Connect with us

Waspada Tuberculosis di Tengah Pandemi, Ini Perbedaan dengan COVID-19

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia, dr. Wiendra Waworuntu, M.Kes

Jakarta – Tuberculosis (TBC) atau yang sering dikenal dengan TB merupakan penyakit paru-paru yang disebabkan oleh kuman mycobacterius tuberculosis. TBC menjadi sangat dikenal di Indonesia dengan kasus penyebaran yang sangat tinggi.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia, dr. Wiendra Waworuntu, M.Kes mengungkapkan bahwa Indonesia menjadi negara ketiga terbesar dengan kasus TBC di dunia setelah India dan China.

“Kita (Indonesia) ranking tiga di dunia. Ada India, China, kemudian Indonesia,” ungkap Wiendra dalam dialog di Media Center Gugus Tugas Nasional, Jakarta, Selasa (7/7).

Menurut data Kemenkes, estimasi kasus TBC di Indonesia mencapai 845.000 jiwa dan yang telah ditemukan sekitar 69 persen atau sekitar 540.000 jiwa. Angka kematian penyakit TBC juga cukup tinggi, yaitu ada 13 orang per jam yang meninggal karena TBC.

Kasus yang belum ditemukan juga memiliki potensi penularan yang sangat tinggi, sama seperti COVID-19. Walaupun sama-sama berbahaya dan menular melalui droplet serta saluran pernapasan, Wiendra menjelaskan bahwa ada beberapa perbedaan antara TBC dengan COVID-19, mulai dari gejala hingga cara penanganannya.

“Penularannya (TBC dan COVID-19) sama-sama droplet. Namun perbedaannya adalah pada diagnosisnya. Kalau COVID-19 dari virus, sedangkan TBC dari kuman atau bakteri,” ujarnya.

Selanjutnya pada gejala, Wiendra menjelaskan gejala TBC antara lain onset atau serangan kronik lebih dari 14 hari dengan gejala demam kurang dari 38 derajat celcius disertai batuk berdahak, bercak darah, sesak napas memberat bertahap, berat badan turun dan berkeringat di malam hari. Sedangkan gejala COVID-19 antara lain dengan gejala onset akut kurang dari 14 hari disertai demam lebih dari 38 derajat celcius dengan batuk kering, sesak napas muncul segera setelah onset, nyeri sendi, pilek, nyeri kepala, gangguan penciuman atau pengecapan.

Proses diagnosis TBC dan COVID-19 juga memiliki kesamaan dengan menggunakan metode Tes Cepat Molekuler (TCM) dan Polymerase Chain Reaction (PCR), namun perbedaannya ada pada pengambilan sampelnya. Untuk diagnosis COVID-19 harus melalui swab, sedangkan TBC cukup dengan dahak saja.

Selain itu, perbedaan besar antara COVID-19 dengan TBC adalah COVID-19 belum ada obat yang dapat menyembuhkan, sedangan TBC sudah ditemukan obatnya dan dapat diakses secara gratis.

“COVID-19 belum punya obat, sedangkan TBC sudah ada obatnya, dengan catatan harus dikonsumsi dengan baik dan patuh,” pungkasnya.

Walaupun memiliki obat dalam membantu penyembuhan, masih banyak masyarakat yang menyepelekan penyakit TBC karena dianggap merupakan penyakit lama sehingga kurang memperhatikan kedisiplinan pada proses penyembuhan melalui konsumi obat yang telah tersedia, sehingga para penderita TB menjadi resisten atau obatnya sudah tidak mempan lagi dengan penyakit TBC tersebut.

“Ketika sudah mengkonsumsi, lalu stop, lalu nanti minum lagi. Jadi sembuhnya tidak betul-betul sembuh sempurna. Padahal obat TB harus dikonsumsi dalam waktu yang cukup panjang yaitu enam bulan. Namun pada bulan pertama dan kedua merasa sudah sembuh, padahal belum sembuh. Hal ini yang menjadi resisten dan masalah yang masih menjadi tantangan kita,” jelasnya.

Wiendra juga menambahkan bahwa orang yang menderita TBC bukan menjadi penyakit bawaan yang mudah terjangkit COVID-19.

“Menurut data, hanya 19 orang penderita TBC yang terkena COVID-19. Pada data yang tersedia, justru penyakit tidak menular atau PTM menjadi penyakit bawaan yang mudah terjangkit COVID-19. Walaupun TBC ada dalam 10 besar penyakit bawaan yang rawan terkena COVID-19, namun TBC bukan nomor satu,” tambahnya.

Pengendalian penyakit TBC selama pandemi COVID-19 turut mengalami beberapa hambatan, terlebih karena kekhawatiran pasien TBC serta pihak rumah sakit dalam melakukan pemeriksaan.

“Pasiennya (pasien TBC) tidak bisa ke layanan kesehatan karena takut, kemudian fasilitas kesehatan juga sekarang takut memeriksa pasien TBC, terlebih pada COVID-19. Namun dengan sebagian besar rumah sakit rujukan COVID-19 yang memiliki pemeriksaan laboratorium dengan TCM, cukup membantu terhadap pelayanan pasien TBC,” jelas Wiendra.

Selanjutnya, Wiendra mengimbau kepada masyarakat penderita TBC untuk tetap selalu berobat ke pelayanan kesehatan yang ada dan mengkonsumsi obat hingga sembuh total sehingga penularannya tidak semakin meningkat.

“Pelayanan TBC tidak bisa berhenti, kalau butuh ke layanan protokol kesehatan tetap dijalani. Jangan putus obat dan pastikan bahwa obat itu didapatkan oleh pasien,” tegas Wiendra.

Langkah pencegahan COVID-19 dengan menerapkan protokol kesehatan meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia bahwa kesehatan dan kebersihan adalah hal yang penting. Hal ini turut menjadi peluang untuk mencegah penularan penyakit TBC dengan melakukan hal yang sama, seperti cuci tangan, pakai masker dan jaga jarak.

“Mengubah kebiasaan pastinya sulit, tidak semudah membalik telapak tangan, tapi adanya COVID-19, kita memiliki peluang untuk menumbuhkan kebiasaan dengan disiplin dan patuh untuk menjalankan protokol kesehatan seperti cuci tangan, pakai masker dan jaga jarak, sehingga tidak hanya berguna untuk mencegah COVID-19, tapi juga berguna untuk mencegah penularan TBC,” terangnya.

Pelayanan untuk Penderita TBC Tidak Boleh Berhenti di Tengah Pandemi

Pada kesempatan yang sama, Ketua Dewan Pembina Stop TB Partnership Indonesia Ir. Arifin Panigoro menjelaskan bahwa tantangan penyakit TBC yang telah didapati Indonesia sejak lama dan sekarang ditambah dengan adanya pandemi COVID-19, membuat semua pihak harus bekerja sama dengan keras untuk mengatasi potensi penularannya. Terlebih penyakit TBC juga tidak boleh digampangkan karena jumlah penderitanya tidak sedikit.

“Sebelum ada COVID-19, penyakit TBC ini sudah serius di Indonesia. Masalah TBC ini besar tetapi atensi dari siapapun, dari pemerintah dan masyarakat dianggap ini penyakit lama yang sudah selesai,” ungkap Arifin melalui dialog ruang digital (7/7).

Menurut Arifin, permasalahan utama setelah adanya COVID-19 adalah pemerintah kini berpusat kepada pengendalian COVID-19. Padahal, tanpa adanya COVID-19, temuan kasus TBC sudah terbatas. Ditambah dengan adanya pandemi COVID-19, pengendalian TBC menjadi terbengkalai di semua tahapannya.

“Logis, karena kita semua ini fokus perhatian kita terambil oleh COVID-19, meskipun semua merasa TBC itu serius tapi priority saat ini adalah COVID-19,” tambah Arifin.

Arifin juga menegaskan bahwa partisipasi masayrakat sangat diperlukan dalam menekan potensi penularan COVID-19 maupun TBC itu sendiri serta semua pihak haru sbekerja lebih keras dalam penanganan COVID-19 yang masih berlangsung saat ini namun ada pekerjaan yang belum selesai terkait penanganan TBC.

“Untuk penyakit yang cakupannya luas seperti saat ini, pastisipasi masyarakat sangat diperlukan. Kita harus bersama-sama. Partisipasi semua pihak sangat penting. Kita harus siap untuk bekerja ekstra keras untuk menangani penanganan pandemi COVID-19 tanpa melupakan potensi bahaya TBC yang juga masih terjadi di Indonesia,” tegas Arifin.

Sejalan dengan Arifin, Wiendra juga kembali menegaskan bahwa pelayanan TBC tidak bisa berhenti dan protokol kesehatan harus tetap dipatuhi, sehingga pelayanan TBC tetap berjalan dengan baik sekaligus pencegahan COVID-19 juga dapat dilakukan. Pelayanan bagi pasien TBC juga dapat dilakukan secara daring melalui sistem Go-Drug sehingga tidak perlu keluar rumah untuk mendapatkan obat TBC.

“Semua pelayanan bagi pasien TBC tidak bisa berhenti, kalau pun harus ke layanan kesehatan maka protokol kesehatan tetap dijalankan dan dipatuhi. Bagi pasien TBC juga jangan putus obat. Para pasien TBC dapat mengakses obat dengan melalui Go-Drug atau mitra lainnya yang menyediakan obat TBC,” tutupnya.

 

(zico)

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Sukamta: Kota Yogya Perlu Siapkan Peta Jalan Penanganan Sampah Jangka Panjang

Oleh

Fakta News
Sukamta: Kota Yogya Perlu Siapkan Peta Jalan Penanganan Sampah Jangka Panjang
Anggota DPR RI Sukamta. Foto: DPR RI

Jakarta – Anggota DPR RI dari Dapil Provinsi DIY Sukamta menilai Kota Yogyakarta perlu menyiapkan peta jalan (roadmap) untuk penanganan sampah jangka panjang yang menyangkut peningkatkan kasadaran masyarakat. Edukasi secara terus menerus harus dilakukan baik di sekolah, rumah tangga, dan masyarakat.

Tak hanya itu peraturan yang kuat untuk pengurangan sampah juga sangat dibutuhkan. Sukamta mencontohkan perlunya kebijakan kantong plastik berbayar atau larangan penggunaaan kantong belanja plastik sekali pakai. Adapun jangka pendeknya saat ini bisa dengan optimalisasi penampungan di TPST Piyungan.

“Kalau saya dengar, TPST ini kalau ada alat dan SDM yang memamadai masih bisa dimanfaatkan secara optimal untuk sementara waktu hingga 200-300 ton per hari. Pemkot bisa komunikasikan hal ini dengan Pemda DIY. Rencana optimalisasi 3 TPS 3R di Nitikan, Karangmiri dan Kranon bisa segera direalisasi, meski daya tampung 3 TPS ini masih terbatas,” kata Sukamta sebagaimana keterangan kepada media, di Jakarta, Kamis (25/4/2024).

Di sisi lain, Politisi Fraksi PKS ini, menilai di level provinsi, di area perkotaan saat ini masih sering ditemukan sampah di jalan maupun tempat penampungan yang penuh. Menurutnya, Pemerintah perlu memberikan honor kepada para petugas pengambil sampah sebagai salah satu upaya mencegah buang sampah sembarangan.

“Menurut kami perlu ada stimulan atau honor untuk para petugas pengambil sampah rumah tangga, di level RT, RW dan kampung. Ini supaya masyarakat tidak buang sembarangan,” kata Anggota Komisi I DPR RI tersebut.

Sukamta meyakini dengan adanya dana stimulan atau honor tersebut maka para petugas pengambil sampah akan menjalankan tugasnya dengan baik khususnya pengambilan sampah dengan sistem terpilah. “Selama ini warga sudah diminta memilah, akan tetapi (saat) di  (tempat) pembuangan dicampur lagi. Ini perlu jadi perhatian, sehingga perlu ada petugas khusus memilah,” ujarnya.

Sukamta menegaskan dirinya banyak mendapatkan aspirasi dari masyarakat terkait penanganan sampah di Jogja. Hal ini kembali mencuat setelah rencana penutupan TPST secara permanen, sehingga banyak ditemukan sampah di pinggir jalan, salah satunya di perbatasan antara Kota Jogja dengan Bantul atau sebelah utara Gembira Loka.

Baca Selengkapnya

BERITA

Pemerintah Perlu Lakukan Dialog Multilateral Redam Konflik di Timur Tengah

Oleh

Fakta News
Pemerintah Perlu Lakukan Dialog Multilateral Redam Konflik di Timur Tengah
Anggota Komisi I DPR RI Helmy Faishal Zaini. Foto: DPR RI

Jakarta – Anggota Komisi I DPR RI Helmy Faishal Zaini meminta pemerintah melakukan upaya untuk meredam konflik yang ada di Timur Tengah, salah satu caranya melalui jalur diplomasi.

“Pemerintah perlu mengambil pendekatan diplomasi yang kuat dengan mempromosikan perdamaian dan menekankan pentingnya dialog multilateral,” kata Anggota Komisi I DPR RI Helmy Faishal Zaini dalam keterangan kepada media, di Jakarta, Sabtu (27/4/2024).

Menurut Helmy, konflik tersebut harus diredam lantaran dampaknya sangat berpengaruh ke Indonesia, salah satunya dari segi perekonomian. “Stabilitas perekonomian Indonesia bisa terganggu lantaran terjadi fluktuasi harga minyak dan gangguan dari segi perdagangan,” ujar Politisi Fraksi PKB ini.

Jika kondisi ini dibiarkan, dia meyakini masyarakat akan merasakan dampak langsung lantaran tercekik harga kebutuhan pokok yang melambung. “Dengan memperkuat kerja sama internasional, meningkatkan keamanan domestik, dan memperkuat resiliensi ekonomi, Indonesia dapat mengurangi dampak negatif dari konflik di Timur Tengah,” kata Helmy.

Senada, Anggota Komisi I DPR RI Muhamad Farhan menjelaskan dampak dari konflik di Timur Tengah yang harus diwaspadai Indonesia.

Beberapa di antaranya terhambatnya impor minyak mentah dan bahan pangan dasar seperti beras, kedelai, dan gandum, jika perairan Teluk Persia, Hormuz dan Suez terganggu akibat dampak konflik itu. “Sebab akan mempengaruhi arus masuk kebutuhan pokok, akibatnya harga akan naik dan inflasi tinggi,” kata Farhan.

Maka dari itu, kata dia, Indonesia juga perlu melakukan antisipasi dengan mengeluarkan kebijakan ekonomi guna menghindari harga pangan yang tinggi.

Di tengah agresi Israel ke Jalur Gaza yang terus berlangsung sejak 7 Oktober 2023, kata Farhan, kawasan Timur Tengah semakin memanas akibat eskalasi perseteruan antara Iran dan Israel.

Permusuhan terbaru antara kedua musuh bebuyutan tersebut dipicu serangan Israel terhadap Konsulat Iran di Damaskus, Suriah pada 1 April lalu.

Iran menuding Israel bertanggung jawab atas serangan fatal terhadap fasilitas diplomatiknya yang menewaskan sedikitnya tujuh anggota Korps Garda Revolusi Islam Iran, termasuk dua jenderal penting.

Iran kemudian melancarkan serangan balasan dengan menembakkan puluhan rudal balistik dan ratusan pesawat nirawak ke Israel pada 13 April. Israel mengklaim serangan itu berhasil digagalkan dan hanya menyebabkan kerusakan ringan pada sebuah pangkalan militernya.

Baca Selengkapnya

BERITA

Larangan Toko Kelontong Beroperasi 24 Jam Bentuk Diskriminasi terhadap Pelaku Usaha Kecil

Oleh

Fakta News
Larangan Toko Kelontong Beroperasi 24 Jam Bentuk Diskriminasi terhadap Pelaku Usaha Kecil
Anggota Komisi VI DPR RI Nasim Khan. Foto: DPR RI

Jakarta – Anggota Komisi VI DPR RI Nasim Khan menegaskan larangan agar toko kelontong tidak beroperasi 24 jam merupakan bentuk diskriminasi terhadap pelaku usaha kecil.  Karena larangan itu akan hanya akan mempersempit ruang gerak dan peluang pelaku usaha warung kecil untuk mengais rezeki.

“Sementara, minimarket milik orang-orang besar dibiarkan buka 24 jam. Sedangkan, warung Madura dipersempit ruang geraknya, ini merupakan tindakan diskriminasi terhadap pengusaha kecil,” kata Nasim Khan dalam keterangan kepada media, di Jakarta, Jumat (26/4/2024).

Dengan demikinan, Nasim Khan khawatir, banyak pelaku usaha yang akan gulung tikar dan akhirnya berdampak pada meningkatnya pengangguran. “Kami sampaikan kepada Kementerian Koperasi UMK, jangan terjadi ada peraturan pemerintah maupun perda di indonesia, khususnya di tiga kabupaten, yakni Bondowoso, Situbondo dan Banyuwangi yang mengkerdilkan atau mematikan usaha pedagang kecil,” kata Politisi Fraksi PKB ini.

Seharusnya, sambung Nasim Khan, pemerintah bisa lebih mengedepankan atau menyediakan iklim usaha yang bersahabat bagi para pelaku usaha kecil ini. Hal tersebut dilakukan agar pelaku UKM bisa berkembang menjadi besar.

“Harusnya pemerintah mendukung toko-toko klontong Madura yang notabenenya pengusaha kecil, bukan malah dilarang dengan pembatasan jam operasional,” tegas wakil rakyat Dapil III Jatim.

Menteri-menteri terdahulu, lanjut Nasim Khan, meminta pemda untuk menerapkan aturan jarak minimarket berjauhan dengan toko-toko kecil. Tapi, sekarang malah aneh, toko-toko kecil dilarang jam operasionalnya, sedangkan minimarket dibiarkan buka 24 jam.

Menurut Nasim Khan, selama ini keberadaan warung-warung Madura yang buka 24 jam telah memberi kontribusi positif dibanyak hal. Seperti membantu kebutuhan masyarakat di malam hari, menjaga keamanan lingkungan, menyerap tenaga kerja, menggerakkan perekonomian rakyat kecil dan melahirkan pengusaha-pengusaha baru.

“Pelaku usaha warung kelontong Madura ini sangat membantu masyarakat untuk membeli kebutuhan sembako malam hari maupun siang hari. Untuk itu, saya meminta kepada pemerintah memberikan solusi yang terbaik, agar usaha toko-toko Madura yang buka 24 jam bisa berjalan dengan lancar,” kata Nasim Khan.

Tak hanya itu saja yang disampaikan Nasim Khan, namun dia juga mengkampanyekan Gerakan Belanja ke warung-warung Madura kepada masyarakat luas. “Kami mengajak kepada seluruh lapisan masyarakat untuk berbelanja ke warung klontong dan warung madura yang ada disekitar kotanya masing-masing,” pungkas Nasim Khan.

Sebelumnya, muncul polemik keberadaan warung toko kelontong Madura di Bali yang buka 24 jam. Polemik tersebut lalu direspons oleh Kementerian Koperasi, Usaha Kecil, dan Menengah (Kemenkop UKM). Sekretaris Kemenkop UKM Arif Rahman Hakim mewanti-wanti agar warung Madura agar menaati jam operasional, sehingga tidak lagi buka 24 jam alias tidak pernah tutup.

“Kalau ada regulasi terkait jam kerja (jam operasional), tentu kami minta untuk dipatuhi,” tutur Arif di Merusaka Hotel, Badung, Bali, Rabu (24/4/2024).

Namun, Arif enggan berkomentar terkait persaingan antara minimarket dengan warung Madura. Ia ingin mengecek lebih dulu. Arif berharap ada persaingan yang sehat dan setara antara para pelaku usaha.

Meskipun demikian, belakangan Arif Rahman Hakim mengklarifikasi pemberitaan terkait dirinya yang mengimbau pengusaha warung Madura untuk mematuhi aturan jam operasional sesuai aturan pemerintah daerah.

Dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu, Arif menyatakan bahwa pihaknya sudah meninjau Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Rakyat, Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan.

Ia mendapati bahwa tidak ditemukan aturan yang secara spesifik melarang warung Madura untuk buka 24 jam.

“Dalam Perda tersebut, pengaturan terkait jam operasional justru berlaku bagi pelaku usaha ritel modern, minimarket, hypermarket, department store, serta supermarket, dengan batasan jam operasional tertentu,” ujar Arif.

Ia menambahkan bahwa Kemenkop UKM juga akan meminta penjelasan lebih lanjut kepada pemerintah daerah terkait mengenai aturan pembatasan jam operasional warung Madura yang sedang berkembang di masyarakat.

“Kami juga akan mengevaluasi kebijakan daerah yang kontraproduktif dengan kepentingan UMKM, termasuk evaluasi program dan anggaran pemda untuk mendukung UMKM,” ucap Arif.

Setelah ditelusuri, imbauan terhadap warung-warung Madura agar tidak berjualan selama 24 jam muncul dari Lurah Penatih di Denpasar Timur, Bali. Imbauan itu dikeluarkan Kelurahan Penatih karena alasan keamanan.

Baca Selengkapnya