Waspada Kenaikan Kasus, Satgas Covid-19: Kebijakan Gas dan Rem Jelang Libur Nataru 2022 Dilakukan Secara Hati-Hati
Jakarta – Menyambut periode libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2022 mendatang, pemerintah daerah (Pemda) dan seluruh lapisan masyarakat perlu belajar kembali dari pengalaman penanganan COVID-19 di Indonesia tahun 2020. Karena, dampak yang ditimbulkan dari periode Natal dan Tahun Baru 2021, berujung terjadinya lonjakan pertama (first wave) di Indonesia.
Untuk itu menuju periode Natal dan Tahun Baru mendatang, pemda harus mulai mempersiapkan kebijakan didasarkan pada situasi masing-masing daerah.
“Seperti kebijakan relaksasi dapat dilakukan hingga 50% kapasitas. Namun harus mewaspadai potensi kenaikan kasus akibat periode libur,” kata Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito dalam Keterangan Pers Perkembangan Penanganan COVID-19 di Graha BNPB, Kamis (14/10/2021) yang juga disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden.
Kemudian dilakukan Pemda melakukan pengawasan hingga tingkat terkecil melalui Satgas atau posko desa/kelurahan maupun Satgas fasilitas umum. Pemerintah daerah juga harus segera menyiapkan skenario pembatasan begitu terlihat tren kenaikan yang signifikan.
Pemda dan masyarakat juga perlu belajar kembali, serta efek yang ditimbulkan dari setiap kebijakan gas dan rem yang pernah diterapkan selama ini. Mulai dari Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) hingga kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat yang diikuti PPKM Level 1 – 4 yang berhasil mengatasi lonjakan kedua pada Juli 2021.
“Pembelajaran ini harus dijadikan pegangan utama pada periode Natal dan tahun baru yang berpotensi meningkatkan kembali kasus COVID-19,” tegas Wiku.
Ia menjelaskan, pemerintah telah menerbitkan sejumlah kebijakan bersifat gas dan rem, sejak Maret 2020 lalu. Kebijakan disesuaikan perkembangan situasi daerah dengan memperhatikan aspek kesehatan dan ekonomi dan terus diperbaharui agar semakin komprehensif dan tepat sasaran.
“Kebijakan penanganan COVID-19 di Indonesia menerapkan prinsip kehati-hatian. Aplikasi indikator-indikator kesehatan tingkat nasional maupun tingkat kabupaten/kota menjadi landasan keputusan gas dan rem pembukaan aktivitas sosial-ekonomi,” jelasnya.
Berikut merupakan efek dari setiap kebijakan yang diterapkan terhadap perkembangan kasus:
PSBB
Kebijakan pertama terhadap pembatasan aktivitas masyarakat. PSBB pertama diterapkan selama 8 minggu. Saat itu, mayoritas aktivitas masyarakat ditiadakan kecuali perkantoran sektor esensial dan transportasi yang dibatasi kapasitasnya. Efeknya, kasus tetap meningkat namun rata-rata hanya bertambah 1600 kasus perbulan.
PSBB Transisi
Memasuki Juni 2020, pemerintah merelaksasi dengan kebijakan PSBB transisi. Sekolah tatap muka masih ditiadakan, namun perkantoran, tempat umum, rumah ibadah dan kegiatan sosial mulai dibuka dengan kapasitas 50%. Masyarakat saat itu mulai beradaptasi dengan kebiasaan baru. Namun, kasus meningkat 216% dengan rata-rata kenaikan 6.000 kasus per bulan.
Mengatasinya pemerintah kembali menerapkan PSBB selama 4 minggu dan berhasil menurunkan kasus sebesar 8% atau turun 1.421 kasus dalam 1 bulan. Penurunan ini diikuti PSBB transisi selama 14 minggu dengan kegiatan masyarakat maksimal kapasitas 50%. Sayangnya, pelonggaran ini bertepatan periode libur Nataru 2021 sehingga kasus meningkat signifikan hingga 122% atau rata-rata naik 10.000 kasus perbulan.
“Kenaikan ini menandakan first wave atau Puncak kasus pertama di Indonesia,” lanjutnya.
PPKM
Kebijakan ini dikeluarkan setelah mengevaluasi PSBB dan PSBB transisi. Karena nyatanya tidak dapat menekan kasus secara konsisten dalam waktu yang panjang. PPKM awalnya dikhususkan di Pulau Jawa – Bali ssbagai penyumbang kasus terbanyak secara nasional.
Periode ini, untuk sekolah tatap muka, fasilitas umum dan kegiatan masyarakat ditutup. Namun perkantoran diperbolehkan work from home (WFH) dengan kapasitas 75%, restoran 25%, dan tempat ibadah 50%. Pembatasan yang lebih ketat ini berhasil menekan kasus sehingga kenaikannya hanya sebesar 5% dari yang kenaikan kasus sebelumnya 122%.
PPKM Mikro
Keberhasilan PPKM mendorong pemerintah memperluas penerapannya di seluruh wilayah di Indonesia pada level yang lebih mikro melalui kebijakan PPKM Mikro. Kebijakan ini disesuaikan dengan kondisi hingga tingkat RT RW dan didorong dengan pengawasan melalui Satgas posko tingkat desa atau kelurahan.
Pada periode ini aktivitas masyarakat dibuka dengan kapasitas 50%. Kebijakan ini berhasil menurunkan kasus hingga 134 persen selama 14 minggu. Namun sayangnya, paska Idul Fitri kasus kembali meningkat hingga 374% hanya dalam waktu 6 minggu.
PPKM Darurat dan PPKM Level 1 – 4
Paska kenaikan kasus yang sangat signifikan dan menjadi lonjakan kedua, pemerintah memperketat lagi aktivitas masyarakat melalui kebijakan PPKM Darurat yang diikuti dengan ppkm level 4 selama 4 minggu. Pada periode ini Seluruh aktivitas masyarakat ditiadakan dan diberlakukan pengawasan yang ketat pada mobilitas penduduk.
Hasilnya dalam 4 minggu kasus sempat meningkat 104 persen, namun dapat segera ditekan hingga turun 22%. PPKM dengan level 1 – 4 yang dilanjutkan menyesuaikan situasi dan kesiapan masing-masing daerah hingga tingkat kabupaten/kota. Implementasi selama 10 minggu ini berhasil menurunkan kasus sebesar 97% dari puncak kedua.
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.