Connect with us

Perkuat Ketahanan Pangan Nasional, Presiden Jokowi: Pemerintah Tuntaskan Pembangunan 17 Bendungan di Tahun 2021

Presiden Joko Widodo

Wajo – Pemerintah tengah giat membangun infrastruktur bendungan di berbagai daerah di tanah air untuk memperkuat ketahanan pangan nasional. Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan bahwa pada tahun 2021 ini pemerintah menargetkan untuk menyelesaikan pembangunan 17 bendungan. Hal tersebut disampaikan Presiden saat memberikan sambutan pada peresmian Bendungan Paselloreng dan Bendung Gilireng, di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan, Kamis (09/09/2021) siang.

“Tahun ini akan dan sudah diselesaikan sampai Desember nanti 17 bendungan. Kita harapkan dengan bendungan, bendungan, bendungan yang ada ini, sekali lagi, ketahanan pangan kita akan bisa kita perkuat dan kita tingkatkan,” ujarnya.

Bendungan Paselloreng ini merupakan bendungan ke-8 yang telah diselesaikan pemerintah dan diresmikan oleh Presiden Jokowi pada tahun 2021. Bendungan ini memiliki kapasitas tampung yang sangat besar, yaitu 138 juta meter kubik dan mampu mengairi sawah seluas 8.500 hektare.

Sebelumnya, pada 14 Februari Kepala Negara meresmikan Bendungan Tukul di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur (Jatim). Infrastruktur bendungan pertama yang diresmikan oleh Presiden di tahun 2021 ini memiliki kapasitas mencapai 8,68 juta meter kubik dan dapat mengairi irigasi lahan pertanian seluas 600 hektare.

Selanjutnya, selang beberapa hari, pada 18 Februari 2021, Presiden meresmikan Bendungan Tapin yang terletak di Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan. Infrastruktur ini memiliki kapasitas 56,77 juta meter kubik serta mampu menyediakan irigasi untuk 5.472 hektare lahan.

Masih di bulan yang sama, tepatnya 23 Februari 2021, Kepala Negara meresmikan Bendungan Napun Gete, di Nusa Tenggara Timur (NTT). Bendungan yang terletak di Kabupaten Sikka ini mempunyai kapasitas tampung 11,22 juta meter kubik dan mampu menyuplai irigasi untuk 300 hektare sawah di sekitar.

Kemudian pada bulan Maret 2021, Presiden Jokowi meresmikan Bendungan Sindangheula yang berlokasi di Kabupaten Serang, Banten. Bendungan yang diresmikan pada tanggal 4 Maret tersebut memiliki kapasitas mencapai 9,30 juta meter kubik dan ditargetkan dapat memberikan manfaat irigasi terhadap 1.289 hektare sawah yang ada di Banten.

Selanjutnya, di penghujung bulan kemerdekaan RI, tepatnya tanggal 31 Agustus, Kepala Negara meresmikan Bendungan Kuningan yang terletak di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat (Jabar). Bendungan yang memiliki kapasitas tampung sebesar 25,90 juta meter kubik ini akan menyuplai air irigasi secara kontinu bagi 3.000 hektare areal sawah masyarakat yang berada di Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Cirebon di Jabar hingga Kabupaten Brebes di Jawa Tengah (Jateng).

Infrastruktur ke-6 adalah Bendungan Way Sekampung, yang berlokasi di salah satu provinsi lumbung pangan nasional, tepatnya di Kabupaten Pringsewu, Lampung. Bendungan yang diresmikan pada tanggal 2 September ini memiliki kapasitas tampung sebesar 68 juta meter kubik dan dapat mengairi 55 ribu hektare daerah irigasi yang ada saat ini ditambah dengan 17.500 hektare areal pertanian baru.

Selanjutnya, bendungan ke-7 yang diresmikan oleh Presiden Joko Widodo di tahun ini adalah Bendungan Bendo yang berlokasi di Dusun Bendo, Desa Ngindeng, Kecamatan Sawoo, Kabupaten Ponorogo, Jatim. Infrastruktur yang diresmikan pada 7 September 2021 ini memiliki kapasitas sebesar 43 juta meter kubik dan akan menyuplai air irigasi untuk 7.800 hektare areal pertanian.

Ditambah dengan Bendungan Paselloreng yang diresmikan pada hari ini, maka total terdapat delapan infrastruktur bendungan yang telah diresmikan oleh Presiden, menyisakan sembilan bendungan lainnya. Adapun sembilan bendungan yang akan diresmikan tersebut, berdasarkan data dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), adalah Bendungan Karalloe di Kabupaten Gowa, Sulsel; Bendungan Bintang Bano di Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat; serta Bendungan Ladongi di Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara yang direncanakan akan diresmikan pada bulan Oktober.

Selanjutnya Bendungan Ciawi dan Bendungan Sukamahi, di Kabupaten Bogor, Jabar serta Bendungan Tugu di Kabupaten Trenggalek, Jatim yang akan diresmikan pada November 2021. Kemudian Bendungan Gongseng di Kabupaten Bojonegoro, Jatim; Bendungan Pidekso di Kabupaten Wonogiri, Jateng; dan Bendungan Margatiga di Kabupaten Lampung Timur, Lampung yang ditargetkan akan diresmikan pada penghujung tahun 2021.

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Target APK Pendidikan Tinggi Tidak Mungkin Tercapai Jika Biaya Kuliah Mahal

Oleh

Fakta News
Target APK Pendidikan Tinggi Tidak Mungkin Tercapai Jika Biaya Kuliah Mahal
Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah saat kunjungan kerja reses di Kota Medan, Sumatera Utara, Senin (06/05/2024). Foto : DPR RI

Medan – Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap mahalnya biaya pendidikan tinggi di perguruan tinggi negeri. Menurutnya, dengan mahalnya biaya pendidikan tinggi itu dapat menghambat pencapaian target pemerintah dalam meningkatkan Angka Partisipasi Kasar (APK) perguruan tinggi. Menurut data tahun 2023, APK untuk laki-laki hanya 29,12 persen dan untuk perempuan 33,87 persen, angka yang jauh dari target yang diharapkan.

Konsekuensinya, tambah Ledia, dengan biaya pendidikan yang sangat mahal  itu banyak calon mahasiswa yang terhambat untuk melanjutkan pendidikan. “Dengan mahalnya perguruan tinggi negeri ini, bagaimana mungkin kita bisa mencapai target APK yang lebih baik jika banyak anak-anak kita yang tidak mampu melanjutkan pendidikan karena biaya?” ujar Ledia kepada Parlementaria, di Kota Medan, Sumatera Utara, Senin (06/05/2024).

Diketahui, Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi (PT) adalah perbandingan antara jumlah penduduk yang masih bersekolah di jenjang pendidikan Perguruan Tinggi (PT) (tanpa memandang usia penduduk tersebut) dengan jumlah penduduk yang memenuhi syarat resmi penduduk usia sekolah di jenjang pendidikan Perguruan Tinggi (PT) (umur 19- 23 tahun).

Ledia pun mengkritik sistem Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang berlaku di banyak perguruan tinggi, yang menurutnya masih memberatkan bagi sebagian besar calon mahasiswa. “Ada perguruan tinggi dengan sistem UKT yang sangat tinggi, dan ada pula yang menengah namun tetap mahal, belum lagi adanya uang pangkal yang harus dibayar di awal,” ujar politisi Alumni Master Psikologi Terapan dari Universitas Indonesia ini.

Ledia juga menyoroti perlunya sebuah sistem pendidikan tinggi yang lebih pro kepada masyarakat, terutama bagi warga negara Indonesia yang memiliki kemampuan akademis namun ada keterbatasan ekonomi. “Kita perlu membuat sistem yang lebih baik, yang lebih mendukung anak-anak kita untuk bisa kuliah tanpa dibebani biaya yang tidak mampu mereka tanggung,” ujar Politisi Fraksi PKS ini.

Lebih lanjut, Ledia menegaskan bahwa pendidikan tinggi harus diakses oleh semua lapisan masyarakat. “Kita membuat kampus itu mandiri, namun bukan berarti kita bisa mengabaikan warga negara Indonesia, terutama anak-anak muda kita yang sebenarnya punya kemampuan dalam akademisnya tapi tidak dalam ekonominya,” ujarnya.

Kebijakan saat ini, menurut Ledia, harus segera dibahas dan diperbaiki, dengan keterlibatan langsung dari kampus-kampus dan pemerintah untuk mencari solusi yang efektif. “Perlu ada diskusi serius antara pemerintah dengan perguruan tinggi untuk menata ulang sistem pendanaan pendidikan tinggi di negara kita,” tutur Ledia.

Dalam mencari solusi, Ledia juga menyarankan agar perguruan tinggi negeri bisa terhubung lebih baik dengan program beasiswa dan bantuan finansial lainnya yang bisa membantu meringankan beban mahasiswa. “Harus ada lebih banyak opsi beasiswa dan bantuan finansial yang dapat diakses oleh mahasiswa yang membutuhkan,” ucap Ledia.

Ledia berharap bahwa dengan perbaikan sistem yang lebih inklusif dan mendukung, Indonesia bisa mencapai tujuan menjadi negara dengan sumber daya manusia yang unggul pada 2045. “Ini semua tentang membangun fondasi yang kuat untuk pendidikan tinggi di Indonesia, memastikan semua anak berhak dan mampu mendapatkan pendidikan yang layak,” pungkasnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

Geramnya Komisi II terhadap Biaya PBB yang Membengkak Akibat Sertifikat Tanah

Oleh

Fakta News
Geramnya Komisi II terhadap Biaya PBB yang Membengkak Akibat Sertifikat Tanah
Anggota Komisi II DPR RI Rosiyati MH Thamrin saat Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi II ke Maros, Sulawesi Selatan, Senin (06/05/2024). Foto : DPR RI

Maros – Anggota Komisi II DPR RI Rosiyati MH Thamrin mengecam kebijakan terkait sertifikat tanah yang merugikan masyarakat. Dalam pernyataannya, ia menyampaikan keprihatinannya terhadap biaya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang melonjak drastis setelah penerbitan sertifikat tanah.

“Sangat disayangkan melihat betapa besarnya biaya PBB yang harus ditanggung masyarakat setelah memiliki sertifikat tanah. Hal ini menjadi hambatan besar bagi petani dan pengguna lahan lainnya untuk mendaftarkan tanah mereka,” ujar Rosiyati MH Thamrin saat Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi II ke Maros, Sulawesi Selatan, Senin (06/05/2024).

Menurutnya, masyarakat enggan membuat sertifikat tanah karena adanya komponen biaya PBB yang meningkat secara signifikan setelah kepemilikan tanah tersebut bersertifikat. Hal ini berdampak negatif terutama bagi para petani dan pengguna lahan lainnya yang mayoritas hidup dengan penghasilan terbatas.

Rosiayati pun menyerukan pentingnya koordinasi antara pemerintah daerah dan Dinas Pajak untuk meninjau ulang kebijakan terkait tarif PBB. “Saya berharap agar Dinas Pajak dapat mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat yang terdampak dan menyesuaikan tarif PBB dengan lebih adil,” tambahnya.

Kemudian, Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu juga menegaskan bahwa pembenahan terhadap kebijakan tersebut penting dilakukan agar masyarakat merasa lebih terbantu dan terjamin hak-haknya atas tanah yang mereka miliki.

“Pemerintah harus fokus pada upaya mempermudah akses masyarakat terhadap kepemilikan tanah dengan biaya yang terjangkau, sehingga tidak menghambat pembangunan dan kesejahteraan masyarakat,” tutupnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

PON XXI Sebentar Lagi, Pembangunan Venue Ternyata Belum Tuntas!

Oleh

Fakta News
PON XXI Sebentar Lagi, Pembangunan Venue Ternyata Belum Tuntas!
Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah saat mengikuti Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi X DPR RI, di Kota Medan Sumatera Utara, Senin (06/05/2024). Foto: DPR RI

Medan – Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah mengungkapkan, kekhawatirannya terkait kesiapan pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI yang dijadwalkan pada September 2024 di Aceh dan Sumatera Utara. Ledia menyatakan bahwa meskipun pemerintah daerah telah berkomitmen dengan mengalokasikan dana besar, masih terdapat kekurangan yang perlu ditangani oleh pemerintah pusat.

“Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah mengeluarkan anggaran sekitar Rp2,1 triliun, dan belum lagi dari Pemerintah Kabupaten/Kota dari APBD untuk pembangunan venue dan lain-lain. Namun, ada beberapa hal penting yang masih harus di-cover oleh pemerintah pusat,” ujar Ledia, Medan, Sumatera Utara, Senin (6/5/2024).

Menurutnya, masih ada kebutuhan dana tambahan untuk menyelesaikan infrastruktur yang belum rampung. “Persoalnnya ada hal yang harus dicover oleh pemerintah pusat, apakah itu bisa selesai atau enggak. Kita belum tahu sampai sekarang pemerintah daerah juga enggak bisa apa-apa, itu sangat tergantung dari pusat,” ujarnya.

Ledia juga menyampaikan bahwa Komisi X DPR RI telah mengusulkan agar penundaan PON hingga awal tahun 2025 untuk memastikan semua persiapan bisa tuntas. “Beberapa dari kami sudah mengusulkan untuk ditunda sampai Januari atau Februari 2025 sehingga penyelenggaraannya bisa berjalan dengan baik dan tidak terburu-buru,” tegas Ledia.

Selain itu, Ledia menekankan bahwa ada kesamaan situasi dengan PON sebelumnya di Papua, yang juga harus diundur karena pandemi COVID-19. “Situasinya serupa dengan apa yang terjadi di Papua. Jika memang belum siap, jangan dipaksakan,” tegasnya.

Ledia juga berharap dengan waktu yang masih ada, bisa di optimalkan dengan baik. “Harapan nanti penyelenggarannya bisa berjalan dengan baik, karena ini baru pertama kali diselenggarakan di dua  provinsi, belum lagi setelah itu ada peparnas untuk disabilitas. Nah jadi memang harusnya lebih matang, kalau memang belum siap jangan dipaksakan,” ungkap Ledia.

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah berkomitmen untuk juga menggunakan venue yang sudah ada dengan memperbaikinya. Namun, Ledia menyatakan, “Sekarang ini yang ditunggu adalah dukungan anggaran dari pemerintah pusat, bisa atau tidak,” ungkapnya.

Ditambah lagi, menurut Ledia, “Telah dianggarkan dari Kementerian Pemuda dan Olahraga sebanyak Rp300 miliar untuk biaya operasional seperti pembayaran wasit dan juri, namun untuk infrastruktur, kecepatan penyelesaian dari pemerintah pusat masih menjadi tanda tanya”.

Kekhawatiran terus mengemuka seiring dengan mendekatnya waktu pelaksanaan PON XXI, dengan banyak pihak berharap agar pemerintah pusat dapat segera mengambil tindakan untuk menyelesaikan persiapan yang masih tertunda.

Baca Selengkapnya