangat vital dalam rangka memastikan dijalankannya prinsip syariah di lembaga keuangan dan bisnis syariah, yang dalam ekonomi digital permasalahannya pasti sangat berbeda dibanding sebelumnya,” tegas Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin saat membuka secara daring Ijtima Sanawi DPS se-Indonesia 2021, dari Kediaman Resmi Wapres, Jalan Diponegoro Nomor 2, Jakarta Pusat, Kamis (02/12/2021), dikutip dari siaran pers setwapres.
Dalam acara yang mengangkat tema “Penguatan Peran DPS dalam Mendukung Ekosistem Ekonomi Syariah melalui Digitalisasi dan Integrasi Dana Komersial dan Dana Sosial Islam” tersebut, Wapres menekankan, DPS harus terinformasi dengan baik mengenai digitalisasi ekonomi. Perangkat pengawasan yang menjadi alat DPS dalam bekerja pun harus disesuaikan dengan tuntutan zaman.
“Perangkat pengawasan yang dibutuhkan DPS berupa fatwa dan pedoman implementasi fatwa juga harus dapat mengikuti arah perkembangan ekonomi digital ini,” ujarnya.
“DSN (Dewan Syariah Nasional) MUI yang punya tugas dan peran merumuskan fatwa dan pedoman implementasi fatwa telah memiliki perangkat metodologi penetapan fatwa yang sangat memungkinkan untuk cepat merespons kebutuhan tersebut,” imbuh Wapres.
Oleh karena itu, Wapres meminta DSN-MUI untuk terus mengembangkan perangkat metodologi penetapan fatwa (manhajul ifta) yang dimilikinya dengan mengikuti perkembangan dan tuntutan zaman, tanpa meninggalkan prinsip-prinsip dasar yang telah diletakkan para ulama.
“Hal itu sangat dimungkinkan karena wilayah muamalah merupakan ladang yang luas untuk dilakukan ijtihad-ijtihad baru,” jelasnya.
Mengakhiri sambutannya, Wapres berharap, kegiatan ini dapat merumuskan pokok-pokok pikiran yang konstruktif dan lebih menguatkan kolaborasi berbagai pemangku kepentingan dalam mengakselerasi pertumbuhan ekonomi syariah.
“Saya berharap Ijtima Sanawi DPS se-Indonesia tahun 2021 ini dapat merumuskan pokok-pokok pikiran yang konstruktif serta dapat terjalin sinergi dan koordinasi yang lebih baik di antara stakeholders (pemangku kepentingan) ekonomi dan keuangan syariah, sehingga lebih mudah untuk melakukan upaya penguatan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia,” pungkasnya.
Sementara itu, mewakili Dewan Pimpinan MUI, Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas mengharapkan semua pihak pemangku kepentingan dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah tetap memiliki komitmen dan istikamah untuk mewujudkan nilai-nilai universal dalam kegiatan ekonomi dan keuangan syariah demi mewujudkan kemaslahatan bersama. Untuk itu, acara ini perlu dioptimalkan bagi para DPS untuk meningkatkan ilmu dan kompetensinya.
“Khusus bagi para Dewan Pengawas Syariah atau DPS, agar dapat mengikuti Ijtima Sanawi ini dengan sebaik-baiknya agar mendapatkan ilmu untuk melaksanakan tugas sebagai DPS,” ucap Anwar Abbas.
Sebagai informasi, Ijtima Sanawi DPS se-Indonesia 2021 berlangsung pada 2–3 Desember 2021 dengan tujuan untuk meningkatkan kapasitas, wawasan, dan pengetahuan para DPS di bidang industri keuangan syariah di lembaga bisnis dan ekonomi syariah.
Acara ini tidak hanya diikuti oleh para DPS di seluruh Indonesia dan jajaran pimpinan MUI, tetapi juga oleh para pemangku kepentingan lain, seperti direksi dan manajemen yang bergerak di bidang syariah, para pelaku yang tergabung dalam asosiasi dan perkumpulan di bidang syariah, dan mitra strategis, termasuk perwakilan dari kementerian/lembaga selaku regulator. Adapun rangkaian kegiatannya telah diawali dengan Focus Group Discussion (FGD) Pra-Ijtima pada 4–11 Oktober 2021.
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.